Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP ATREAL SEPTAL DEFECT (ASD)



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
Masalah kesehatan dengan kelainan jantung masih menduduki peringkat yang tinggi penyebab faktor genetik dan faktor prenatal. Jantung adalah salah satu kelainan yang menggangu system dalam tubuh yang paling penting. Salah satu kelainan jantung tersebut ialah Artium Septum Defek (ASD) yang merupakan lubang pada sekat atrium yang menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri (Samik Wahab, 2009).
Penyebab dari jantung itu ada berbagai macam, terutama penyakit jantung yang kelaianan bawaan ini adalah ASD ini di sebabkan oleh Faktor Prenatal yaitu ibu dengan infeksi rubela,    ibu alkoholisme,  ibu yang mengkonsumsi obat-obatan penenang atau jamu, ibu dengan usia lebih dari 45 tahun dan pada faktor  faktor genetik yaitu anak yang lahir sebelumnya menderita PJB, ayah atau ibu menderita PJB, kelainan kromosom seperti Down Syndrome dan lahir dengan kelainan bawaan lain.
            Berdasarkan data penyakit jantung kongenital meningkat 2 sampai 6% jika terdapat riwayat keluarga yang terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan kromosom, Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak perempuan dibandingkan anak laki- laki (rasio perempuan : laki-laki = 1,5 sampai 2:1) (Kapita Selekta, 2008).
Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun potensial akibat adanya penyakit jantung ASD adalah penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, aktual atau resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat akibat sekunder dari adanya sesak nafas, mual, anoreksia, daya hisap bayi kurang, aktual/resiko tinggi pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelainan vaskuler paru obstruktif akibat sekunder atau stenosis pulmoner, dan resiko kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapiutik, tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

1.2    Tujuan penulisan
Memperoleh pemahaman serta mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien jantung ASD.

1.3    Manfaat
2.        Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan kelainan jantung khususnya ASD.
3.        Bagi Perawat
Perawat atau tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang ASD sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan secara profesional.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Definisi
ASD adalah kelainan anatomik jantung akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan pemisahan rongga atrium menjadi atrium kanan dan kiri  (Arif, 2007).
Atrial Septal Defect adalah Setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri (Samik Wahab, 2009)
ASD merupakan hubungan atau lubang abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.
ASD adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.

2.2         Etiologi
Penyebab ASD belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga berpengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD yaitu antara lain:
1.        Faktor Prenatal
a.         ibu dengan infeksi rubela
b.        ibu alkoholisme
c.         ibu yang mengkonsumsi obat-obatan penenang atau jamu
d.        ibu dengan usia lebih dari 45 tahun

2.        Faktor Genetik
a.         Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b.        Ayah atau ibu menderita PJB
c.         Kelainan kromosom seperti Down Syndrome
d.        Lahir dengan kelainan bawaan lain.

2.3         Klasifikasi
Berdasrkan variasi kelainan anatominya, defek sekat atrium dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Defek sekat atriumtipe primum (tipe I)
Kondisi ini disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum premium yang gagal berkembang mencapai endocardium cushion (bantalan endokardium).
Kejadian defek sekat atrium tipe I ini adalah sekitar 30 % dari seluruh defek sekat atrium. Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah sebagai berikut :
a.    Atrium tunggal (atrium komunis)
b.    Adanya defek sekat septum primum yang disertai dengan defek pada daun katup mitral anterior dan trikuspidal (defek kanal atrivontrikuler inkomplet)
c.    Adanya defek sekat primum sekat atrium, defek katup mitral dan trikuspidal, dan ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas (defek kanal atriventrikuler komplet).

2.    Defek sekat atrium tipe sekundum (tipe II)
Tipe yang paling sering terjadi sekitar 70% dari kasus defek sekat atrium. Berdasarkan lokasi defek tipe ini terbagi menjadi:
a.    Defek pada fossa ovalis
Defek ini paling sering terjadi, dapat tunngal maupun multipel. Dapat pula terjadi sebagai foramen ovale paten.
b.    Defek tipe sinus venosus vena cava soperior
Defek terjadi di superior sampai fossa ovalis. Tipe defek sinus venosus ini berkisar 10% dari seluruh kelainan defek sekat atrium
c.    Defek tipe sinus venosus vena cava inferior
Defek terjadi di posterior dan inferior sampai fossa ovalis. Jenis
                                                                      
2.4    Manifestasi Klinis
a.         Adanya Dispnea
b.        Kecenderungan infeksi pada jalan nafas
c.         Palpitasi
d.        Kardiomegali
e.         atrium dan ventrikel kanan membesar
f.         Diastolik meningkat
g.        Sistolik Rendah
h.        Pada bayi jika piro besar berat badan anak sedikit berkurang
2.5    Pemeriksaan Diagnostik
1.        Elektrokardiografi
Gambaran EKG penting dalam membantu diagnosis DSA sekundum. EKG menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (Rigth axis deviation) pada DSA sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan defiasi sumbu ke kiri (left axis deviation). Blok AV derajat I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defect sekundum.
2.        Ekokardiografi
Dengan alat diagnosis ini dapat dibuat diagnosis pasti. Defect ini paling baik difisualisasikan dengan menggunakan pandangan subxifoid, karena tegak lurus pada sekat atrium. Dengan menggunakan pemetaan aliran dopler bewarna dapat dilihat aliran shunt yang melewati defect septum. Dengan ekokardiografi M-mode, pada defect sekat atrium tipe sekundum sering tampak pembesaran ventrikel kanan dan juga terlihat gerakan septum yang paradoks atau mendatar.
            Sementara itu pada defect sekat atrium tipe primum kadang kita perlu melihat gamabaran katub mitral. Gambaran ini dapat dilihat paling baik pada pandangan sumbu pendek subsifoid dan parasternal.

3.        Foto rontgen
Ukuran jantung membesar sebanding dengan besar shunt. Mungkin terdapat pembesaran jantung kanan yang tampak sebagai penonjolan pada bagian kanan atas jantung. Batang arteri pulmonalis juga dapat membesar dan tampak sebagai tonjolan pulmonal yang prominen. Vaskularisasi corakan paru bertambah. Gambaran ini (disertai dengan gejala klinik yang ada) sering didiagnosis sebagai Klompleks Primer Tuberkulosis (KPTB).

4.    Kateterisasi jantung
Kadang-kadang dilakukan untuk melihat tekanan pada masing-masing ruangan jantung misalnya hipertensi pulmonal.


5.    MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Alat ini dapat mendeteksi anomali muara vena. Dapat digunakan pula untukmengukur besar defek dan memperkirakan besar aliran shunt.

2.6    Penatalaksanaan
Penderita ASD biasanya tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan, defek berukuran < 3mm akan menutup secara spontan. Namun apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau keleinan pembuluh darah pulmonal. Setelah keberhasiklan pembedahan atau penutupan dengan alat, komplikasi jangka panjang jarang terjadi dan terutama ditentukan oleh ukuran pirau kiri-ke kanan sebelum pembedahan serta lam intervensi. Semakin besar pirau dan semakin lama saat penutupan defek, maka semakin besar kemungkinan dilatasi jantung kanan bermakna dan hipertensi paru.
Masalah jangka panjang yang paling sering terjadi adalah timbulnya aritmia atrium terutama fibrilasi atrium, yang mungkin membutuhkan pengobatan anti aritmia dan atau antikoagulasi jangka panjang. Resiko endokarditis infektif pada ASD yang tidak dikoreksi sangat rendah sehingga profiklasis tidak diperlukan kecuali terdapat defek terkait lainnya. Untuk pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani  pencabutan gigi untuk mengurangi resiko endokarditis infektif.
2.7    Komplikasi
a.         Hipertensi pulmonal
b.        Gagal jantung
c.         Endokarditis
d.        Aritmia

2.8    Prognosis

ASD dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun pada anak. Kadang pada ASD dengan shunt yang besar menimbulkan gejala-gejala gagal jantung dan pada keadaan ini perlu dibantu dengan digitalis. Bila dengan digitalis tidak berhasil maka perlu dioperasi. ASD dengan shunt yang besar operasi segera dipertimbangkan guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada ASD tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan darah pada ventrikel kanan normal maka operasi tidak perlu dilakukan.
Pada defek sekat atrium primum sering terjadi gagal jantung daripada ASD II. Gagal jantung biasanya terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Endokarditis sub akut lebih sering terjadi pada ASD tipe I sedangkan hipertensi pulmonal pada tipe II.



BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Pengkajian
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1.    Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, bangsa, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat.
2.    Keluhan utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan pada kasus ASD adalah sesak, gelisah, pada anak atau bayi tidak mau menetek, sulit tidur, pasien merasa letih
3.    Riwayat penyakit sekarang
Pada anak biasanya mengalami sesak napas, berkeringat banyak dan terdapat penbengkakan pada tungkai tetepi biasanya tergantung pada derajat dan defek yang terjadi.
4.    Riwayat penyakit dahulu
a.    Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehemilan ibu (infeksi firus rubela), mungkin ada riwayat penggunaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu
b.    Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi
c.    Riwayat neonatus
ü  Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnue
ü  Anak rewel dan kesakitan
ü  Tumbuh kembang anak terhambat
ü  Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
ü  Sosial ekonomi keluarga yang rendah
5.    Riwayat penyakit keluarga
a.    Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantung

b.    Penyakit keturunan
c.    Penyakit konginetal atau bawaan
6.    Psikososial
a.    Penurunan pern dalam aktivitas sosial dan keluarga
b.    Ansietas, kwatir, takut,stress yang berhubunagn dengan penyakit
3.2 Pemeriksaan Fisik
1.    Breathing
Nafas pendek, retraksi pada vena jugulum, sela interkosta dan region epigastrium. Diameter dada bertambah
2.    Blood
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul di ventrikel kiri. Teraba getaran bising atau mur-mur pada dinding dada, pada ASD getaran bising teraba di sela iga ke 2 atau 3 kiri. Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama denagn ventrikel kanan.
3.    Brain
Ujung-ujung jari hiperemik
4.    Bleeder
Terjadi penurunan produksi urine
5.    Bowel
Hepatomegali atau splenomegali mungkin terlihat
6.    Bone
Tidak terdapat gangguan pada tulang

3.2  Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium, foto thorak,ecg dan echo

3.4  Diagnosa Keperawatan
1.      Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea
5.      Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal


3.5  Rencana Asuhan Keperawatan
1.    Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam, penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas normal
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan episod dypsnea, tekanan darah dalam batas normal, nadi 80 x/mnt, tidak terjadi aritmia, denyut dan irama jantung teratur, CRT < 3 detik.
Intervensi :
a.         Kaji nilai CO dengan monitor jantung dalam 1 menit
R/ : CO adalah jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap 1 menit
b.         Palpasi  nadi perifer
R/ : tanda penurunan curah jantung dapat diperlihatkan dengan ciri, menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah) mungkin ada.
c.         Kaji perubahan pada sensorik,  ex: letargi, cemas dan depresi
R/ : penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya perfusi cerebra
a.         Berikan istirahat semi recumben pada tempat tidur atau kursi, kaji denga pemeriksaan fisik sesuai dengan indikasi
R : istirahat fisik harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan atau konsumsi  oksigaen miokardium dan kerja berlebihan.
d.        Berikan istirahat psikologis dengan lingkungan tenang, menjelaskan manajemen medis atau keperawatan, membantu klien menghindari stres, mendengar atau merespon terhadap ekspresi perasaan takut.
R/: Stres emosi menghasilkan respons vasokonstriksi, yang terkait langsung dengan peningkatan tekanan darah, frekwensi dan kerja jantung.
e.         Batasi aktivitas seperti BAB dan BAK di samping tempat tidur, hindari manuver valsava : mengejan, defekasi, menahan nafas selama perubahan posisi.
2.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru.
Tujuan : klien memperlihatkan peningkatan fungsi  pernapasan
kriteria hasil : pernapasan tetap dalam batas normal 16 - 20 x / menit, warna kulit baik dan klien tenang
Intervensi :
a.         Kaji frekuensi pernapasan warna kulit serta saturasi oksigen
R/ mengetahui secara dini kebutuhan oksigen klien
b.        Beikan posisi 30 – 45 derajat
 R/untuk memudahkan respirasi baru
c.         Berikan oksigen yang sudah dilembabkan sesuai program
R/ meningkatkan kesediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium agar tidak terjadi hipoksia

3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : klien menunjukkan perbaikan curah jantung yang terlihat dari aktivitas klien.
Kriteria hasil :
ü klien menentukan dan melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
ü klien mendapatkan waktu istirahat atau tidur yang tepat
Intervensi :
a.         Taksiran tingkat kelelahan, kemampuan untuk melakukan ADL
R/ untuk memberikan informasi tentang energi cadangan dan respon untuk beraktivitas
b.        Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup
R/ untuk meningkatkan istirahat dan menghemat energi 
c.         Hindari suhu lingkungan yang ekstrim
R/ hipertermia atau hipotermia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen


4.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : - Bayi dapat menetek atau mengisap dot
                         - TTV dalam batas normal
                             - Intake dan output seimbang
Intervensi :
a.         Berikan penjelasan kepada orang tua / keluarga Kx dalam melakukan tindakan
R/ Untuk memudahkan dalam melakukan proses keperawatan.
b.        Pasang infus jika bayi sangat dispnea
R/ Infus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Kx dan untuk memasukkan obat. Jika bayi sangat dispnea susah mengisap dot atau menetek.
c.         Perhatikan tetasan infus
R/ Tetesan infus yang terlalucepat akan menambah beban kerja jantung.
d.        Hitung intake dan output cairan Kx
R/ Untuk memantau keseimbangan cairan, bila kelebihan atau kekurangan dapat cepat diatasi.
e.         Berikan minum pada Kx atau biarkan menetek jika sesak berkurang dengan sela istirahat
R/ Membantu veflek menetek.
f.         Anjurkan ibu Kx untuk memangku Kx pada saat menetek
R/ Untuk menghindari tersedat dan memberikan kontak psikologis.
g.        Catat intake dan output Kx
R/ Untuk mengetahui intake dan output.





BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Atrial Septal Defect  (ASD) adalah setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri. ASD biasanya terjadi karena 2 faktor yaitu faktor prenatal dan faktor genetik. Gejala yang sering tampak antara lain adanya dispnea, kecenderungan infeksi pada jalan nafas, palpitasi, kardiomegali, atrium dan ventrikel kanan membesar, diastolik meningkat, sistolik rendah, pada bayi jika piro besar berat badan anak sedikit berkurang.
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu elektrokardiografi, ekokardiografi, katerisasi jantung, MRI, dan foto rongen. Untuk penderita ASD pada bayi yang berusia sebelum 3 bulan, defek berukuran < 3mm maka akan menutup secara spontan. Namun apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau keleinan pembuluh darah pulmonal. Diagnosa keperawatan yang muncul pada ASD antara lain. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, aktual atau resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat akibat sekunder dari adanya sesak nafas, mual, anoreksia, daya hisap bayi kurang.
4.2 Saran
1.      Bagi pasien
Pasien mengerti tentang penyakitnya dan pasien mau kontrol rutin dan berobat jalan sesuai advis dokter. Pasien juga diharapkan mengerti dan mengetahui gejala pada Atrium Septal Defect.


2.      Bagi perawat
Dalam melakukan asuhan keperawatan perlu adanya pendekatan untuk menciptakan hubungan saling percaya agar pasien itu mau mengungkapkan masalahnya sehingga perawat dapat menjalankan asuhan keperawatan dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA

Masjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaplus
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Marilynn.2007. Rencana Aauhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Oemar, Hamid.2003. Kardiologi. PT Gelora Aksara
Wahab, Samik.2010. Penyakit Jantung Kongenital yang tidak Sianosis. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar