BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Suatu
kondisi dimana tekanan darah di atas normal disebut hipertensi. Hipertensi
sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak
mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya.
Hipertensi dikenal pula sebagai heterogeneous group of disease karena
dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial
ekonomi (Astawan, 2003). Hipertensi adalah suatu penyakit yang tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik). Apabila tidak terkontrol maka akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada organ-organ tubuh, seperti otak, jantung,
ginjal, retina, aorta dan pembuluh darah tepi (Santoso, 1989). Penatalaksanaan
hipertensi primer dapat
dilakukan dengan olahraga
teratur dan perubahan gaya hidup seperti olahraga, diet rendah garam, rendah kolesterol dan lemak dll.
Hipertensi primer atau esensial
adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya. Sekitar 90 % pasien
termasuk katagori hipertensi primer. Berbagai faktor diduga turut berperan
sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress
psikologis, hereditas (genetis), dan jenis kelamin. Meningkatnya prevalensi penyakit
kardiovaskuler setiap tahun
menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Kejadian
prevalensi hipertensi di Indonesia telah mencapai 31,7 persen dari total
penduduk dewasa. Data itu didapat dari hasil survei Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007-2008.Dari 31,7 persen, hanya sekitar 0,4 persen kasus yang
meminum obat hipertensi untuk pengobatan.
Pada
tekanan yang tinggi, tekanan arteri rata-rata 50 persen atau lebih di atas
normal (Guyton dan Hall, 1997). Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa
terjadi melalui beberapa cara : (1) Jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. (2) Arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Hal tersebut biasanya
terjadi pada orang berusia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan
kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga
meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil
(arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau
hormon di dalam darah. (3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. Hal tersebut terjadi jika terdapat kelainan fungsi
ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sehingga
untuk menurunkan angka kejadian hipertensi perlu dilakukan adanya penyuluhan –
penyuluhan kepada masyarakat baik tingkat provinsi sampai tingkat desa,
mengingat kurangnya kewaspadaan pada penyakit ini. Penyuluhan ini bisa
dilakukan dengan bantuan medis, paramedic dan kader kesehatan. Prinsip dalam
penatalaksanaan hipertensi yang pertama adalah deteksi dini dan terapi dini
sebelum timbul kerusakan organ sasaran yang reversibel. Prinsip kedua memulai
terapi dengan memberikan komponen dasar yaitu komponen non obat (modifikasi
gaya hidup) yang diikuti dengan pemberian obat anti hipertensi (OAH) apabila TD
belum terkendali. Prinsip ketiga adalah menurunkan target tekanan darah
diastolik (TDD) lebih rendah dari 90 mmHg yang dilakukan secara perlahan-lahan
secara gradual dengan memantau kualitas hidup dan tanda vital pasien. Prinsip ke empat mempertimbangkan derajat
tingginya tekanan darah dan tekanan sistolik dalam menetapkan prognosis hipertensi.
Pemilihan OAH yang sesuai atau sedikitnya mendekati faktor penyebab hipertensi
merupakan prinsip terakhir dalam penatalaksanaan hipertensi.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan umum
Mahasiswa memahami tentang
penyakit hipertensi primer dan asuhan keperawatan hipertensi primer.
1.2.2
Tujuan khusus
1.
Mahasiswa memahami tentang pengertian hipertensi
2.
Mahasiswa memahami tentang etiologi dan klasifikasi hipertensi
3.
Mahasiswa memahami tentang manifestasi klinis hipertensi
4.
Mahasiswa memahami tentang patofisiologi, WOC hipertensi
5.
Mahasiswa memahami tentang pemeriksaan dan penatalaksanaan hipertensi
6.
Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan hipertensi
1.3 Manfaat
a.
Bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam berbagai proses
pembelajaran
b. Bagi Pembaca
Bagi
semua pembaca diharapkan mampu menambah wawasan tentang asuhan keperatawan pada
pasien dengan hipertensi primer/esensial.
c. Bagi pengembang ilmu
Diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan pengembangan ilmu keperawatan
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu peningkaatan
abnormal dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu
periode (Wajan Juni Udjianti, 2010)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik dengan konsisten diatas 140/90 mmhg (Mary Baradero,
2008)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah (Lili, 2007)
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan arteri tinggi,
berbagai kriteria sebagai batasannya telah diajukan berkisar dari tekanan
sistolik 140 – 200 mmhg dan tekanan diastolik 90-110 mmhg (Dorland, 2007)
Hipertensi primer atau hipertensi
essensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Anggraini dkk,
2009). Pada beberapa pasien hipertensi primer terdapat kecenderungan herediter
yang kuat (Guyton and Hall,
2008)
2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi 2 golongan:
1)
Hipertensi
primer
2)
Hipertensi
sekunder
Pada hipertensi primer belum diketahui dengan
jelas penyebabnya. Tetapi diduga ada factor – factor yang resiko yang bias
menyebabkan hipertensi.
Adapun faktor
risiko yang relevan terhadap mekanisme terjadinya hipertensi primer adalah :
1)
genetik
Hipertensi primer bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu
dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi primer daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi.
2)
Jenis kelamin
Hipertensi primer lebih jarang ditemukan pada perempuan pra menopause
dibanding pria karena pengaruh hormon. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar high
density lipoprotein (hdl). Kadar kolesterol hdl yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause (thomas, 2007).
3)
Usia
Insidensi hipertensi primer meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Elastisitas dinding aorta menurun
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 50-60 % pasien dengan umur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmhg.
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 50-60 % pasien dengan umur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmhg.
4)
Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan kejadian
hipertensi primer. Hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada
pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (anggraini dkk.,
2009).
5) Asupan garam
Asupan garam yang tinggi dapat
meningkatkan sekresi hormon natriuretik. Hormon tersebut menghambat aktivitas
sel pompa natrium dan mempunyai efek penekanan pada sistem pengeluaran natrium
sehingga terjadi peningkatan volume plasma yang mengakibatkan kenaikan tekanan
darah.
6) Hiperaktivitas simpatis
Pada hipertensi primer, sekresi katekolamin yang meningkat akan memacu
produksi renin menyebabkan konstriksi arteriol dan vena serta meningkatkan
curah jantung (gray, et al., 2002). Renin bekerja secara enzimatik pada
protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (atau
angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I.
Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup
untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi.
Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan
pembentukan angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut (Guyton dan Hall,
1997).
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua
asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin
II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama
beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru,
yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di
endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek
lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya
selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh
berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut
angiotensinase (Guyton dan Hall, 1997).
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai
dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang
pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi
terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada
arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan
arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik
darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan
tekanan (Guyton dan Hall, 1997).
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah
dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika
tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang
sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia
yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang
disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang
meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai
contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola,
menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin
II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal
tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan
akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al.
2004).
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal,
yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron.
Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula
tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal
tersebut akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian
meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang
ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat
daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan
arteri ke nilai normal.
7)
Sistem
renin-angiotensin
Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan
aldosteron (yang memacu natrium) dan terjadinya retensi air sebagai akibat.
8)
Resistensi
insulin/hiperinsulinemia
Insulin merupakan zat penekan karena meningkatkan
kadar katekolamin dan reabbsorpsi natrium.
9)
Merokok
Merokok dapat mengakibatkan
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
(Sustrani, 2004). Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh
akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih
tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap.
Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada
pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996).
Kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar
jantung dan naiknya tekanan darah. Pemberian kafein 150 mg atau 2-3 cangkir
kopi akan meningkatkan tekanan darah 5-15 mmHg dalam waktu 15 menit.
Peningkatan tekanan darah ini bertahan sampai 2 jam, diduga kafein mempunyai
efek langsung pada medula adrenal untuk mengeluarkan epinefrin. Konsumsi kopi
menyebabkan curah jantung meningkat dan terjadi peningkatan sistole yang lebih
besar dari tekanan diastole. Hal ini terlihat pada orang yang bukan peminum
kopi atau peminum kopi yang menghentikannya paling sedikit 12 jam sebelumnya
(Sianturi, 2004).
2.3 PATOFISIOLOGI / PATHWAY
Mekanisme
yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. (Smeltzer
& Bare 2000).
Vasokontriksi
ini menyebabkan berbagai gejala didalam tubuh, pada otak terjadi peningkatan
tekanan intra serebral sehingga oksigen dalam otak menurun terjadilah
pernafasan anaerob yang meningkatkan asam laktat dan merangsang timbulnya nyeri
karena jantung yang kurang mampu memenuhi suplay dalam otak ini nyeri akan
berlanjut sampai mengakibatkan kesulitan tidur. Selain itu nyeri kepala yang
berlanjut bisa menyebabkan mual sampai muntah. Pada jantung dengan
vasokontriksi menyebabkan suplay oksigen kedalam jantung itu sendiri menurun
dan menyebabkan terjadinya palpitasi pada jantung. Jantung yang berusaha
memenuhi suplay di organ – organ vital vital lainnya menyebabkan jantung bekerja
keras dan ber efek pada kelelahan dan keringat berlebih. Vasokontriksi ini juga
menyebabkan penyempitan di organ mata, mata yang kurang suplay oksigen ini
menyebabkan ketidakmampuan mata memfokuskan pandangan sehingga terjadi mata
kabur atau diplobia. Organ tubuh pada hipertensi akan mengalami vasokontriksi
termasuk pada pembuluh – pembuluh darah di ekstremitas.
Karena ekstremitas bawah termasuk organ yang kurang penting
didalam tubuh sehingga akan terjadi tremor tungkai
karena kurangnya suplay oksigen dari jantung. Karena vasokontriksi di daerah sinus dapat menyebabkan lepasnya lapisan
mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan
disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan ( epistaksis ).
Sebagai
pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut
perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan
arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
(Darmojo, 1999).
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut who
Kategori
|
Sistol (mmhg)
|
Diastol (mmhg)
|
Optimal
|
< 120
|
< 80
|
Normal
|
< 130
|
< 85
|
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
|
140-159
|
90-99
|
Sub grup : perbatasan
|
140-149
|
90-94
|
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
|
160-179
|
100-109
|
Tingkat 3 (hipertensi berat)
|
≥ 180
|
≥ 110
|
Hipertensi sistol terisolasi
|
≥ 140
|
< 90
|
Sub grup : perbatasan
|
140-149
|
< 90
|
Klasifikasi hipertensi menurut joint
national committee 7
Kategori
|
Sistol (mmhg)
|
Dan/atau
|
Diastole (mmhg)
|
Normal
|
<120
|
Dan
|
<80
|
Pre hipertensi
|
120-139
|
Atau
|
80-89
|
Hipertensi tahap 1
|
140-159
|
Atau
|
90-99
|
Hipertensi tahap 2
|
≥ 160
|
Atau
|
≥ 100
|
Klasifikasi hipertensi hasil
konsensus perhimpunan hipertensi indonesia
Kategori
|
Sistol (mmhg)
|
Dan/atau
|
Diastole (mmhg)
|
Normal
|
<120
|
Dan
|
<80
|
Pre hipertensi
|
120-139
|
Atau
|
80-89
|
Hipertensi tahap 1
|
140-159
|
Atau
|
90-99
|
Hipertensi tahap 2
|
≥ 160
|
Atau
|
≥ 100
|
Hipertensi sistol terisolasi
|
≥ 140
|
Dan
|
< 90
|
2.5 Manifestasi
Klinis
1)
Sakit
kepala (rasa berat ditengkuk)
2)
Penglihatan
kabur / diplobia
3)
Berdebar / palpitasi
4)
Tremor otot
5)
Kelelahan
6)
Nausea
7)
Vomiting
8)
Keringat
berlebih
9)
Epistaksis : lepasnya lapisan
mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan
disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.
10)
Kesulitan tidur
11)
Ansietas
12)
Nyeri dada
( Wajan Juni Ujdianti, 2010 )
2.6 Pemeriksaan diagnostik
·
Pemeriksaan
laborat
1) hitung
darah lengkap (complete blood cells count) meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
Hb/ht untuk
mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
2) kimia
darah
a.
Bun,
kreatinin; peningkatan kadar menandakan penurunan perpusi atau faal renal
b.
Serum
glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi) akibat
dari peningkatan kadar katekolamin.
c.
Kadar
kolesterol atau trigriserida: peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus.
d.
Kadar
serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer.
e.
Studi
tiroid (t3 dan t4): menilai adanya hipertiroidisme yang
berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
f.
Asam
urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi
3) elektrolit
a.
Serum
potasium atau kalium (hipokalemi mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi diuretik)
b.
Serum
kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
4) urine
a.
Analisis
urine adanya darah protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal
atau diabetes.
b.
Urine
vma ( catecholamine metabolite): peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma.
c.
Steroid
urine: peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme pheochromacytoma atau
disfungsi pituitary, sindrom cushing’s; kadar renin juga meningkat.
·
ekg : dapat
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang p adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.Menilai adanya hipertrofi miokard, pola
strain, gangguan konduksi atau disritmia.
·
Iup : mengidentifikasikan penyebab
hipertensi seperti : batu ginjal,perbaikanginjal.
·
Radiologi
a.
Intra
venous pyelografi (ivp); mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (bph)
b.
Rontgen
toraks; menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, defosit kalsium
pada aorta dan pembesaran jantung
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi primer bertujuan untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas, juga untuk mencapai tekanan darah kurang
dari 140/90 mmhg. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan perubahan gaya hidup
seperti olahraga dan diet rendah garam. Namun apabila perubahan gaya hidup
kurang memadai untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan maka dapat
dilakukan pemberian diuretika, inhibitor ace (angiotensin-converting-enzim),
penyekat reseptor beta-adrenergik, dan penyekat saluran kalsium (brown,
2007).
2.7.1 Perawatan penderita hipertensi di rumah
1.
Pengaturan pola hidup
Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan
oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota
keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting
pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi.
Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan
berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis
antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (amir, 2002 ).
2.
Berhenti merokok
Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan
darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag
terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah
lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja
jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh
darah yang sempit.
Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan,
disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja
secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat
( santoso, 2001 ).
3.
Kurangi berat badan
Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko
diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker . Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan
darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan
dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol .
4.
Berhenti minum alkhohol
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone – hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau
menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang
berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium, mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik
10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.
5.
Diet
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting
pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah
mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan
mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet
untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni :
diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat,
dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan,2002 ).
6.
Pembatasan garam
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema
atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan
tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ).
Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur
tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang
sangat penting dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang
harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun
vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001).
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda
kue, baking powder,msg ( mono sodium glutamat ),
pengawet makanan atau natrium benzoat ( biasanya terdapat didalam saos, kecap,
selai, jelly ), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung
natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan
obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu (Hayens, 2003).
7.
Diet rendah kolesterol dan lemak
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam
tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu : kolestrol, trigeserida, dan
pospolipid.tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil
sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak
dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi
karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan
tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002).
8.
Diet tinggi serat
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita
hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar ( crude fiber ) dan
serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat
makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan
kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah
tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan
selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan
yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi ( mayo, 2005 ).
9.
Diet rendah kalori
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan
berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena
hipertensi. Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena
hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal – hal berikut :
1.
Asupan kalori
dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 500
gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.
2.
Menu makanan
harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
3.
Perlu dilakukan
aktifitas olah raga ringan.
10. Menegemen stres
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap,
tetapi stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang nersifat
sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan
mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti
yang menetap (Amir,2002).
11.
Olahraga teratur
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga
isotonik seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu
meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone
noradrenalin dan hormone – hormone lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari
olah raga isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan
darah (Mayer,1980).
12.
Istirahat
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh
energi sel dalam tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu.
Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja
produktif samapai melebihi kepatuhan.meluangkan waku istiraha itu perlu
dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari.
Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan,tetapi yang
dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan
mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Amir,2002).
2.7.2 Medikamentosa
Penatalakasanaan hipertensi dengan obat-obatan di
puskesmas disesuaikan dengan ketersediaan obat yang ada di puskesmas pula,
yaitu :
1. Golongan
diuretik (Obat-obatan
jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh melalui kencing
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan )
a.
Hidroklorotiasid
25 mg(hct)
ü indikasi :
hipertensi ringan sampai sedang.
ü dosis : 1-2 x
25-50 mg.
ü efek samping :
hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi, hiperglikemi,
kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
ü kontra indikasi
: dm, gout artritis, riwayat alergi (sindrom steven johnson).
ü catatan :
terapi hipertensi pada usia
lanjut dengan hct lebih banyak efek sampingnya dari pada efektifitasnya. untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan
asupan kalium 1 x 500 mg, atau memperbanyak makan pisang.
b.
Furosemid
40 mg
ü indikasi :
hipertensi ringan sampai berat.
ü dosis : 1-2 x
40-80 mg.
ü efek samping :
sama dengan hct.
ü kontra indikasi
: DM, gout artritis, riwayat alergi (sindrom steven
johnson).
2.
Golongan
inhibitor simpatik (beta blocker) : Mekanisme kerja
anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung
ü propranolol 40
mg
ü indikasi : hipertensi
ringan sampai sedang.
ü dosis : 3 x
40-160 mg.
ü efek samping :
depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi, bronkospasme,
kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
ü kontra indikasi
: dm, gagal jantung, asma, depresi.
3.
Golongan
blok ganglion (Golongan obat
ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis )
a.
Klonidin
0,15 mg
ü indikasi :
hipertensi sedang sampai berat.
ü dosis : 2-3 x
0,15-1,2 mg
ü efek samping :
mulut kering, kelelahan, mengantuk, bradikardi, impotensi, gangguan hati dan
depresi.
ü kontra indikasi
: hepatitis akut, sirosis hepatis, depresi.
b.
Reserpin
0,25 mg dan 0,1 mg.
ü indikasi : hipertensi
sedang sampai berat.
ü dosis : 1-2 x
0,1-0,25 mg
ü efek samping :
bradikardi, eksaserbasi asma, diare, penambahan berat badan mimpi buruk,
depresi.
ü kontra indikasi
: asma, depresi.
4.
Golongan
penghambat enzim konversi angiotensin (ace inhibitor) : Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah)
ü Captopril 25 mg
ü indikasi :
hipertensi ringan sampai berat
ü dosis : dosis
awal 2-3 x 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon dosis dinaikkan
2-3 x 50 mg.
captopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
captopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
ü efek samping :
pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal, neutropeni dan
agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap, parestesia, bronkospame,
limfadenopati dan batuk-batuk.
ü kontra indikasi
: asma
5.
Golongan
antagonis kalsium : Golongan obat
ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung
(kontraktilitas)
a.
Diltiazem
30 mg
ü indikasi : hipertensi
ringan sampai sedang: 3-4 x 30 mg.
ü efek samping :
bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare, konstipasi, udem
ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
ü kontra indikasi
: sick sinus syndrome, av block.
b.
Nifedipin
10 mg
ü indikasi : hipertensi
ringan sampai berat.
ü dosis : 3 x
10-20 mg
ü efek samping :
sama dengan diltiasem.
ü kontra indikasi
: sama dengan diltiasem.
6.
Seni
terapi
1.
Hipertensi
ringan (diastol 90 - 110 mmhg)
·
pilihan
obat pertama : diuretik atau beta blocker
·
obat
tambahan : diuretik + beta blocker
2.
Hipertensi
sedang (diastol : 110-130 mmhg)
·
pilihan
obat pertama : diuretik + beta blocker
·
obat
tambahan : klonidin
3.
Hipertensi
berat (diastol > 130 mmhg)
·
pilihan
obat pertama : klonidin + diuretik.
·
obat
tambahan : beta blocker
7.
Tapering
off dan dosis pemeliharaan
Penghentian terapi hipertensi dengan mengurangi dosis
secara perlahan. Hal ini ditujukan untuk menghindari efek “rebound fenomena”,
yaitu peningkatan kembali tekanan darah setelah penghentian terapi obat-obatan
secara mendadak.
Penurunan dosis disesuaikan dengan penurunan tekanan darah
2.8 Komplikasi
Kondisi hipertensi yang berkepanjangan menyebabkan
gangguan pembuluh darah di seluruh organ tubuh manusia. Angka kematian yang
tinggi pada penderita darah tinggi terutama disebabkan oleh gangguan jantung.
1. Organ jantung
Kompensasi jantung terhadap kerja
yang keras akibat hipertensi berupa penebalan otot jantung kiri. Kondisi
ini akan memperkecil rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan
semakin membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya
gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan kekurangan
oksigen dari otot jantung dan menyebabkan nyeri. Apabila kondisi dibiarkan
terus menerus akan menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa dan menimbulkan
kematian.
2. Sistem saraf
Gangguan
dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian dalam) dan sistem
saraf pusat (otak). Didalam retina terdapat pembuluh-pembuluh darah tipis yang
akan melebar saat terjadi hipertensi, dan memungkinkan terjadi pecah pembuluh
darah yang akan menyebabkan gangguan penglihatan. Sedangkan stroke terjadi saat
hemoragi tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh
darah selain otak yang terpajan tekanan tinggi.
Ensephalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna ( hipertensi
yang cepat dan berbahaya ). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini dapat
meningkatkan tekanan kapiler dan mendorong cairan keruang intetisial diseluruh
susunan saraf pusat. Neuron – neuron disekitarnyakolaps dan terjadi koma serta
kematian.
3. Sistem ginjal
Hipertensi yang
berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh darah ginjal, sehingga
fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan
baik, akibatnya terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat
merusak organ tubuh lain terutama otak.
terima ksih infonya, sangat bagus dan bermanfaat
BalasHapusOBAT DARAH TINGGI,
Good Idea this blog is verry nice, Thanks for information and good Site and The best Author
BalasHapusObat Hernia Anak
Obat Hidrokel Anak
Cara Menyembuhkan Hidrokel
Baja Ringan Tangerang
Penjual Baja Ringan di Tangerang
Hawari Akhir Zaman MP3+Lirik
Ta'aruf Modern (Ta'aruf Zaman Now)
60 Kata-Kata Mutiara Gusmus
Nice artickle, thanks has been sharing this information. Do not forget to visit our website to share information and knowledge about health.
BalasHapusObat Viagra
Viagra Asli
Khasiat Obat Viagra
Pil Biru
Penirum Asli