Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP HIPERTENSI PRIMER




BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar belakang
Suatu kondisi dimana tekanan darah di atas normal disebut hipertensi. Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi dikenal pula sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi (Astawan, 2003). Hipertensi adalah suatu penyakit yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik). Apabila tidak terkontrol maka akan menyebabkan terjadinya gangguan pada organ-organ tubuh, seperti otak, jantung, ginjal, retina, aorta dan pembuluh darah tepi (Santoso, 1989).  Penatalaksanaan hipertensi primer dapat dilakukan dengan olahraga teratur dan perubahan gaya hidup seperti olahraga, diet rendah garam, rendah kolesterol dan lemak dll.
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya. Sekitar 90 % pasien termasuk katagori hipertensi primer. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, hereditas (genetis), dan jenis kelamin. Meningkatnya prevalensi penyakit kardiovaskuler setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju. Kejadian prevalensi hipertensi di Indonesia telah mencapai 31,7 persen dari total penduduk dewasa. Data itu didapat dari hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007-2008.Dari 31,7 persen, hanya sekitar 0,4 persen kasus yang meminum obat hipertensi untuk pengobatan.
Pada tekanan yang tinggi, tekanan arteri rata-rata 50 persen atau lebih di atas normal (Guyton dan Hall, 1997). Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara : (1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. (2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Hal tersebut biasanya terjadi pada orang berusia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. (3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal tersebut terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sehingga untuk menurunkan angka kejadian hipertensi perlu dilakukan adanya penyuluhan – penyuluhan kepada masyarakat baik tingkat provinsi sampai tingkat desa, mengingat kurangnya kewaspadaan pada penyakit ini. Penyuluhan ini bisa dilakukan dengan bantuan medis, paramedic dan kader kesehatan. Prinsip dalam penatalaksanaan hipertensi yang pertama adalah deteksi dini dan terapi dini sebelum timbul kerusakan organ sasaran yang reversibel. Prinsip kedua memulai terapi dengan memberikan komponen dasar yaitu komponen non obat (modifikasi gaya hidup) yang diikuti dengan pemberian obat anti hipertensi (OAH) apabila TD belum terkendali. Prinsip ketiga adalah menurunkan target tekanan darah diastolik (TDD) lebih rendah dari 90 mmHg yang dilakukan secara perlahan-lahan secara gradual dengan memantau kualitas hidup dan tanda vital pasien.  Prinsip ke empat mempertimbangkan derajat tingginya tekanan darah dan tekanan sistolik dalam menetapkan prognosis hipertensi. Pemilihan OAH yang sesuai atau sedikitnya mendekati faktor penyebab hipertensi merupakan prinsip terakhir dalam penatalaksanaan hipertensi.


1.2     Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa memahami tentang penyakit hipertensi primer dan asuhan keperawatan hipertensi primer.

1.2.2 Tujuan khusus
1.        Mahasiswa memahami tentang pengertian hipertensi
2.        Mahasiswa memahami tentang etiologi dan klasifikasi hipertensi
3.        Mahasiswa memahami tentang manifestasi klinis hipertensi
4.        Mahasiswa memahami tentang patofisiologi, WOC hipertensi
5.        Mahasiswa memahami tentang pemeriksaan dan penatalaksanaan hipertensi
6.        Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan hipertensi

1.3     Manfaat
          a.    Bagi mahasiswa
        Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam berbagai proses pembelajaran

b.    Bagi Pembaca
        Bagi semua pembaca diharapkan mampu menambah wawasan tentang asuhan keperatawan pada pasien dengan hipertensi primer/esensial.

c.    Bagi pengembang ilmu
        Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pengembangan ilmu keperawatan

 
 
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Definisi
           Hipertensi adalah suatu peningkaatan abnormal dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode (Wajan Juni Udjianti, 2010)
            Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten diatas 140/90 mmhg (Mary Baradero, 2008)
            Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (Lili, 2007)
            Hipertensi adalah  suatu keadaan di mana tekanan arteri tinggi, berbagai kriteria sebagai batasannya telah diajukan berkisar dari tekanan sistolik 140 – 200 mmhg dan tekanan diastolik 90-110 mmhg (Dorland, 2007)
            Hipertensi primer atau hipertensi essensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Anggraini dkk, 2009). Pada beberapa pasien hipertensi primer terdapat kecenderungan herediter yang kuat  (Guyton and Hall, 2008)

2.2     Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi 2 golongan:
1)      Hipertensi primer
2)      Hipertensi sekunder
Pada hipertensi primer belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Tetapi diduga ada factor – factor yang resiko yang bias menyebabkan hipertensi.
Adapun faktor risiko yang relevan terhadap mekanisme terjadinya hipertensi primer adalah :
1)       genetik
Hipertensi primer bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi primer daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
2)      Jenis kelamin
Hipertensi primer lebih jarang ditemukan pada perempuan pra menopause dibanding pria karena pengaruh hormon. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar high density lipoprotein (hdl). Kadar kolesterol hdl yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause (thomas, 2007).
3)      Usia
Insidensi hipertensi primer meningkat seiring dengan pertambahan usia. Elastisitas dinding aorta menurun
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah  menurun 1% setiap tahun  sesudah  berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 50-60 % pasien dengan umur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmhg.
4)      Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan kejadian hipertensi primer. Hal ini disebabkan lemak dapat menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (anggraini dkk., 2009).
5)      Asupan garam
Asupan garam yang tinggi dapat meningkatkan sekresi hormon natriuretik. Hormon tersebut menghambat aktivitas sel pompa natrium dan mempunyai efek penekanan pada sistem pengeluaran natrium sehingga terjadi peningkatan volume plasma yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah.
6)      Hiperaktivitas simpatis
Pada hipertensi primer, sekresi katekolamin yang meningkat akan memacu produksi renin menyebabkan konstriksi arteriol dan vena serta meningkatkan curah jantung (gray, et al., 2002). Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut (Guyton dan Hall, 1997).
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase (Guyton dan Hall, 1997).
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan (Guyton dan Hall, 1997).
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004).
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.

7)      Sistem renin-angiotensin
Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron (yang memacu natrium) dan terjadinya retensi air sebagai akibat.

8)      Resistensi insulin/hiperinsulinemia
Insulin merupakan zat penekan karena meningkatkan kadar katekolamin dan reabbsorpsi natrium.

9)      Merokok
Merokok dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2004). Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996).
Kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Pemberian kafein 150 mg atau 2-3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah 5-15 mmHg dalam waktu 15 menit. Peningkatan tekanan darah ini bertahan sampai 2 jam, diduga kafein mempunyai efek langsung pada medula adrenal untuk mengeluarkan epinefrin. Konsumsi kopi menyebabkan curah jantung meningkat dan terjadi peningkatan sistole yang lebih besar dari tekanan diastole. Hal ini terlihat pada orang yang bukan peminum kopi atau peminum kopi yang menghentikannya paling sedikit 12 jam sebelumnya (Sianturi, 2004).
2.3       PATOFISIOLOGI / PATHWAY
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. (Smeltzer & Bare 2000).
Vasokontriksi ini menyebabkan berbagai gejala didalam tubuh, pada otak terjadi peningkatan tekanan intra serebral sehingga oksigen dalam otak menurun terjadilah pernafasan anaerob yang meningkatkan asam laktat dan merangsang timbulnya nyeri karena jantung yang kurang mampu memenuhi suplay dalam otak ini nyeri akan berlanjut sampai mengakibatkan kesulitan tidur. Selain itu nyeri kepala yang berlanjut bisa menyebabkan mual sampai muntah. Pada jantung dengan vasokontriksi menyebabkan suplay oksigen kedalam jantung itu sendiri menurun dan menyebabkan terjadinya palpitasi pada jantung. Jantung yang berusaha memenuhi suplay di organ – organ vital vital lainnya menyebabkan jantung bekerja keras dan ber efek pada kelelahan dan keringat berlebih. Vasokontriksi ini juga menyebabkan penyempitan di organ mata, mata yang kurang suplay oksigen ini menyebabkan ketidakmampuan mata memfokuskan pandangan sehingga terjadi mata kabur atau diplobia. Organ tubuh pada hipertensi akan mengalami vasokontriksi termasuk pada pembuluh – pembuluh darah di ekstremitas. Karena ekstremitas bawah termasuk organ yang kurang penting didalam tubuh sehingga akan terjadi tremor tungkai karena kurangnya suplay oksigen dari jantung. Karena vasokontriksi di daerah sinus dapat menyebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan ( epistaksis ).
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

2.4     Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut who
Kategori
Sistol (mmhg)
Diastol (mmhg)
Optimal
< 120
< 80
Normal
< 130
< 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan)
140-159
90-99
Sub grup : perbatasan
140-149
90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat)
≥ 180
≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140
< 90
Sub grup : perbatasan
140-149
< 90

Klasifikasi hipertensi menurut joint national committee 7
Kategori
Sistol (mmhg)
Dan/atau
Diastole (mmhg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
≥ 160
Atau
≥ 100

Klasifikasi hipertensi hasil konsensus perhimpunan hipertensi indonesia
Kategori
Sistol (mmhg)
Dan/atau
Diastole (mmhg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
≥ 160
Atau
≥ 100
Hipertensi sistol terisolasi
≥ 140
Dan
< 90


2.5     Manifestasi Klinis
1)      Sakit kepala (rasa berat ditengkuk)
2)      Penglihatan kabur / diplobia
3)      Berdebar / palpitasi
4)      Tremor otot
5)      Kelelahan
6)      Nausea
7)      Vomiting
8)      Keringat berlebih
9)      Epistaksis : lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.
10)  Kesulitan tidur
11)  Ansietas
12)  Nyeri dada
( Wajan Juni Ujdianti, 2010 )

2.6     Pemeriksaan diagnostik
·           Pemeriksaan laborat
1)    hitung darah lengkap (complete blood cells count) meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
Hb/ht   untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
2)    kimia darah
a.    Bun, kreatinin; peningkatan kadar menandakan penurunan perpusi atau faal renal
b.   Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin.
c.    Kadar kolesterol atau trigriserida: peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
d.   Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer.
e.    Studi tiroid (t3 dan t4): menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
f.    Asam urat: hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi
3)    elektrolit
a.    Serum potasium atau kalium (hipokalemi mengindikasikan adanya aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik)
b.   Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
4)    urine
a.    Analisis urine adanya darah protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal atau diabetes.
b.   Urine vma ( catecholamine metabolite): peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma.
c.    Steroid urine: peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme pheochromacytoma atau disfungsi pituitary, sindrom cushing’s; kadar renin juga meningkat.
·                   Ct scan            : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
·                     ekg      : dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang p adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.Menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia. 
·                   Iup                   : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,perbaikanginjal.
·                   Radiologi
a.       Intra venous pyelografi (ivp); mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (bph)
b.      Rontgen toraks; menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, defosit kalsium pada aorta dan pembesaran jantung

2.7        Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi primer bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas, juga untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmhg. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan perubahan gaya hidup seperti olahraga dan diet rendah garam. Namun apabila perubahan gaya hidup kurang memadai untuk mencapai tekanan darah yang diharapkan maka dapat dilakukan pemberian diuretika, inhibitor ace (angiotensin-converting-enzim), penyekat reseptor beta-adrenergik, dan penyekat saluran kalsium (brown, 2007).

2.7.1    Perawatan penderita hipertensi di rumah
1.         Pengaturan pola hidup
                        Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (amir, 2002 ).
2.         Berhenti merokok
                        Merokok sangat besar perananya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang sempit.
Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara perlahan, disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat
( santoso, 2001 ).
3.         Kurangi berat badan
Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker . Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol .
4.         Berhenti minum alkhohol
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone   hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium, mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg.
5.      Diet
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni : diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan (Astawan,2002 ).
6.         Pembatasan garam
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi. Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium (Na). Oleh karena itu yang sangat penting dalam melakukan diet rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium (Gunawan, 2001).
Sumber sodium antara lain makanan yang mengandung soda kue, baking powder,msg ( mono sodium glutamat ), pengawet makanan atau natrium benzoat ( biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly ), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu (Hayens, 2003).
7.      Diet rendah kolesterol dan lemak
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu : kolestrol, trigeserida, dan pospolipid.tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan (Amir, 2002).
8.      Diet tinggi serat
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu serat kasar ( crude fiber ) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi ( mayo, 2005 ).
9.      Diet rendah kalori
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga dengan orang yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal – hal berikut :

1.        Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.
2.        Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
3.        Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan.

10.  Menegemen stres
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang nersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Amir,2002).
11.  Olahraga teratur
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormone – hormone lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah (Mayer,1980).
12.     Istirahat
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan.meluangkan waku istiraha itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan,tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Amir,2002).

2.7.2    Medikamentosa
Penatalakasanaan hipertensi dengan obat-obatan di puskesmas disesuaikan dengan ketersediaan obat yang ada di puskesmas pula, yaitu :
1.    Golongan diuretik (Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh melalui kencing sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan )
a.          Hidroklorotiasid 25 mg(hct)
ü indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
ü dosis : 1-2 x 25-50 mg.
ü efek samping : hipokalemi, hiponatremi, hiperurikalemi, hiperkolesterolemi, hiperglikemi, kelemahan atau kram otot, muntah dan disines.
ü kontra indikasi : dm, gout artritis, riwayat alergi (sindrom steven johnson).
ü catatan :
terapi hipertensi pada usia lanjut dengan hct lebih banyak efek sampingnya dari pada efektifitasnya. untuk menghindari efek hipokalemi maka diberikan asupan kalium 1 x 500 mg, atau memperbanyak makan pisang.
b.      Furosemid 40 mg
ü indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
ü dosis : 1-2 x 40-80 mg.
ü efek samping : sama dengan hct.
ü kontra indikasi : DM, gout artritis, riwayat alergi (sindrom steven johnson).
2.         Golongan inhibitor simpatik (beta blocker) : Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung
ü propranolol 40 mg
ü indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
ü dosis : 3 x 40-160 mg.
ü efek samping : depresi, insomnia, mimpi buruk, pusing, mual, diare, obstipasi, bronkospasme, kram otot dan bradikardi serta gagal jantung.
ü kontra indikasi : dm, gagal jantung, asma, depresi.
3.         Golongan blok ganglion (Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis )
a.     Klonidin 0,15 mg
ü indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
ü dosis : 2-3 x 0,15-1,2 mg
ü efek samping : mulut kering, kelelahan, mengantuk, bradikardi, impotensi, gangguan hati dan depresi.
ü kontra indikasi : hepatitis akut, sirosis hepatis, depresi.

b.    Reserpin 0,25 mg dan 0,1 mg.
ü indikasi : hipertensi sedang sampai berat.
ü dosis : 1-2 x 0,1-0,25 mg
ü efek samping : bradikardi, eksaserbasi asma, diare, penambahan berat badan mimpi buruk, depresi.
ü kontra indikasi : asma, depresi.
4.         Golongan penghambat enzim konversi angiotensin (ace inhibitor) : Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah)
ü Captopril 25 mg
ü indikasi : hipertensi ringan sampai berat
ü dosis : dosis awal 2-3 x 12,5-25 mg, bila setelah 1-2 minggu belum ada respon dosis dinaikkan 2-3 x 50 mg.
captopril harus diberikan 1 jam sebelum makan.
ü efek samping : pruritus, retensi kalium ringan, proteinuri, gagal ginjal, neutropeni dan agranulositosis, mual dan muntah, gangguan pengecap, parestesia, bronkospame, limfadenopati dan batuk-batuk.
ü kontra indikasi : asma
5.         Golongan antagonis kalsium : Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas)
a.     Diltiazem 30 mg
ü indikasi : hipertensi ringan sampai sedang: 3-4 x 30 mg.
ü efek samping : bradikardi, dizziness, sakit kepala, mual, muntah, diare, konstipasi, udem ekstremitas bawah, shoulder and elbow pain.
ü kontra indikasi : sick sinus syndrome, av block.
b.        Nifedipin 10 mg
ü indikasi : hipertensi ringan sampai berat.
ü dosis : 3 x 10-20 mg
ü efek samping : sama dengan diltiasem.
ü kontra indikasi : sama dengan diltiasem.

6.         Seni terapi
1.    Hipertensi ringan (diastol 90 - 110 mmhg)
·      pilihan obat pertama : diuretik atau beta blocker
·      obat tambahan : diuretik + beta blocker
2.    Hipertensi sedang (diastol : 110-130 mmhg)
·      pilihan obat pertama : diuretik + beta blocker
·      obat tambahan : klonidin
3.    Hipertensi berat (diastol > 130 mmhg)
·      pilihan obat pertama : klonidin + diuretik.
·      obat tambahan : beta blocker

7.      Tapering off dan dosis pemeliharaan
Penghentian terapi hipertensi dengan mengurangi dosis secara perlahan. Hal ini ditujukan untuk menghindari efek “rebound fenomena”, yaitu peningkatan kembali tekanan darah setelah penghentian terapi obat-obatan secara mendadak.
Penurunan dosis disesuaikan dengan penurunan tekanan darah

2.8     Komplikasi
Kondisi hipertensi yang berkepanjangan menyebabkan gangguan pembuluh darah di seluruh organ tubuh manusia. Angka kematian yang tinggi pada penderita darah tinggi terutama disebabkan oleh gangguan jantung.
1.    Organ jantung
                      Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi berupa penebalan  otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan kekurangan oksigen dari otot jantung dan menyebabkan nyeri. Apabila kondisi dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa dan menimbulkan kematian.

2.    Sistem saraf
               Gangguan dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian dalam) dan sistem saraf pusat (otak). Didalam retina terdapat pembuluh-pembuluh darah tipis yang akan melebar saat terjadi hipertensi, dan memungkinkan terjadi pecah pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan penglihatan. Sedangkan stroke terjadi saat hemoragi tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh darah selain otak yang terpajan tekanan tinggi.
Ensephalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna                  ( hipertensi yang cepat dan berbahaya ). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini dapat meningkatkan tekanan kapiler dan mendorong cairan keruang intetisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron – neuron disekitarnyakolaps dan terjadi koma serta kematian.
3.    Sistem ginjal
Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh darah ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik, akibatnya terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain terutama otak.









3 komentar: