Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP KUSTA



A.     KONSEP DASAR

I.        PENGERTIAN

Kusta (Lepra atau Morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae (M. Leprae). (Arief Masyor, 1999).
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang intra seluler obligant saraf perifer sebagai afinitas pertama lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. (Andhi Djuanda, 1999 : 71).

II.     ETIOLOGI

M. Leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa nafas bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri M. Leprae 12 – 21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari – 40 tahun.Ketidak keseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit oleh karena respon Imonologi

III.  KLASIFIKASI PENDERITA KUSTA

Klasifikasi PB dan MB menurut Depkes RI, 1999
Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologis
Tipe PB
Tipe MB
1.      Bercak (Makula)
A.     Jumlah
B.     Ukuran
C.     Distribusi

D.     Permukaan
E.      Batas
F.      Gangguan sensibilitas

G.     Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak
2.      Infiltrat
A.     Kulit
B.     Membrana mukosa (hidung tersumbat pendarahan di hidung)
3.      Nodulus
4.      Penebalan syaraf


5.      Deformatis (cacat)

6.      Sediaan apus
7.      Ciri-ciri khusus

1 – 5
Kecil dan besar
Unilateran atau bilateral asimetris
Kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan jelas


Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak.


Tidak ada
Tidak pernah ada



Tidak ada
Lebih sering terjadi dini asimetris

Biasanya asimetris terjadi dini
BTA negatif (-)
Central healing penyembuhan ditengah

Banyak
Kecil
Bilateral, simetris

Halus, berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas, jika tidak terjadi pada yang sudah lanjut
Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok


Ada kadang ada tidak
Kadang ada



Kadang ada
Terjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari satu dan simetris
Terjadi pada stadium lanjut
BTA positif (+)
Punched out lesion (lesi seperti kue dona), nadarosis, ginekomastia, hidung pelana, suara sengau

Klasifikasi PB dan MB menurut WHO (1995)

Tipe PB
Tipe MB
1.       Lesi kulit






2.       Kerusakan syaraf (menyebabkan hilangnya sensasi / kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena).
-       1 – 5 lesi
-       Hipopingmentasi / eritema
-       Distribusi tidak simetris
-       Hilangnya sensasi yang jelas
-       Hanya satu cabang saraf
-     > 5 lesi
-     Distribusi lebih simetris
-     Hilangnya sensasi



-     Banyak cabang saraf

IV. 
Mycobacterium leprae
 
PATOFISIOLOGI













Gambaran klinis
 

Histopatologi
 





Pausi basiler
-    Asimetris
-    Batas jelas
-    Hipopigmentasi
-    Kering
-    Anestesis
-    Gangguan lebih dini dan menonjol
 


Multi basiler
-    Simetris
-    Tidak jelas
-    Eritematus
-    Mengkilat
-    Hipoestesi
-    Pada stadium akhir gambaran anastesis pada sarung tangan dan kaos kaki
 





Berpredileksi di daerah tubuh yang relatif lebih dingin (hidung, cuping telingga, kaki)
 

Granuloma penuh basil yang menyeluruh
 
Tubuh kehilangan respon imun seluler
 
Bakterioskopis
 






















V  CARA PENULARAN
      Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta type MB (Multi basiler)kepada orang lain dengan penularan secara langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit.

VI  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT KUSTA
1.       Sumber penularan
      Sumber penularan adalah penderita kusta type MB (multy Bksiler) belum diketahui dan belum diketahui obatnya, penderita kusta ini tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur.
2.   Kuman kusta
      Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu dan cuaca,dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.
3.   Daya tahan tubuh
      Hanya manusia yang dikenal satu-satunya tuan rumah,walaupun banyak kontak dengan penderita kusta tetapi sedikit yang mempunyai daya tahan tubuh rendah.hal ini disebabkan ada imunitas,baik imunitas bawaan atau imunitas yang didapat.
4.   Umur
      Umur dapat menyerang semua golongan umur tetapi jarang pada bayi.Untuk kusta type MB (multiy basiler) Prevelensi terbesar pada golongan dewasa ini umur 25-35 tahun, sedangkan pada golongan anak-anak umur 10-20 tahun.
5.   Lingkungan hidup
      keadaan lingkungan yang jelek perumahan yang tidak teratur berjajar-jajar merupakan penunjang yang menyebabkan tingginya angka kesakitan kusta.oleh karena itu banyak  terdapat dinegara miskin dan berkembang.
6.   Sikap sosial
      Masih banyak masyarakat  yang beranggapan bahwa kusta adalah penyakit turunan  atau kutukan dari tuhan membawa pengaruh tidak ringan pada penderita kusta.Dalam keadaan ini penderuta akan tertutup,menarik diri  dari pergaulan  karena merasa malu apabila dirinya diketahui oleh orang lain .merasa tidak punya harga diri dan tidak jarang menjadi putus asa.Hal ini menyebabkan penderita takut dan dijahui atau diasingkan oleh keluarganya disuatu tempat tertentu.

7.   Masa inkubasi
      Masa belah kuman kusta memrlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain,yaitu 12-21 hari,hal ini merupakan  salah satu penyebab masalah tunas yang lamayaitu 40 hari-40 tahun.

VII  DAMPAK PENYAKIT KUSTA
1. Terhadap individu
1.Aspek fisik
1.Gangguan pada syaraf sensoris pada kulit berupa  rasa nyeri dan suhu meningkat
2.ganguan  produksi keringat
3.Kelainan pada kulit berupa bercak putih nodul penebaklan dan suhu telinga serta wajah
4.Kerontokan rambut atau mata
5.kelainan pada tulang berupa osteomelytis
2.Aspek sosiologi
      Klien merasa rendah diri bergaul dengan masyarakat sehingga cenderung mengisolisasi diri.
2. Terhadap masyarakat
   Masyarakat menganggap bahwa penyakit kusta tidak bisa disembuhkan sehingga mengucilka penderita kusta dari pergaulan dimasyarakat
3.Terhadap keluarga
1.Potensial terjadinya penularan pada anggota keluarga yang lain karena kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit kusta  dan cara penularannya.
2.Pengeluaran bertambah untuk pengubatan klien.
3.Keluarga merasa rendah diri dalam bergaul dalam masyarakat.

VIII  GEJALA KLINIS
1.)    Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tinggal atau multipel, biasnya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul atau modul.
2.)    Penebalan saraf tepi yang juga terjadi disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa.
3.)    BTA positif
Pada beberapa kasus ditemykan hasil basil tanah asam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.

IX  PEMERIKSAAN KLINIS

A.     Infeksi. Px diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah.
B.     Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunkan kapas (rasa raba). Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
C.     Pemeriksaan fungsi saraf otonom yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta (Uji Gunawan).
      PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGI
1. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2. Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam yaitu Zieal Neelsen atau Kinyoun – Gabett.
3. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig-zag, huruf z dan setengah / seperempat lingkaran.

X   PENATALAKSANAAN

Tujuan utama program penatalaksanaan kasus kusta adalah menyembuhkan Px kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari Px kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofadimin dan DDS (Dietil Diamino Sulfat) dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan Px, menurunkan angak putus obat dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.







XI.PENGOBATAN

Pengobatan reakasi kusta type 1 Berat


 


























Catatan
-       Triger harus dicari
-       Setiap peningkatan / penurunan harus dievaluasi dengan pormpod
-       Dan pada form prednison detolis





Pengobatan reakasi kusta type 2 Berat



























XII  KOMPLIKASI

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada Px kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.






ASUHAN KEPERAWATAN


 I   PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. (Nasrul Effendi, 1995 : 18).
a.       Pengumpulan Data
1.           Identitas klien
Meliputi : nama, umur, nomor register, jenis kelamin, status,  alamat, tanggal MRS, diagnosa medis.
2.           Keluhan utama
Pada umumnya pada pasien dengan morbus hensen  ,mengeluh adanya bercak-bercak Disertai hiperanastesi dan terasa kaku diikuti dengan peningkatan suhu
3.             Riwayat kesehatan
         a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit kusta biasanya adanya bercak-bercak merah disertai hiper anastesi dan odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti tangan,kaki serta bisa juga terjadi peningkatan suhu tubuh.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang diderita pasien sebelumnya seperti hepatitis,asma dan alergi,jantung koroner.
         c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya merupakan penyakit menular Maka anggota keluarga mempunyai resiko beasar tertular dengan kontak lama.
4.             Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada umumnya pada pola presepsi pada pasien kusta mengalami gangguan terutama pada body image,penderita merasa rendah diri dan merasa terkucilkan sedangkaan pada tatalaksana hidup sehat pada umumnya klien kurang kebersihan diri dan lingkungan yang kotor dan sering kontk langsung dengan penderita kusta.Karena kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya maka timbul masalah dalam perawatan diri.

                        b. Pola nutrisi dan metabolisme
Meliputi makanan klien sehari-hari komposisi:sayur, lauk pauk,minum sehari berapa gelas,berat badan naik atau turun,sebelum dan saat masuk rumah sakit  turgor kulit normal atau menurundan kebiasaan maskan klien.Klien tinggal ditempat yang kotor atau bersih Adanya penurunan nafsu makan, mual, muntah, pemnurunan berat badan, gangguan pencernaan.
                        c. Pola eliminasi
Pada Pola eleminasi alvi dan uri pada pasien kusta tidak ada kelainan.
                        d. Pola istirahat dan tidur
Pada klien kusta pada umumnya pola tidur tidak teerganggu tetapi bagi kusta yang belum menjalani pengubatan pasien baru biasanya terjadi gangguan kebutuhan tidur dan istirahat yang disebabkan oleh pikiran stress, odema dan peningkatan suhu tubuh yang yang diikuti rasa nyeri.
e. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien kusta dalam aktifitas ada gangguan dalam hal interaksi sosial dengan masyarakat biasanya pasien mengurung diri dan pada pergerakan ektrimitas bagian perifer didapatkan bercak-bercak merah disertai odema dan pasien dianjurkan harus bayak mobilisasi.
                        f. Pola persepsi dan konsep diri
Presepsi klien tentang penyakitnya  dan bagaimana konsep dalam menghadapi penyakitnya yang diderita.
                        g. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya penderita kusta mengalami gangguan disalah satu sensorinya seperti peraba . Pasien tidak merasa adanya rangsangan apabila bercak tersebut diberikan rangsangan.Pada kognitifnya pasien kusta merasa tidak berguna lagi dan merasa terkucilkan  serta merasa tidak diterima oleh masyarakat dan keluarganya.
  h. Pola reproduksi seksual
Pada umumnya pada pola produksi seksual klien tidak mengalami gangguan.
                         i. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien kusta selalu mengurung diri dan menarik diri dari masyarakat (disorentasi) Pasien merasa malu tentang keadaan dirinya.Dan masyarakat beranggapan penyakit kusta merupakan penyakit yang menjijikan.
                         j. Pola penanggulangan stress
Bagai mana klien menghadapi masalah yang dibebani sekarang dan cara penanggulangannya.
                        k. Pola nilai dan kepercayaan
   Dalam pola ini terkadang ada anggapan yang bersifat ghaib.
b.       Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan meliputi data subyektif dan data obyektif untuk menentukan masalah klien. Data yang telah dikelompokkan untuk menentukan masalah keperawatan kemudian penyebabnya dan dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. (Lismidar, 1990 : 7-8)

II   DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata (potensial) dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah klien ditanggulangi / dikurangi (Lismidar, 1990 : 13).
Diagnosa yang sering muncul pada klien Penyakit kusta adalah
1.       Gangguan citra tubuh b/d Perasaan negatif pada dirinya sendiri
2.       Kerusakan integritas kulit b/d ulkus akibat mycobacterium leprae.
3.       Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit yang dideritanya
4.       Menarik diri b/d penyakit yang dideritanya
5.       Kurangnya personal hagiene b/d kurangnya pengetahun tentang     penyakitnya
6.       Kurangnya pengetahuan b/d informasi yang salah

III   PERENCANAAN
Diagnosa        :Kerusakan integritas kulit b/d ulcus akibat mycobakterium leprae.
Tujuan            :Menunjukkan tingkah laku atau teknik untuk mencegah kerusakan    kulit atau meningkatkan penyembuhan
 Kriteria Hasil :
1.           Mencapai kesembuhan luka
2.             mendemontrasikan tingkah laku atau teknik untuk meningkatkan   kesembuhan dan mencegah komplikasi
3.           Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan pada lesi

     Rencana Tindakan :
1.        Guanakan teknik aseptip dalam perawatan luka
2.        Kaji kulit tip hari dan warnanya  turgor sirkulasi dan sensori
3.        Instruksikan untuk melaksanakan higiene kulit, misalnya membasuh kemudian mengeringkannya,dena berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan losion dan krim
4.       Ingatkan pasien jangan menyentuh yang luka
5.       Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat
6.       Pertahankan sprei bersih atau ganti spei sesuai dengan kebutuhan kering dan tidak berkerut.
7.       Kolaborasi dengan tim medis lainnya

     Rasional:
1.       Mencegah luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi
2.       Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan dapat melakukan intervensi dengan tepat
3.       Mempertahankan kebersihan ,karena kulit yang kering bisa terjadi barrel infeksi,pembasuhan kulit kering sebagai penggaruk,menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan rapuh masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan
4.       Mencegah kontaminasi luka
5.       Mempertahankan keseimbangan nitrogen positif
6.       Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.
7.       elaksanakan fungsi interdependen

Diagnosa :Ganguan citra tubuh b/d persaan negetif tentang dirinya
Tujuan     :Klien dapat menerima keadaan dirinya.
KH          :
1.       Mengungkapkan rasa percaya diri dalam kemampuan menghadapi penyakitnya,perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan
2.       Menyusun rencana untuk realitas untuk masa depan
3.       Dapat menerima keadaan dirinya
4.       Klien dapat menerima konsep dirinya yang posititf tentang dirinya



Intervensi:
1.       Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit,harapan masa depan
2.       Diskusikan arti dari perubahan pada pasien terhadap penampilannya
3.       Perhatikan prilaku menarik diri atau terllu memperhatikan tubuh atau perubahan
4.       Susun batas pada prilaku maladaptif Bantuklien untuk mengidentifikasi prilaku positif yang dapat membantu koping
5.       Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perwatan dan membuat jadwal aktivitas
6.       Berikan harapan dalam situasi individu jangan berikan keyakinan yang salah
7.       Berikan kesempatan untuk berbagi rasa dengan individu yang mengalami  yang sama
Rasional :
1.       Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut atau kesalahan konsep dan meng hadpi secara langsung
2.       Mengidentifikasi bagaimana penyakit menpengaruhi persepsi diri dan interksi diri dengan orang lain akan menentukan kebuuhan terhadap intervensi
3.       Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping  maladaptif, Membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan pskologis
4.       mempertahankan kontrol diri yang dapat meningkatka harga diri
5.       Meningkatkan perasan kompetensi atau harga diri mendorong kemandirian atau mendorong partisipasi dalam terapi
6.       Kata-kata penguat dapat mendukung terjadinya koping positif
7.       Memberikan motivasi dan rasa percaya diri.










IV  PELAKSANAAN
Pelaksanaan merupakan pengolahan dan realisasi dari rencana tindakan yang meliputi beberapa kegiatan yaitu validasi (pengesahan), rencana keperawatan, menulis atau mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data. (Lismidar, 1990 : 60).

V.  EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menurus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. (Lismidar, 1990 : 68).



























DAFTAR PUSTAKA


1.       Mansjoer Arif, ddk, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Ketiga Edisi Kedua, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.
2.       Adhi Juandha, Prof. Dr, Ilmu Penyakit Kulid dan Kelamin, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.
3.       Standar Asuhan Keperawatan Interna RS Siti Khadijah, Sepanjang, 2004.
4.       Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab / UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, RSUD Soetomo, Surabaya, 2000.
5.       Marilyn E. Dongoes.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC.
6.       Lynda Juall Carpenito.2000. Buku Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar