Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP MASTOIDITIS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß / pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.
Mastoiditis juga sering terjadi sebagai komplikasi otitis media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik, nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema. Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah mendapat antibiotik.
Dari catatan medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%). (anonim, 2008)
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti meningitis dan abses otot.
Makalah ini mencoba menjelaskan tentang konsep asuhan keperawatan pada diagnosa medis mastoiditis beserta asuhan keperawatannya dengan harapan dapat berguna bagi mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu sumber referensi

B.     Tujuan
1.      Membahas pengertian dari Mastoiditis
2.      Membahas etiologi dari Mastoiditis
3.      Membahas manifestasi klinis dari Mastoiditis
4.      Membahas pemeriksaan diagnostik dari Mastoiditis
5.      Membahas penatalaksanaan dari Mastoiditis
6.      Membahas komplikasi dari Mastoiditis
7.      Membahas web of caution dari Mastoiditis
8.      Membahas pengkajian asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
9.      Membahas pengkajian asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
10.  Membahas diagnosa keperawatan asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
11.  Membahas intervensi asuhan keperawawatan dari Mastoiditis

C.    Manfaat
1.      Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi pembelajaran mahasiswa khususnya dalam format Asuhan Keperawatan Persepsi sensori tentang mastoiditis.
2.      Bagi Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran mahasiswa dapat memavu inovasi dan daya pikir kritis mahasiswa dalam memecahkan masalah keperawatan Asuhan Keperawatan Persepsi sensori tentang mastoiditis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi
Mastoiditis adalah merupakan komplikasi dari otitis media yang menjalar ke struktur disekitarnya pada jalan pneumatisasi mastoid. (Efiaty dan Nurbaity, 1997
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis (Kep.Medikal-Bedah : 348)
Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan  komplikasi dari Otitis Media Kronis.
Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat
Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.

B.     Klasifikasi
1.      Mastoiditis Akut
Mastoiditis akut merupakan gejala yang muncul sebagai akibat komplikasi dari otitis media akut (OMA) yang sering terjadi pada anak-anak. Oleh karena itu gejala dan tanda yang ada pada otitis media akut juga terdapat pada mastoiditis. Indikasi bahwa OMA telah berkembang menjadi mastoiditis adalah meningkatnya rasa nyeri dan terdapat pembengkakan pada kulit yang melapisi prosesus mastoideus.
Penyebaran infeksi membuat edema dan eritem jaringan lunak dibelakang telinga. Perubahan ini mengakibatkan daun telinga terdorong ke samping dan ke bawah.



2.      Mastoiditis Sub Akut
Merupakan akibat dari pengobatan yang tidak adekuat pada otitis media akut. Tanda dan gejalanya mirip dengan mastoiditis akut tetapi lebih ringan dan bersifat menetap
3.      Mastoiditis Kronik
Biasanya berkaitan dengan cholesteatome dan penyakit telinga kronis
4.      Mastoiditis Insipient
Yaitu inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian mastoid
5.      Coalescent mastoiditis, inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ tubuh yang lain

C.    Etiologi
Menurut Reeves (2001), penyebab terjadinya mastoiditis antara lain:
1.      Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, dan nanah yang mengumpul di sel-sel udara tulang mastoid
2.      Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997), etologi mastoiditis antara lain:
1.      Klien imunosupresan atau orang yang menelantarkan otitis media yang dideritamya
2.      Berkaitan dengan virulensi dari organisme otitis media akut yaitu Streptococcus Pnemonieae
3.      Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus Hemolytikus, pneumococcus, staphylococcus, streptococcus virdians, dan H. Influenza

D.    Manifestasi Klinis
1.      Pembengkakan dibelakang telinga
2.      Sakit saat pergerakan minimal dari tragus, pinna atau kepala
3.      Demam biasanya hilang dan timbul.
4.      Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
5.      Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
6.      Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak).
7.      Dinding posterior kanalis menggantung.
8.      Pembengkakan postaurikula.
9.      Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
10.  Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau
11.  Pendengaran berkurang

E.     Komplikasi
Komplikasi akan timbul jika bahan atau bagian yang terinfeksi belum dibuang melalui pembedahan atau ketika ada kontaminasi dari struktur atau bagian lain diluar mastoid dan telinga tengah. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1.      Abses otak
2.      Vertigo
3.      Meningitis
4.      Kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (Syaraf VI dan VII)
5.      Menurunnya kemampuan melihat kearah samping atau lateral (syaraf kranial VI)
6.      Labyrintis
7.      Otitis media purulen yang kronis

F.     Penatalaksanaan
1.      Terapi
Tatalaksana pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Selain itu harus segera dilakukan, dan pemberian antibiotik secara IV dan per oral dalam dosis besar, karena organisme penyebabnya mungkin Streptococcus β-hemoliticus atau Pneumococcus. H .influenza. Tetapi harus juga sesuai  dengan hasil test kultur dan hasil resistensi.
2.      Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy yang sederhana, radikal/total atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memulihkan ossikel dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.
a.       Mastoidektomi sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka aditus antrum bila tersumbat. Adapun operasi ini dibedakan menjadi:
1)      Operasi pada jaringan lunak
Operasi pada jaringan lunak tergantung pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural atau retroartikuler.
2)      Operasi pada bagian tulang
Mastoidektomi simple adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding belakang liang telinga. Masteidoktomi simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di sudut sinodura, sel mastoid di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali dibutuhkan  mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan patologik dan membuka aditus  antrum bila tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu dibuang.
3)      Mastoidektomi superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang liang telinga, linea temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan mata bor dengan tulang
b.      Mastoidektomi Radikal dan timpanoplasti dinding runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh adalah modifikasi dari mastoidektomi radikal. Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga, pembersihan seluruh sel mastoid yang mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sinodura, di daerah segitiga Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa sel-sel mastoid atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas operasi yang basah yang rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel mastoid. Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia temporalis. Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
3.      Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked Gauze), seperti Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori. Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing. Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan mengalami kemajuan setelah balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan teknik komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan melakukan percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Selain itu, perawat diharap melatih klien mengenai perawatan post operasi.

G.    Pemeriksaan Diagnostik
1.      Laboratorium
Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan. Specimen tersebut  harus dikirim untuk kultur  kedua bakteri aerobik dan anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining.
2.      CT Scan dan MRI
untuk mengetahui perubahan pada sel udara mastoid
3.      Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy
mungkin awalnya dilakukan, diikuti dengan terapi antibiotik.
4.      Culturing cairan telinga tengah sebelum antimicrobial therapy adalah keharusan
 

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A.    Pengkajian
1.      Biodata
Biodata pasien yang harus dikaji meliputi nama, nomor register, jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis
2.      Keluhan utama
Keluhan yang spesifik biasanya dirasakan dapat berupa:
a.       Adanya nyeri dan rasa penuh di belakang telinga
b.      Febris
c.       Pendengaran berkurang
3.      Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan demam hilang timbul.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Penderita mastoiditis seringkali diawali atau mempunyai riwayat penyakit dahulu berupa adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
5.      Riwayat penyakit keluarga
Sejak kapan klien menderita masalah penyakit tersebut dan apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit yang sama.
6.      Pemeriksaan fisik
a.       B1 (Breathing)
Tidak ada keluhan/masalah
b.      B2 (Blood)
Tidak ada keluhan/masalah.
c.       B3 (Brain)
Sakit kepalapusing.
d.      B4 (Blader)
Tidak ada keluhan/masalah
e.       B5 (Bowel)
Mual, Anoreksi
f.       B6 (Bone)
Nyeri tulang Mastoid.

7.      Pemeriksaan diagnostic
a.       Pada X foto mastoid Schuller tampak kerusakan sel – sel mastoid (Rongga Empiema)
b.      Limphadonitis retroauricularis
c.       Athoroma yang mengalami infokasi

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada kasus mastoiditis meliputi:
1.      Nyeri akut berhubungan dengan perandangan pada tulang mastoid akibat infeksi
2.      Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3.      Resiko infeksi berhubungan dengan mastoidektomi, pemasangan tandur, trauma bedah pada jaringan dan struktur sekitar
4.      Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan  kerusakan pada telinga tengah
5.      Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kualitas pendengaran dan bahaya ligkungan
6.      Ansietas berhubungan  dengan penurunan pendengaran, Tindakan Operasi.



C.    Intervensi
1.      Diagnosa Pertama
Nyeri akut berhubungan dengan  peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi
Kriteria Hasil:
a.       Pasien mengatakan nyeri berkurang
b.      Skala nyeri turun
c.       Wajah pasien tampak rileks
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas
Menentukan langkah yang tepat dalam melakukan penanganan nyeri
2
Berikan posisi yang nyaman
Pemberikan posisi yang nyaman akan meningkatkan relaks yang dpat mengurangi intensitas nyeri
3
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Distraksi untuk meningkatkan suplai oksigen, sedangkan relaksasi untuk mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri dapat berkurang.
4
Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesik, antibiotik, dan ati inflamasi sesuai indikasi
Dapat mengurangi nyeri, membubuh kuman, dan mnegurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan


2.      Diagnosa Kedua
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh dapat normal (360-370C)
Kriteria Hasil:
a.       Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
b.      Kulit tidak teraba hangat
c.       Wajah tidak tampak merah
d.      Tidak terjadi dehidrasi
No
Intervensi
Rasional
1
Ukur suhu tubuh tiap 4-8 jam
Untuk mengetahui perkembangan klien
2
Anjurkan untuk banyak minum
Untuk mengganti cairan tubuh yang keluar bersama keringat akibat peningkatan suhu tubuh sehingga dehidrasi dapat dihindari
3
Ajarkan kompres dingin/hangat dan banyak minum
Untuk menurunkan panas suhu tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang
4
Kolaborasi dengan pemberian antipiretik
Obat antipiretik memberikan efek menurunkan suhu tubuh yang tinggi

3.      Diagnosa ketiga
Resiko infeksi berhubungan dengan mastoidektomi, pemasangan tandur, trauma bedah pada jaringan dan struktur sekitar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam infeksi dapat hilang atau teratasi


Kriteria Hasil  :  
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor, fungtioleisa)
TTV dalam batas normal (khususnya suhu dan nadi, serta resripasi)
Tidak ada hipertermia
No
Intervensi
Rasional
1
Observasi keadaan umum selama 24 jam setelah Operasi
Mengetahui keadaan umum pasien pasca pembedahan
2
Anjurkan klien untuk tidak memegang telinga bagian dalam Anjurkan pentingnya cuci tangan
Mencegah kontaminasi bakteri masuk ke dalam telinga Mencegah penularan penyakit
3
Berikan pengaman / tutup pada liang telinga dengan kapas
Menghindarkan masuknya bakteri yang dapat memperlama penyembuhan
4
Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis

Agar dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus
5
Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Penghentian terapi antibiotik sebelum waktunya dapat me-nyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.

4.      Diagnosa keempat
Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan  kerusakan pada telinga tengah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu mendengar dengan baik

Kriteria Hasil:
a.       Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
b.      Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat
No
Intervensi
Rasional
1
Bersihkan serumen yang tersembunyi dengan cara irigasi
Serumen yang letaknya tersembunyi dapat menyebabkan tuli konduktif sehingga menambah masalah pendengaran yang sudah ada
2
Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Penghentian terapi antibiotik sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
3
Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat
Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan atau ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
4
Beritahukan/kenalkan pada  klien semua alternatif metode komunikasi (seperti bahasa isyarat & membaca bibir) dengan langkah yang tepat untuk masing-masing klien.
Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari dan disesuaikan dengan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.

5
Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat
Untuk menjamin keuntungan maksimal


5.      Diagnosa Kelima
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kualitas pendengaran dan bahaya ligkungan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi cidera
Kriteria Hasil  : pasien tidak mengalami cidera fisik
No
Intervensi
Rasional
1
Cegah infeksi telinga berlebih
Agar kerusakan penedengaran tidak meluas
2
Meminimalkan tingkat kebisingan di unit perawatan intensif
Berhubungan dengan kehilangan pendengaran
3
Lakukan upaya keamanan seperti ambulasi terbimbing

Untuk mencegah pasien jatuh akibat gangguan keseimbangan
4
Anjurkan untuk mengurangi aktivitas
Meminimalisir penggunaan indra pendengar dalam berkatifitas
5
Penuhi dan bantu kebutuhan pasien sehari-hari
Menurunkan aktivitas klien yang dapat memperburuk keadaan pendengaran

Kolaborasi dengan pemberian obat antiemetika

Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh

6.      Diagnosa keenam
Ansietas berhubungan  dengan berhadapan prosedur bedah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas pasien dapat teratasi

Kriteria Hasil  :
a.       Wajah tersenyum, dan tidak nampak tegang
b.      Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial
No
Intervensi
Rasional
1
Informasikan pasien tentang peran advokat perawat intra operasi
Kembangkan rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada lingkungan yang asing
2
Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan penundaan prosedur pembedahan
Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-zat anestesi
3
Cegah pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang operasi
Pasien akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk melatih kontrol
4
Berikan petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang
Ketidakseimbangan dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit
5
Kontrol stimulasi eksternal
Suara gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas





BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis, atau merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan  komplikasi dari Otitis Media Kronis.
Mastoiditis dapat diklasifikasikan menjadi mastoiditis akut, sub akut, kronik, insipient dan mastoiditis colescent.
Penyebab yang sering muncul dalam mastoiditis adalah menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, otitis media akut, imunosupresan, berkaitan dengan virulensi dan banteri seperti Streptococcus Pnemonieae, streptococcus Hemolytikus, pneumococcus, staphylococcus, streptococcus virdians, dan H. Influenza.
Gejala yang sering timbul pada penderita mastoiditis meliputi pembengkakan dibelakang telinga, sakit saat pergerakan minimal dari tragus, pinna atau kepala, demam , penurunan pendengaran, keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau
Komplikasi yang sering timbul meliputi abses otak, vertigo, meningitis, kerusakan di abducens dan syaraf-syaraf kranial, menurunnya kemampuan melihat kearah samping atau lateral, otitis media purulen yang kronis.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dengan cara Terapi, pembedahan
Pemeriksaan Diagnostik yang menunjang adalah pemeriksaan laboratorium, CT scan, MRI, Tympanocentesis, dan culturing cairang telinga tengah.



B.     Saran
1.      Bagi Mahasiswa Keperawatan
Adanya standar khusus dalam format asuhan keperawatan dan memicu pemikiran yang kritis mahasiswa dalam kasus asuhan keperawatan persepsi sensori
2.      Bagi Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran akademik lebih bervariatif agar memicu inovasi mahasiswa untuk memecahkan masalah keperawatan yang muncul pada klien keperawatan persepsi sensori.






















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Mastoiditis. http://ahmadtahirk.blogspot.com/2011/06/askep-mastoiditis.html. Diakses pada tanggal 10 Nopember 2011
Latief, abdul. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: kedokteran EGC
Reeves. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: salemba Medika
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddartth. Jakarta: EGC
Wilkinson. (2007). Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar