A.
Definisi
Asbestosis merupakan
penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh udara yang mengandung
debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik nafas.
Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu
yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula resiko
terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Debu dikelompokan menjadi tiga
yaitu debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dll, debu
mineral yaitu debu yang merupakan senyawa komplek seperti SiO2, SiO3, dan
arangbatu, dan debu metal yaitu debu yang mengandung unsur logam. Ukuran debu
sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Debu
dengan ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5
mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan
sampai di permukaan alveoli, 0,5-1 mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput
lender sehingga menyebabkan fibrosis paru, sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang
dipermukaan alveoli.(RS Harapan, 2002)
Asbestosis
disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes adalah
campuran berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Jika
terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, mempengaruhi parenkim
jaringan dari paru-paru, menjadi jaringan parut. Menghirup asbes juga
dapat menyebabkan penebalan pleura. It occurs after long-term, heavy exposure
to asbestos , eg in mining , and is therefore regarded as an occupational lung
disease . Ini terjadi setelah jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di
pertambangan. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi
kimiawi yang berbeda. Asbestos is a mineral that can be woven like wool. Asbes
adalah mineral yang dapat dijalin seperti wol dan merupakan produk alam mineral
yang diketahui tahan terhadap panas dan korosi, tidak meneruskan arus listrik,
tahan terhadap asam kuat, serta merupakan serat yang kuat dan fleksibel, mudah
dijalin bersama-sama dan digunakan secara luas di dalam bangunan dan
pabrik-pabrik industri. Some of its more common uses were in pipe and duct
insulation, fire-retardant materials, brake and clutch linings, cement, and
some vinyl floor tiles.
Terdapat beberapa jenis kristal debu asbestosis :
1.
Chrysotile
2.
Crocidolite
3.
Anthrophylite
4.
Tremolite
5.
Actinolite
Yang paling
banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile, karena seratnya panjang
dan paling kuat. Pada kelompok amphibole serat lebih pendek namun lebih stabil
secara kimiawi dan lebih tahan terhadap asam. Bersifat fibrogenik terhadap paru
lebih kuat dibanding silika, karsinogenik.
Di dalam paru
banyak terdapat “asbestos bodies” yaitu serat asbestos yang dilapisi bahan
protein. Sering serat asbestos harus dipisahkan dengan tangan, sehingga terjadi
papel kecil-kecil pada jari-jari tangan seperti duri, disebut duri asbestos.
Terjadi juga fibrosis interstisialis, penebalan dan perlekatan pleura, fibrosis
peritoneal. Paru menjadi kaku karena terdapat klasifikasi pada pleura dan dapat
pula dijumpai keganasan Ca bronkogenik dan mesothelioma. Mesothelioma adalah
tipe kanker pleura yang jarang. Peningkatan insidensi mesotelioma dihubungkan
dengan inhalasi serat asbestos di lingkungan kerja. Walaupun gejala awalnya
sedikit, mesotelioma dapat disembuhkan jika berhasil terdiagnosis. Waktu antara
paparan asbestos pertama dan kemunculan tanda-tanda tumor beragam mulai dari 20
sampai 50 tahun, khusus mesotelioma. Kenaikan angka insidensi mesotelioma juga
tampak pada penduduk yang walaupun tidak terpapar secara okupasional,
tinggalnya serumah dengan pekerja asbestos atau tinggal di sekitar sumber emisi
asbestos. Walaupun asbestos tidak lagi dipakai sebagai penyekat, zat ini masih
menjadi sorotan karena adanya bahaya yang berasal dari bangunan yang sekatnya
menggunakan asbestos
B.
Etiologi
Asbestosis
disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau lebih dan
diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes sukar
untuk dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk
mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat
dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan.
Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:
1.
Orang-orang yang
bekerja di industri pengelolaan, pertambangan, penenunan, pemintalan asbes dan
reparasi tekstil dengan produk-produk yang mengandung asbes.
2.
Pemaparan pada
keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam
pakaian pekerja
3.
Perokok tembakau
lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan asbes dibandingkan
non-perokok. Life expectancy is also shorter among smokers than non-smokers.
Asbestos workers who stop smoking, can within 5-10 years reduce their risk of
dying with lung cancer by about one half to one third that of their colleagues
who continue to smoke. Harapan hidup perokok lebih pendek dibandingkan
non-perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10 tahun dapat
mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu setengah sampai
satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus merokok.
C.
Manifestasi Klinis
Gejala
asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah terbentuknya jaringan
parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala
pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan
gerak badan juga ditandai dengan batuk kering. Sekitar 15% penderita, akan
mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami kegagalan pernafasan.
Berlangsung sebagai penyakit paru- paru dan kerusakan meningkat, sesak
nafas terjadi walaupun pada pasien istirahat.
Perokok berat
dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk-batuk dan sesak
napas. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan terkumpulnya
cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru.
Keluhan dan
gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun. Terutama sesak
nafas bila melakukan aktifitas. Batuk non produktif, lebih sering dan lebih
hebat dibanding silikosis. Bila terjadi batuk darah biasanya sudah ada
neoplasma paru. Nyeri dada retrosternal, berat badan menurun.
Pada pemeriksaan
fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai kelainan selain adanya benda
asbestos didalam dahak pekerja (2 bulan). Pada fase lanjut didapatkan sianosis
dan jari tabuh. Jari tabuh umumnya dihubungkan dengan penyakit yang lanjut.
Bila ada pada pekerja dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan maka
lebih banyak dihubungkan dengan kanker paru.
Gerak pernafasan
menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat. Sianosis akan bertambah hebat
apabila melakukan kegiatan fisik, bisa juga didapatkan suara mengi. Dapat
terdengar ronkhi (pada akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru,
terjadi pada > 60% penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada
dosis paparan dan dapat terjadi pada x-foto toraks normal. Pada asbestosis
risiko terjadinya tuberculosis paru tidak didapatkan, tetapi disini didapatkan
risiko kanker paru lebih besar. Risiko terjadinya mesothelioma atau penebalan
pleura sangat besar. Kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk
jari-jari tangan yang menyerupai tabuh genderang) juga dapat terjadi.
D.
Patofisiologi
Asbestosis
disebabkan oleh inhalasi jangka panjang dari serat asbes. People with
occupational exposure to the mining, manufacturing, handling or removal of
asbestos are at risk of developing asbestosis. There is an increased risk of
lung cancer and mesothelioma associated with asbestosis.Terdapat peningkatan
risiko kanker paru-paru dan mesothelioma terkait dengan asbestosis. The risk
is related to the total dose of asbestos received and the duration of asbestos
exposure. Biasanya mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang
ada di udara saat kita bernafas akan disaring oleh rambut-rambut hidung,
sehingga menimbulkan reflek batuk. Sedangkan partikel asbes (amphiboles)
panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang masuk ke hidung, tidak
dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes dapat
masuk ke saluran pernapasan Occupational exposure is the most common cause of
asbestosis, but the condition also Ketika memasuki saluran pernapasan, partikel
ini masuk ke dalam paru-paru kesalah satu alveoli dari 300 juta gas yang ada
dan melakukan pertukaran gas.
Setiap alveolus
memiliki banyak sel-sel pembersih yang disebut macrophages menelan partikel
apapun yang dibuat ke bawah alveoli. Alveoli have very thin, elastic walls that
allow an exchange of gases vital to your health - oxygen flows from the alveoli
into your bloodstream to nourish your body, and carbon dioxide waste flows from
your bloodstream into the alveoli and on into your bronchi to be
expelled.Alveoli yang sangat tipis dan elastis yang memungkinkan pertukaran gas
yang penting untuk kesehatan. Oksigen mengalir dari alveoli ke dalam darah
untuk memelihara tubuh, dan karbon dioksida mengalir dari darah ke alveoli dan
ke bronchi untuk dibuang. Asbestos fibers can easily flake off and are small
enough to be inhaled deep into the lungs.Serat asbes dapat dengan mudah
mengelupas dan cukup kecil untuk terhirup masuk ke dalam paru-paru. When they
are inhaled into the lungs, the lungs’ defense cells try to destroy the
asbestos fibers, but the body's defense mechanisms cannot break down
asbestos.Apabila mereka terhirup ke dalam paru-paru, dan serat tersebut
mencapai alveoli (kantung udara) dalam paru-paru, di mana oksigen dipindahkan
ke dalam darah, benda asing (asbes serat) menyebabkan aktivasi dari paru-paru.
Sel pertahanan
paru-paru mencoba merusak serat asbes, tetapi mekanisme pertahanan tubuh tidak
dapat menghancurkan asbes, bahkan untuk macrophage. Macrophage berusaha untuk
menelan sebuah serat asbes, ia sering gagal karena serat yang terlalu panjang.
Dalam prose macrophage tersebut mengeluarkan zat untuk menghancurkan benda
asing, tetapi juga dapat membahayakan alveoli. Hal ini menyebabkan terjadinya
perlukaan di alveoli dan membentuk jaringan parut disebut sebagai proses
fibrosis. Kemudian serat asbes yang tidk dapat tersaring tetap berada di dalam
dan menyebabkan radang paru-paru dan jaringan parut.
Jaringan paru
menyebabkan dinding alveolar menebal dapat mengurangi elastisitas dan kemampuan
mereka untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Sehingga, terjadi
penurunan kapasitas paru-paru, pertukaran oksigen berkurang, dan akan terasa
semakin kekurangan nafas. Lebih dari 50% orang yang terkea dengan mengembangkan
asbestosis plak di pleura parietal, di dalam ruang antara dinding dada dan
paru-paru. Pasien datang dengan inspirasi kering crackles, clubbing finger, dan
pola fibrotik menyebar di bagian bawah lobus paru-paru yang merupakan
tempat paling sering terserang asbestosis.
E.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Radiologis
Penderita dapat mengalami sesak nafas tanpa adanya
kelainan radiologis. Didapatkan infiltrat halus tersebar difus, lokasi kelainan
pada umumnya didaerah lateral dan basal. Pada lapangan paru bawah bilateral
terdapat bercak-bercak nodular. Pada fase lanjut infiltrat makin banyak dan
luas. Bila penyakit bertambah berat batas infiltrat makin tidak jelas dan
jantung membesar. Bila ada penyulit maka akan didapatkan gambaran tumor paru, pelebaran
pleura, ektasis dengan gambaran sarang lebah, cairan dalam rongga pleura.
Pemeriksaan CT-scan meningkatkan diagnostik dengan mendeteksi perubahan pada
pleura dan parenkim yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiologis
biasa.
b.
Tes fungsi paru dengan Oximetry
Evaluasi oksigenasi penting sebab hypoxemia yang belum
dikoreksi akan menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat
mendorong kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan pada saat istirahat
dan selama latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).
c.
Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan
kavasitas vital dan kapasitas paru total,volume residu biasanya normal atau
sedikit menurun serta penurunan kapasitas difusi.Dalam mendeteksi kelainan ini
secara dini maka kita harus mengamati adanya penurunan kapasitas vital dan
kapasitas difusi
d.
Bilas Bronkoalveolar
Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis).
Cairan bilas bronkoalveolar normal mengandung 90% macrophage,10% limfosit dan
sesekali neutrofil.
e.
Pemeriksaan darah
Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi
penurunan oksigen dalam darah yang berhubungan dengan perubahan pernapasan yang
terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan asbes. Nilai normal BGA (Blood
Gas Analysa) adalah PCO2 :35-45mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH : 7,35 – 7,45.
F.
Penatalaksanaan
Tidak ada obat
yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut ditunjukkan. Maka
dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat bernapas dengan
mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau
Acetominophen (Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators
oral atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot
untuk mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang
timbul adalah membuang lendir atau dahak dari paru-paru melalui prosedur
postural drainase. Bila asbestosis sudah memasuki stadium mesotelioma
maka belum ada terapi yang berhasil meningkatkan kesembuhan.
G.
Pencegahan
Asbestosis dapat
dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes dilingkungan kerja.
Penggunaan kontrol debu dapat mengurangi penderita asbestosis, tetapi
mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun yang lalu,
ventilasi udara yang cukup di ruang kerja, penggunaan masker bagi pekerja yang
beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan, Untuk mengurangi resiko terjadinya
kanker paru-paru dianjurkan pekerja pabrik untuk berhenti merokok. Perawatan
medis untuk infeksi saluran pernapasan, dengan sering menggunakan antibiotik
ketika diperlukan. Mereka juga harus berpartisipasi dalam terapi pernapasan
seperti bronkial drainase atau penggunaan humidifier kabut ultrasonik yang
membantu dalam pembersihan lendir dari paru-paru. Pasien harus menghindari
situasi yang mungkin mengekspos mereka untuk infeksi saluran pernapasan seperti
banyak orang
H.
Komplikasi
Komplikasi lanjutan pada asbestosis antara lain:
1.
Efusi pleura
2.
Mesothelioma,
meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura yang disebut
mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut mesotelioma peritoneal.
Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat
disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar krokidolit, satu dari
4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga menyebabkan mesotelioma. Krisotil
mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang tercemar oleh tremolit yang
dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan
selama 30-40 tahun.
3.
Cor pulmonale
4.
Fibrosis
Pulmoner idiopatik
5.
Pneumoconeosis
6.
Kanker bronkus
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
Asbestosis
3.1 Pengkajian
Meliputi:
1)
Identitas pasien
Meliputi nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
Asbestosis lebih sering diderita oleh kalangan pekerja
bangunan atau pekerjaan yang sering berhubungan dengan asbes yang sebagian
besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering menyerang pria dibanding
wanita.
2)
Riwayat Penyakit
Sekarang
Klien sesak saat bernafas, batuk disertai dahak,
mengeluh nyeri dada, peningkatan frekuensi nadi, lemas, nyeri kepala.
3)
Keluhan utama
Pada klien dengan silikosis akan mengeluh sesak,
batuk, demam.
4)
Riwayat Penyakit
dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala luka tenggorok, bersin demam
ringan sebelumnya.
5)
Riwayat penyakit
keluarga
Pauda mumnya klien dengan silikosis tidak memiliki
penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini.
6)
Riwayat
Psikososial
Perawat mengkaji tentang perasaan, status emosional,
dan perilaku klien. Misalnya, klien sering merasa cemas akibat nyeri yang
kronis dan mengisolasi diri karena penyakit yang diderita.
7)
Pemeriksaan
Fisik:
B1 (Breath) : sesak, nyeri saat bernafas akibat adanya
jaringan parut di alveoli, RR menurun, adanya penggunaan otot bantu
pernafasan saat inspirasi, hipoksia
B2 (Blood) : cyanosis, hipoksia, denyut jantung
meningkat, TD meningkat, tachycardi
B3 (Brain) : dizziness, cemas, penurunan kesadaran
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
B6 (Bone): malaise
8)
Pemeriksaan
penunjang
·
Pemeriksaan
laboratorium, biasanya didapatkan leukosit 15.000-40.000/mm³, biakan sputum,
darah, bila perlu cairan efusi pleura
·
Pemeriksaan radiologis,
sebaiknya gunakan foto thoraks posterior-anterior dan lateral. Pada lapangan
paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular.
Hasil diagnosa asbestosis dibangun atas 3 tahap :
·
Riwayat ekspose.
·
Bukti fibrosis
dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi paru-paru
dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar, cairan
atau fibrosis pada biopsi jaringan paru-paru).
·
Tidak adanya
penyebab lain yang menyebabkan fibrosis interstitial.
3.2 Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS : Klien mengeluh sesak
DO : RR menurun, pola nafas tidak teratur, pucat,
ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman nafas, hipoksia, tachycardia,
tekanan O2 dan CO2 menurun. Pada lapang paru bawah bilateral terdapat
bercak-bercak nodular
|
Adanya jaringan parut di alveoli
|
Gangguan Pertukaran gas
|
DS : Demam
DO : Suhu tubuh lebih dari 37 ° C
|
Peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi
sistemis asbes
|
Hipertermi
|
DS : Klien merasa lemah, tidak nyaman
DO : Denyut jantung meningkat, TD meningkat.
|
Kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum
sekunder dari kerusakan pertukaran gas
|
Intoleransi Aktivitas
|
DS : Klien merasa lemas
DO : Kurus, BB menurun, albumin << 3,2 ,
Hb << 11g/dl , rambut terlihat memerah pada anak-anak, lapisan
subkutan tipis.
|
Intake makanan kurang dari kebutuhan
|
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di
alveoli
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder
dari reaksi sistemis silika
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan
peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
3.4 Intervensi dan Rasional
1. Gangguan
pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
Tujuan : Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil : status respiratoris dalam rentang
yang diharapkan; dispnea saat istirahat; gelisah, sianosis, dan keletihan tidak
ada; PaO2, PaCO2, dan pH arteri, dan saturasi O2 dalam batas normal. Nilai
normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :35-45mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH
: 7,35 – 7,45.
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
·
Monitor
bunyi paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha dan produksi sputum sesuai
dengan indikator dari penggunaan alat penunjang yang efektif.
·
Auskultasi
bunyi napas, catat area penurunan aliran udara atau bunyi tambahan
·
Awasi
tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
Mandiri
·
Jelaskan
prosedur pengobatan kepada klien
·
Awasi
tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
·
Konsultasikan
dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dan
penggunaan alat bantu yang dianjurkan.
·
Siapkan
klien untuk ventilasi atau oksigenasi mekanis bila perlu.
Health
edukasi
·
Jelaskan
penggunaan alat bantu pernafasan sesuai indikasi.
·
Ajarkan
kepada pasien tekhnik bernapas dan relaksasi
|
·
Berguna
dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya proses penyakit.
·
Bunyi
napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau konsolidasi
·
Gelisah
dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. Nilai AGD memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan
dengan hipoksemia.
·
Menurunkan
kecemasan klien terhadap prosedur tindakan yang dilakukan.
·
Takikardi,
disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung
·
Dapat
memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
·
Terjadinya
atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan
hidup
·
Memberikan
informasi kepada pasien tentang tata cara menggunakan alat bantu.
·
Dengan
adanya tekhnik bernapas dan relaksasi dapat mengurangi hipoksia
|
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder
dari reaksi sistemis asbes
Tujuan :
pasien mempertahankan suhu tubuh
Kriteria
Hasil: suhu tubuh normal (36-37°C).
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
·
Pantau tanda vital tiap tiga jam atau lebih sering
Mandiri
·
Anjurkan
klien untuk memakai Pakaian yang minimal
·
Berikan
kompres dingin
Kolaborasi
·
Berikan
antipiretik
Health Edukasi
·
Ajarkan
pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat
|
·
Perubahan
frekuensi jantung atau tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami
nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat
·
Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang banyak
·
Pakaian
yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
·
Konduksi
suhu membantu menurunkan suhu tubuh
·
Antipiretik
untuk menurunkan suhu tubuh
·
Agar pasien dapat mempertahankan
asupan cairan tubuhnya
|
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan
peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Tujuan :
pasien menunjukkan penghematan energi untuk aktivitas
Kriteria
Hasil: menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,
tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
·
Monitor
respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
·
Pantau
asupan nutrisi
·
Pantau/dokumentasikan
pola istirahat pasien dan lamanya waktu tidur
Mandiri
·
Hindari
menjalankan aktivitas perawatan selama periode istirahat
·
Bantu
dengan aktivitas fisik teratur
·
Batasi
rangsangan lingkungan
Kolaborasi
·
Kolaborasikan
dengan ahli terapi okupasi, fisik dan atau rekreasi
·
Rujuk
pada pelayanan kesehatan rumah
·
Rujuk
pada ahli gizi untuk merencanakan makanan
Health Edukasi
·
Ajarkan
tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu.
·
Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
|
·
Menetapkan kemampuan, kebutuhan
dan memudahkan pilihan intervensi pasien
·
Asupan nutrisi yang cukup dapat
menjaga keadekuatan energi.
·
Dengan istirahat yang cukup dan
teratur dapat membantu untuk menyiapkan energi yang cukup bagi klien
·
Aktivitas di periode istirahat
dapat menyebabkan pasien kekurangan tenaga sehingg pasien lemas.
·
Dengan aktivitas yang teratur
menyebabkan tubuh terbiasa sehingga klien bisa lebih kuat melakukan aktivitas
·
Dengan membatasi rangsangan dapat
mengurangi tingkat distress klien yang membutuhkan tenaga
·
merencanakan dan memantau program
aktivitas
·
mendapatkan pelayanan tentang
bantuan perawatan di rumah sesuai dengan kebutuhan
·
meningkatkan asupan makanan yang
tinggi energi
·
mencegah kelelahan
·
tirah baring dipertahankan selama
fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien
terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan
|
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan
Tujuan : status gizi baik
Kriteria
Hasil :
ü Antropometri
: BB tidak turun (stabil), Tinggi badan, lingkar lengan
ü Biokimia :
Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dL, Hb Normal anak 11-13 g/dL
ü Klinis :
Tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah.
ü Diet : Klien
menghabiskan porsi makan dan nafsu makan bertambah
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
·
Pastikan pola diet biasa pasien,
yang disukai atau tidak disukai.
·
Pantau masukan dan pengeluaran
dan berat badan secara pariodik.
·
Monitor turgor kulit pasien
·
Pantau nilai laboratorium,
seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
Mandiri
·
Buat perencanaan makan dengan
pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
·
Dukung anggota keluarga untuk
membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
·
Tawarkan makanan porsi besar
disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Kolaborasi
·
Patikan diet memenuhi kebutuhan
pernafasan sesuai indikasi.
Health Edukasi
·
Ajarkan metode untuk perencanaan
makan
·
Ajarkan pasien dan keluarga
tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
|
·
Untuk mendukung peningkatan nafsu
makan pasien
·
Mengetahui keseimbangan intake
dan pengeluaran asuapan makanan
·
Sebagai data penunjang adanya
perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
·
Untuk dapat mengetahui tingkat
kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah
·
Menjaga pola makan pasien
sehingga pasien makan secara teratur
·
Pasien merasa nyaman dengan
makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
·
Dengan pemberian porsi yang besar
dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.
·
Tinggi karbohidrat, protein, dan
kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.
·
Klien terbiasa makan dengan
terencana dan teratur.
·
Menjaga keadekuatan asupan
nutrisi yang dibutuhkan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar