Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP GAGAL JANTUNG AFTERLOAD



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Penggunaan istilah gagal jantung sangat beragam dipakai sehari-hari meskipun semuanya bermaksud untuk menggambarkan suatu sindrom klinis yaitu jantung gagal bekerja secara normal sehingga timbul gejala-gejala dan tanda-tanda akibat kelainan jantung tersebut, baik kelainan ini pada katup maupun pada otot jantung. istilah : gagal jantung, kegagalan jantung, payah jantung, dekompensasio cordis (disingkat dekom), heart failure, congestive heart failure, gagal jantung kongestif, ventricular failure, (left atau right), pumping failure, congestive cardiomyopathia dll. Gagal jantung kiri atau gagal jantung diastolik atau gagal jantung afterload mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang di akibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi kebutuhan selular. Pada gagal jantung afterload stadium ringan, diagnosis sulit ditegakkan terutama pada pasien dengan keluhan sesak tanpa disertai data ekokardiografi.
Gagal jantung merupakan masalah utama di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Gagal jantung adalah sebuah sindrom dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini merupakan beban bagi pasien, pelayan kesehatan, dan masyarakat pada umumnya. Gagal jantung merupakan satu-satunya masalah kardiovaskular dengan prevalensi dan insidensi yang terus meningkat. Di Amerika Serikat, sekitar 1 juta pasien setiap tahunnya dirawat di rumah sakit karena gagal jantung dan menyebabkan 40 ribu kematian pertahun. Karena gagal jantung pada umumnya terjadi pada usia lanjut, maka prevalensinya akan semakin meningkat dengan makin panjangnya usia harapan hidup. Di Inggris misalnya, insiden pertahun sekitar 0,8 kasus per 1000 orang berusia diatas 65 tahun.
Di indonesia (data dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita), gagal jantung menempati peringkat ke-7 penyakit yang datang ke unit rawat jalan. Saat ini diketahui bahwa 30-50% pasien dengan sindrom klinis gagal jantung kongestif memiliki fungsi sistolik normal, hal ini menunjukkan bahwa gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya gejala kongesti. Pasien gagal jantung diastolik dengan fungsi sistolik normal-memiliki angka kematian 8-17% per tahun. Angka ini menjadi dua kali lipat pada pasien dengan disfungsi sistol dan mendekati tiga kali lipat angka kematian kontrol pada usia yang sama. Prognosis pasien dengan disfungsi diastolik lebih baik dibanding dengan disfungsi sistolik, namun beban biaya perawatan dan pengobatan sama atau lebih tinggi. Semakin jelas bahwa gagal jantung diastolik adalah yang terutama pada usia lanjut dan perempuan memiliki predisposisi untuk terjadinya gagal jantung tipe kini. Mengingat prevalensi yang begitu besar, maka dirasa perlu bagi perawat untuk mengetahui secara jelas bagaimana penyakit gagal jantung afterload serta penanganan dan implikasi pemberian asuhan keperawatannya.

1.2. MASALAH
1.                   Apakah yang di maksud dengan gagal jantung afterload?
2.                   Apa penyebab dan manifestasi dari gagal jantung afterload?
3.                   Apa komplikasi dan prognosis dari gagal jantung afterload?
4.      Bagaimana  penatalaksanaan keperawatan penyakit gagal jantung afterload?

1.3. TUJUAN
1. Tujuan Umum
          Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan penyakit gagal  jantung afterload dalam proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan  definisi gagal jantung.
2.      Mahasiswa dapat menjelaskan  penyebab dan manifestasi dari gagal jantung afterload.
3.      Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi dan prognosis dari gagal jantung afterload.
4.      Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal jantung afterload.

1.4. MANFAAT
Mahasiswa diharapkan akan mengetahui, memahami serta mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gagal jantung afterload.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dan tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung, gangguan otot jantung (endokardial, pericardial, ataupun miokardial).
Suatu kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh  (Purnawan Junadi, 1982).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. (FKUI, 2010)
Gagal jantung afterload mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang di akibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi kebutuhan selular.

2.2.ETIOLOGI
Gagal jantung afterload paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati.

2.3.MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan gagal jantung afterload atau gagal jantung kiri antara lain :
1.      Lemas/fatique
2.      Berdebar-debar
3.      Sesak nafas (dyspneu d’effort)
4.      Orthopnea
5.      Dyspnea noktural paroximal
6.      Pembesaran jantung/kardiomegali
7.      Keringat dingin
8.      Tachikardia
9.      Kongesti vena pulmonalis
10.  Ronkhi basah dan wheezing
11.  Terdapat bunyi jantung III dan IV (Gallop)
12.  Cheynes stokes
 

2.5.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.         Radiografi thoraks : sering menunjukkan kardiomegali (rasio Kardiothorasik CTR > 50 % ), terutama bila gagal jantung sudah kronis
2.         Elektrokardiografi : memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien ( 80 -90 % ), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi, aritmia.
3.         Echocardiografi : harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung , fungsi ventrikel ( sistolik dan diastolik ), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat di singkirkan. Regurgitasi mitral seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi anulus mitral.
4.         Tes Darah : direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai; disfungsi tiroid ( hiper atau hipo ) juga dapat menyebabkan gagal jantung sehingga perlu untuk pemeriksaan tiroid; pengukuran penanda kimiawi ( seperti peptidanatriuretik ) dapat terbukti berguna dalam diagnosis gagal jantung dan memonitor progresivitasnya.
5.         Kateterasi jantung : harus dilakukan pada dugaan penyakit jantung koroner; dan bila telah di indikasikan , biasanya dilakukan ventrikulografi kontras dan juga memberikan pengukuran fungsi LV lain.
6.         Tes latihan fisik : sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut); ini menjadi ukuran batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.

2.6.PENATALAKSANAAN
1.      Menghilangkan faktor pencetus (Kerusakan miokard, kardiomiopaty, hipertensi kronik)
2.      Mengendalikan gagal jantung dengan cara memperbaiki fungsi pompa jantung, mengurangi beban jantung dengan pemberian diit redah garam, diuretik, dan vasodilator
3.      Menghilangkan penyakit yang mendasarinya, baik secara medis atau bedah
4.      Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian O2. Diusahakan agar PaO2 sekitar 60-100 mmHg dengan saturasi 90-98%.
5.      Pemberian obat-obatan sesuai dengan program (seperti : morfin → menurunkan faktor preload&afterload, furosemide→ mengurangi oedema/sbg diuresis, aminofilin→ merangsang miokardium, obat-obat inotropik→ meningkatkan kontraktilitas miokard, nitrogliserin→ menurunkan hipertensi vena paru).
6.      Monitoring dengan menggunakan CVP

2.7.KOMPLIKASI
1.      Edema paru
2.      Fenomena emboli
3.      Gagal nafas
4.      Syokkardiogenik

2.8.PROGNOSIS
Sejumlah Faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung :
  1. Klinis : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin buruk prognosis.
  2. Hemodinamik : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi, semakin buruk prognosis.
  3. Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinephrine, renin, vasopressin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
  4. Aritmia : Fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada  EKG menandakan prognosis yang buruk

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.PENGKAJIAN
1.      Biodata
Biasanya angka kejadian pada laki-laki lebih sering terjadi daripada pada perempuan.
2.      Keluhan utama
Merupakan gejala penyakit yang dirasakan saat masuk RS antara lain  sesak nafas, kelemahan, dada berdebar-debar yang merupakan dampak dari kongesti paru dan manifestasi gangguan kontraktilitas miocard.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Umumnya penyakit bermula perlahan sampai muncul keluhan sesak nafas disertai nyeri dada dan adanya intoleransi aktifitas dengan manifestasi kelelahan atau dada semakin berdebar setelah melakukan aktivitas tertentu atau bahkan aktivitas ringan sekalipun.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji adanya faktor resiko seperti hipertensi kronis, serangan IMA terdahulu, atau adanya kelainan jantung bawaan termasuk kelainan katup.
5.      Riwayat kesehatan keluarga
Hal yang perlu dikaji tentang adanya anggota keluarga yang menderita gagal jantung sebagai patokan dalam mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit tersebut sehubungan dengan cara pengambilan keputusan dalam mengatasi masalah kesehatan klien.
6.      Data psikososial 
Perlu di kaji tentang kesiapan emosional klien untuk belajar mengenali penyakit dan terapinyasertadukungan orang dekatsebagaikopingindividu.
7.      Aktivitas sehari-hari
Yang perlu dikaji adalah mengenai kebiasaan yang kurang sehat yang bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal jantung seperti merokok, kebiasaan makan makanan yang banyak mengandung lemak dan kolesterol maupun aktivitas olahraga yang tidak teratur atau bahkan tidak pernah dilakukan. Dalam istirahat, klien mengalami gangguan karena adanya paroxysmal nocturnal Dispnoe. Keletihan / kelelahan terus menerus sepanjang hari dan nyeri dada saat aktivitas memperlihatkan adanya gangguan aktivitas. Karena kondisi tubuh yang lemah, klien akan cenderung tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya.
8.           Pemeriksaan Fisik  meliputi :
Keadaan umum ( letargi, tidur semifowler)
B1(BREATHING)
Dispnue, ortopnue, dispnue nocturnal paroksismal, batuk, edem pulmonal akut,tachypnea, bunyironkhi& wheezing, hemaptoe.
B2(BLOOD)
Denyut nadi perifer melemah, kulit terasa dingin, takikardi, sianosis, Tekanan darah menurun akibat penurunan volum sekuncup, bunyi jantung tambahan ditemukan bila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup, pada gagal jantung kiri terdengar pada awal diastolic setelah bunyi jantung S2, S3 pada ventrikel , S4 terdengar gallop atrium menunjukan adanya kekakuan miokardium, hipotensi sistolik
Batas jantung mengalami pergeseran, menunjukan adanya hipertrofi jantung, penurunan curah jantung
B3 (BRAIN)
Composmentis,sampai pada penurunan kesadaran jika terjadi syok kardiogenik.
B4 (BLADDER)
Kaji adanya oliguria.
B5 (BOWEL)
Konstipasi, penurunan bising usus.
B6 (BONE)
Keluhan kelemahan fisik, Fatique
9.      Pemeriksaan Diagnostik :
a.       ECG (didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel, LVH ditandai SR rasio >35mm, didapat gambaran T patern)
b.      Echocardiografi (dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan fungsi dan struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas miokard)
c.       Kateterisasi jantung (Zat kontras yang disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas)
d.      X-Ray Thoraks (ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrat precordial kedua paru dan effusi pleura. Didapat gambaran CTR >50% dan Kerley Butterfly Line )
e.       Laboratorium ( secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit. Jumlah lekosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung. Gagal Ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan PCo2

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai okigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
3.      Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.

3.3.INTERVENSI
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial, ditandai dengan ;
·         Peningkatan frekuensi jantung ( takhikardi ), disaritmia, perubahan gambaran EKG
·         Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
·         Bunyi ekstra (S3 & S4)
·         Penurunan keluaran urine
·         Nadi perifer tidak teraba
·         Kulit dingin kusam
·         Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
1)      Klien menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapa diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas dari gejala gagal jantung.
2)      Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
3)      Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
Intervensi
1)          Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2)          Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup
3)          Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4)          Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
5)          Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
6)          Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
§  Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
§  Kelemahan umum
§  Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
1)      Kelemahan, kelelahan
2)      Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
1)      Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2)      Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3)      Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
      Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
4)      Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,


  1. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi :
1)      Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2)      Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3)      Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4)      Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
5)      Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi




BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1.      Gagal jantung afterload mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang di akibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
  1. Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati dengan manifestasi klinik fatique, berdebar-debar, sesak nafas, orthopnea, dyspnea noktural paroximal, pembesaran jantung, tachikardia, kongesti vena pulmonalis, ronkhi basah dan wheezing.
  2. Komplikasi gagal jantung afterload dapat menyebabkan edema paru akut, fenomena emboli, gagal nafas serta syok kardiogenik. Prognosis gagal jantung afterload bergantung pada factor klinis, hemodinamik, faktor biokimia dan adanya aritmia.
  3. Dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung afterload dapat ditegakkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai okigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi, kelebihan volume cairan (edema paru) berhubungan dengan menurunnya curah jantung, serta resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus

4.2. Saran
     Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:EGC

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC.

Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I. Jakarta:EGC.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media aesculapius Universitas Indonesia.

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:EGC.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar