BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Masalah kesehatan dengan kelainan jantung masih
menduduki peringkat yang tinggi penyebab faktor genetik dan faktor prenatal.
Jantung adalah salah satu kelainan yang menggangu system dalam tubuh yang
paling penting. Salah satu kelainan jantung tersebut ialah Artium Septum Defek
(ASD) yang merupakan lubang pada sekat atrium yang
menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri (Samik Wahab, 2009).
Penyebab
dari jantung itu ada berbagai macam, terutama penyakit jantung yang kelaianan
bawaan ini adalah ASD ini di sebabkan oleh Faktor Prenatal yaitu ibu dengan infeksi
rubela, ibu alkoholisme, ibu yang
mengkonsumsi obat-obatan penenang atau jamu, ibu dengan usia lebih dari 45
tahun dan pada faktor
faktor genetik yaitu anak yang lahir sebelumnya
menderita PJB, ayah atau ibu menderita PJB, kelainan kromosom seperti Down
Syndrome dan lahir dengan kelainan bawaan lain.
Berdasarkan data penyakit jantung
kongenital meningkat 2 sampai 6% jika
terdapat riwayat keluarga yang
terkena sebelumnya. Selain itu, 5-8% penderita penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengan kelainan kromosom, Kelainan ini lebih sering ditemukan
pada anak perempuan dibandingkan anak laki- laki (rasio perempuan : laki-laki =
1,5 sampai 2:1) (Kapita Selekta, 2008).
Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun potensial akibat adanya
penyakit jantung ASD adalah penurunan curah jantung
yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek, gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan odema paru, intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan, aktual atau resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat akibat sekunder dari
adanya sesak nafas, mual, anoreksia, daya hisap bayi kurang, aktual/resiko
tinggi pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelainan vaskuler paru
obstruktif akibat sekunder atau stenosis pulmoner, dan resiko kekambuhan yang
berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapiutik, tidak mau
menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
1.2
Tujuan penulisan
Memperoleh
pemahaman serta mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
pasien jantung ASD.
1.3
Manfaat
2.
Bagi Mahasiswa
Mahasiswa
dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan kelainan jantung khususnya
ASD.
3.
Bagi Perawat
Perawat
atau tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang ASD sehingga
dapat melakukan asuhan keperawatan secara profesional.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi
ASD adalah kelainan anatomik jantung akibat terjadinya
kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan pada tahap perkembangan
pemisahan rongga atrium menjadi atrium kanan dan kiri (Arif, 2007).
Atrial
Septal Defect adalah Setiap lubang pada sekat atrium yang menyebabkan hubungan
antara atrium kanan dan kiri (Samik Wahab, 2009)
ASD merupakan hubungan atau lubang
abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.
ASD adalah hubungan langsung antara
serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan
sekat.
2.2
Etiologi
Penyebab ASD
belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
berpengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD yaitu antara lain:
1.
Faktor Prenatal
a.
ibu dengan infeksi rubela
b.
ibu alkoholisme
c.
ibu yang mengkonsumsi obat-obatan
penenang atau jamu
d.
ibu dengan usia lebih dari 45 tahun
2.
Faktor Genetik
a.
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b.
Ayah atau ibu menderita PJB
c.
Kelainan kromosom seperti Down Syndrome
d.
Lahir dengan kelainan bawaan lain.
2.3
Klasifikasi
Berdasrkan
variasi kelainan anatominya, defek sekat atrium dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Defek
sekat atriumtipe primum (tipe I)
Kondisi
ini disebabkan oleh defek yang terjadi pada septum premium yang gagal
berkembang mencapai endocardium cushion (bantalan endokardium).
Kejadian
defek sekat atrium tipe I ini adalah sekitar 30 % dari seluruh defek sekat
atrium. Beberapa variasi anatomis defek tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Atrium
tunggal (atrium komunis)
b. Adanya
defek sekat septum primum yang disertai dengan defek pada daun katup mitral
anterior dan trikuspidal (defek kanal atrivontrikuler inkomplet)
c. Adanya
defek sekat primum sekat atrium, defek katup mitral dan trikuspidal, dan
ditambah dengan defek pada sekat ventrikel bagian atas (defek kanal
atriventrikuler komplet).
2. Defek
sekat atrium tipe sekundum (tipe II)
Tipe
yang paling sering terjadi sekitar 70% dari kasus defek sekat atrium.
Berdasarkan lokasi defek tipe ini terbagi menjadi:
a. Defek
pada fossa ovalis
Defek ini paling sering
terjadi, dapat tunngal maupun multipel. Dapat pula terjadi sebagai foramen
ovale paten.
b. Defek
tipe sinus venosus vena cava soperior
Defek terjadi di
superior sampai fossa ovalis. Tipe defek sinus venosus ini berkisar 10% dari
seluruh kelainan defek sekat atrium
c. Defek
tipe sinus venosus vena cava inferior
Defek terjadi di
posterior dan inferior sampai fossa ovalis. Jenis
2.4
Manifestasi
Klinis
a.
Adanya Dispnea
b.
Kecenderungan infeksi pada jalan nafas
c.
Palpitasi
d.
Kardiomegali
e.
atrium dan ventrikel kanan membesar
f.
Diastolik meningkat
g.
Sistolik Rendah
h.
Pada bayi jika piro besar berat badan anak sedikit
berkurang
2.5
Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Elektrokardiografi
Gambaran
EKG penting dalam membantu diagnosis DSA sekundum. EKG menunjukkan pola RBBB
pada 95%, yang menunjukkan terdapatnya beban volume ventrikel kanan. Deviasi
sumbu QRS ke kanan (Rigth axis deviation) pada DSA sekundum membedakannya dari
defek primum yang memperlihatkan defiasi sumbu ke kiri (left axis deviation).
Blok AV derajat I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defect
sekundum.
2.
Ekokardiografi
Dengan
alat diagnosis ini dapat dibuat diagnosis pasti. Defect ini paling baik
difisualisasikan dengan menggunakan pandangan subxifoid, karena tegak lurus
pada sekat atrium. Dengan menggunakan pemetaan aliran dopler bewarna dapat
dilihat aliran shunt yang melewati
defect septum. Dengan ekokardiografi M-mode, pada defect sekat atrium tipe
sekundum sering tampak pembesaran ventrikel kanan dan juga terlihat gerakan
septum yang paradoks atau mendatar.
Sementara itu pada defect sekat
atrium tipe primum kadang kita perlu melihat gamabaran katub mitral. Gambaran
ini dapat dilihat paling baik pada pandangan sumbu pendek subsifoid dan
parasternal.
3.
Foto rontgen
Ukuran
jantung membesar sebanding dengan besar shunt. Mungkin terdapat pembesaran
jantung kanan yang tampak sebagai penonjolan pada bagian kanan atas jantung.
Batang arteri pulmonalis juga dapat membesar dan tampak sebagai tonjolan
pulmonal yang prominen. Vaskularisasi corakan paru bertambah. Gambaran ini
(disertai dengan gejala klinik yang ada) sering didiagnosis sebagai Klompleks
Primer Tuberkulosis (KPTB).
4. Kateterisasi
jantung
Kadang-kadang
dilakukan untuk melihat tekanan pada masing-masing ruangan jantung misalnya hipertensi
pulmonal.
5. MRI
(Magnetic Resonance Imaging)
Alat
ini dapat mendeteksi anomali muara vena. Dapat digunakan pula untukmengukur
besar defek dan memperkirakan besar aliran shunt.
2.6
Penatalaksanaan
Penderita
ASD biasanya tidak menunjukkan keluhan. Pada bayi sebelum usia 3 bulan, defek
berukuran < 3mm akan menutup secara spontan. Namun apabila lubang tersebut
besar maka operasi untuk menutup lubang tersebut dianjurkan guna mencegah
terjadinya gagal jantung atau keleinan pembuluh darah pulmonal. Setelah
keberhasiklan pembedahan atau penutupan dengan alat, komplikasi jangka panjang
jarang terjadi dan terutama ditentukan oleh ukuran pirau kiri-ke kanan sebelum
pembedahan serta lam intervensi. Semakin besar pirau dan semakin lama saat
penutupan defek, maka semakin besar kemungkinan dilatasi jantung kanan bermakna
dan hipertensi paru.
Masalah
jangka panjang yang paling sering terjadi adalah timbulnya aritmia atrium terutama
fibrilasi atrium, yang mungkin membutuhkan pengobatan anti aritmia dan atau
antikoagulasi jangka panjang. Resiko endokarditis infektif pada ASD yang tidak
dikoreksi sangat rendah sehingga profiklasis tidak diperlukan kecuali terdapat
defek terkait lainnya. Untuk pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya
diberikan setiap kali sebelum penderita menjalani pencabutan gigi untuk mengurangi resiko
endokarditis infektif.
2.7
Komplikasi
a.
Hipertensi pulmonal
b.
Gagal jantung
c.
Endokarditis
d.
Aritmia
2.8
Prognosis
ASD
dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun pada anak. Kadang pada ASD
dengan shunt yang besar menimbulkan gejala-gejala gagal jantung dan pada
keadaan ini perlu dibantu dengan digitalis. Bila dengan digitalis tidak
berhasil maka perlu dioperasi. ASD dengan shunt yang besar operasi segera
dipertimbangkan guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertensi
pulmonal pada ASD tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan
darah pada ventrikel kanan normal maka operasi tidak perlu dilakukan.
Pada
defek sekat atrium primum sering terjadi gagal jantung daripada ASD II. Gagal
jantung biasanya terjadi pada umur kurang dari 5 tahun. Endokarditis sub akut
lebih sering terjadi pada ASD tipe I sedangkan hipertensi pulmonal pada tipe
II.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian
Data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas
pasien
Nama, usia, jenis
kelamin, bangsa, pekerjaan, pendidikan, agama, alamat.
2. Keluhan
utama
Keluhan utama yang
biasanya dirasakan pada kasus ASD adalah sesak, gelisah, pada anak atau bayi
tidak mau menetek, sulit tidur, pasien merasa letih
3. Riwayat
penyakit sekarang
Pada anak biasanya
mengalami sesak napas, berkeringat banyak dan terdapat penbengkakan pada
tungkai tetepi biasanya tergantung pada derajat dan defek yang terjadi.
4. Riwayat
penyakit dahulu
a. Prenatal
History
Diperkirakan adanya
keabnormalan pada kehemilan ibu (infeksi firus rubela), mungkin ada riwayat
penggunaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu
b. Intra
natal
Riwayat kehamilan
biasanya normal dan diinduksi
c. Riwayat
neonatus
ü Gangguan
respirasi biasanya sesak, takipnue
ü Anak
rewel dan kesakitan
ü Tumbuh
kembang anak terhambat
ü Terdapat
edema pada tungkai dan hepatomegali
ü Sosial
ekonomi keluarga yang rendah
5. Riwayat
penyakit keluarga
a. Adanya
keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantung
b. Penyakit
keturunan
c. Penyakit
konginetal atau bawaan
6. Psikososial
a. Penurunan
pern dalam aktivitas sosial dan keluarga
b. Ansietas,
kwatir, takut,stress yang berhubunagn dengan penyakit
3.2
Pemeriksaan
Fisik
1. Breathing
Nafas pendek, retraksi
pada vena jugulum, sela interkosta dan region epigastrium. Diameter dada
bertambah
2. Blood
Impuls jantung
hiperdinamik kuat terutama yang timbul di ventrikel kiri. Teraba getaran bising
atau mur-mur pada dinding dada, pada ASD getaran bising teraba di sela iga ke 2
atau 3 kiri. Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising
karena tekanan di ventrikel kiri sama denagn ventrikel kanan.
3. Brain
Ujung-ujung jari
hiperemik
4. Bleeder
Terjadi
penurunan produksi urine
5. Bowel
Hepatomegali atau splenomegali mungkin terlihat
6. Bone
Tidak terdapat
gangguan pada tulang
3.2 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium, foto thorak,ecg dan echo
3.4 Diagnosa
Keperawatan
1. Penurunan
curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan dispnea
5. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan
1. Penurunan
curah jantung yang berhubungan dengan penurunan volume ventrikel kiri, atrium septum defek.
Tujuan : dalam waktu 3
x 24 jam, penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital
dalam batas normal
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan
episod dypsnea, tekanan darah dalam batas normal, nadi 80 x/mnt, tidak terjadi
aritmia, denyut dan irama jantung teratur, CRT < 3 detik.
Intervensi :
a.
Kaji
nilai CO dengan monitor jantung dalam 1 menit
R/ : CO adalah jumlah darah yang dipompa oleh jantung
setiap 1 menit
b.
Palpasi
nadi perifer
R/
: tanda penurunan curah jantung dapat diperlihatkan dengan ciri, menurunnya nadi, radial, popliteal,
dorsalis pedis, dan postibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah)
mungkin ada.
c.
Kaji perubahan pada sensorik, ex: letargi, cemas dan depresi
R/
: penurunan curah jantung dapat mengakibatkan tidak efektifnya perfusi cerebra
a.
Berikan istirahat semi recumben pada
tempat tidur atau kursi, kaji denga pemeriksaan fisik sesuai dengan indikasi
R : istirahat fisik
harus dipertahankan selama gagal jantung kongestif akut atau refraktori untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan atau
konsumsi oksigaen miokardium dan kerja
berlebihan.
d.
Berikan istirahat psikologis dengan
lingkungan tenang, menjelaskan manajemen medis atau keperawatan, membantu klien
menghindari stres, mendengar atau merespon terhadap ekspresi perasaan takut.
R/: Stres emosi
menghasilkan respons vasokonstriksi, yang terkait langsung dengan peningkatan
tekanan darah, frekwensi dan kerja jantung.
e.
Batasi aktivitas seperti BAB dan BAK di
samping tempat tidur, hindari manuver valsava : mengejan, defekasi, menahan
nafas selama perubahan posisi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru.
Tujuan : klien memperlihatkan peningkatan fungsi pernapasan
kriteria hasil : pernapasan tetap dalam batas normal 16 - 20 x / menit,
warna kulit baik dan klien tenang
Intervensi :
a.
Kaji
frekuensi pernapasan warna kulit serta saturasi oksigen
R/ mengetahui secara dini kebutuhan oksigen klien
b.
Beikan
posisi 30 – 45 derajat
R/untuk memudahkan respirasi baru
c.
Berikan
oksigen yang sudah dilembabkan sesuai program
R/ meningkatkan kesediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium agar tidak
terjadi hipoksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : klien menunjukkan perbaikan curah jantung yang terlihat dari aktivitas
klien.
Kriteria hasil :
ü
klien
menentukan dan melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
ü
klien
mendapatkan waktu istirahat atau tidur yang tepat
Intervensi :
a.
Taksiran
tingkat kelelahan, kemampuan untuk melakukan ADL
R/ untuk memberikan informasi tentang energi cadangan dan respon untuk
beraktivitas
b.
Berikan
periode istirahat dan tidur yang cukup
R/ untuk meningkatkan istirahat dan menghemat energi
c.
Hindari
suhu lingkungan yang ekstrim
R/ hipertermia atau hipotermia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan dispnea
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : - Bayi dapat menetek atau mengisap
dot
- TTV dalam batas normal
- Intake dan output seimbang
Intervensi :
a.
Berikan penjelasan kepada orang tua /
keluarga Kx dalam melakukan tindakan
R/
Untuk memudahkan dalam melakukan proses keperawatan.
b.
Pasang infus jika bayi sangat dispnea
R/
Infus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi Kx dan untuk memasukkan obat. Jika bayi
sangat dispnea susah mengisap dot atau menetek.
c.
Perhatikan tetasan infus
R/
Tetesan infus yang terlalucepat akan menambah beban kerja jantung.
d.
Hitung intake dan output cairan Kx
R/
Untuk memantau keseimbangan cairan, bila kelebihan atau kekurangan dapat cepat
diatasi.
e.
Berikan minum pada Kx atau biarkan
menetek jika sesak berkurang dengan sela istirahat
R/
Membantu veflek menetek.
f.
Anjurkan ibu Kx untuk memangku Kx pada
saat menetek
R/
Untuk menghindari tersedat dan memberikan kontak psikologis.
g.
Catat intake dan output Kx
R/
Untuk mengetahui intake dan output.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Atrial Septal Defect (ASD) adalah setiap lubang pada sekat atrium
yang menyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri. ASD biasanya terjadi
karena 2 faktor yaitu faktor prenatal dan faktor genetik. Gejala yang sering
tampak antara lain adanya dispnea, kecenderungan infeksi pada jalan
nafas, palpitasi, kardiomegali, atrium dan ventrikel kanan membesar, diastolik
meningkat, sistolik rendah, pada bayi jika piro besar berat badan anak sedikit
berkurang.
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu elektrokardiografi, ekokardiografi,
katerisasi jantung, MRI, dan foto rongen. Untuk penderita ASD pada bayi
yang berusia sebelum 3 bulan, defek berukuran < 3mm maka akan menutup secara
spontan. Namun apabila lubang tersebut besar maka operasi untuk menutup lubang
tersebut dianjurkan guna mencegah terjadinya gagal jantung atau keleinan
pembuluh darah pulmonal. Diagnosa keperawatan yang muncul pada ASD antara lain. Penurunan curah jantung yang
berhubungan dengan penurunan
volume ventrikel kiri, atrium septum defek, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan odema paru,
intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan, aktual atau resiko tinggi
gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
tidak adekuat akibat sekunder dari adanya sesak nafas, mual, anoreksia, daya hisap bayi kurang.
4.2
Saran
1.
Bagi
pasien
Pasien mengerti tentang penyakitnya dan pasien mau
kontrol rutin dan berobat jalan sesuai advis dokter. Pasien juga diharapkan
mengerti dan mengetahui gejala pada Atrium Septal Defect.
2.
Bagi
perawat
Dalam melakukan asuhan keperawatan perlu adanya
pendekatan untuk menciptakan hubungan saling percaya agar pasien itu mau
mengungkapkan masalahnya sehingga perawat dapat menjalankan asuhan keperawatan
dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Masjoer,
Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculaplus
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Marilynn.2007.
Rencana Aauhan Keperawatan. Jakarta:
EGC
Oemar,
Hamid.2003. Kardiologi. PT Gelora
Aksara
Wahab, Samik.2010. Penyakit Jantung Kongenital yang tidak Sianosis. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar