BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit tidak menular yang sering menjadi masalah
kesehatan di Indonesia salah satunya ialah Hipertensi.Hipertensi atau
yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di
mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu
120/80mmHg.
Menurut
World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg
dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun).
Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan
ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi. Diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia berjumlah 600 juta
orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika diperkirakan 1 dari 4
orang dewasa menderita Hipertensi (Mukhtar, 2007).
Di
Belanda lebih dari satu juta orang menderita tekanan darah tinggi tetapi yang
mengherankan ialah lebih dari separuhnya tidak mengetahui bahwa mereka adalah
penderita tekanan darah tinggi. Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa
pada tahun 2000 di dunia adalah sebesar 26,4% dan diperkirakan tahun 2025 akan
mencapai 29,2%. Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular
yang masih menjadi beban kesehatan di masyarakat global karena prevalensinya
yang tinggi. Data dari The National Heart and Nutrition Examination Survey
(NHNES) dalam dua dekade terakhir menunjukkan peningkatan insiden hipertensi
pada orang dewasa di Amerika sebesar 29-31%. Hipertensi dikenal sebagai salah
satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat (Yogiantoro,2006)
Di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat nasional,
multisenter, yang dapat menggambarkan prevelensi lengkap mengenai hipertensi.
Namun beberapa sumber, yakni Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,
prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang yang berusia di atas 35 tahun
adalah lebih dari 15,6%. Survei faktor resiko penyakit kardiovaskular (PKV)
oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan
tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993),
dan 12,1% (2000). Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17%
(1993),
dan 12,2% (2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia
lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (Depkes, 2010).
Hipertensi diklasifikasikan atas Hipertensi
Primer (esensial) (90-95%) dan Hipertensi Sekunder (5-10%).
Dikatakan Hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan Hipertensi
sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti penyakit parenkim ginjal,
serta akibat obat. Dampak yang ditimbulkan biasa menyebabkan resiko utama
penyakit stroke, gagal jantung, dan ginjal.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Menjelaskan
Asuhan Keperawatan dengan kasus Hipertensi Sekunder
1.2.2 Tujuan
Khusus
1. Menjelaskan review tentang konsep Hipertensi Sekunder
2. Menjelaskan pengkajian asuhan keperawatan Hipertensi Sekunder
3. Menjelaskan analisa data asuhan keperawatan Hipertensi
Sekunder
4. Menjelaskan diagnosa
keperawatan pada Hipertensi Sekunder
1.3
Manfaat
Dengan
adanya materi makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau
tambahan dalam pembuatan askep pada klien dengan Hipertensi Sekunder
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Definisi Hipertensi
Hipertensi
merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah.
Pengobatan awal pada hipertensi sangatlah penting karena dapat mencegah
timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan
otak. Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah
berhubungan erat dengan morbilitas penyakit kardiovaskuler (Muttaqin, 2009).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi
yang mempunyai penyebab yang dapat dideteksi Hipertensi sekunder antara lain
disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain: penyakit ginjal, renovaskuler,
kelainan endokrin, koartktasio aorta. (ismail yusuf: 2008).
Hipertensi
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa menurut The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detetion, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure atau JNC 7 (2003)
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Klasifikasi
|
Tekanan
Sistolik (mmHg)
|
Tekanan
Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
< 120
|
< 80
|
Prehipertensi
|
120 – 139
|
80 – 89
|
Hipertensi stage I
|
140 – 150
|
90 – 99
|
Hipertensi stage II
|
> 150
|
> 100
|
2.2 Etiologi
Berikut adalah beberapa penyakit dan
gangguan yang dapat menimbulkan hipertensi (tekanan darah tinggi)
sekunder:
1.
Penyakit Ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait
dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan
ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan
darah tinggi adalah penyempitan arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah
utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun, ginjal
akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah.
2.
Stress
Stress bisa memicu sistem saraf
simpati sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pembuluh darah.
3.
Apnea
Obstructive
sleep apnea (OSA)
adalah gangguan tidur di mana penderita berkali-kali berhenti bernafas (antara
10-30 detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang yang kegemukan
dan diikuti dengan gejala lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari,
mendengkur, sakit kepala pagi hari dan edema (pembengkakan) di kaki bagian bawah.
Separuh penderita apnea menderita hipertensi, yang mungkin dipicu oleh
perubahan hormon karena reaksi terhadap penyakit dan stress yang
ditimbulkannya.
4.
Hiper/Hipotiroid
Hipertiroid atau kelebihan hormon
tiroid ditandai dengan mudah kepanasan (merasa gerah), penurunan berat badan,
jantung berdebar dan tremor. Hormon tiroid yang berlebih merangsang aktivitas
jantung, meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh
darah sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon
tiroid ditandai dengan kelelahan, penurunan berat badan, kerontokan rambut dan
lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum banyak
diketahui, namun diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan
tiroid mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah meningkat.
5.
Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi karena
kehamilan (gestational hypertension) yang biasanya terjadi pada
trimester ketiga kehamilan. Preeklamsia disebabkan oleh volume darah yang
meningkat selama kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10%
kehamilan pertama ditandai dengan preeklamsia.
6.
Koarktasi
Aorta (Aortic coarctation)
Koarktasi atau penyempitan aorta
adalah kelainan bawaan yang menimbulkan tekanan darah tinggi.
7.
Gangguan
Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur
kerja ginjal dan tekanan darah. Bila salah satu atau kedua kelenjar adrenal
mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormon berlebihan yang
meningkatkan tekanan darah.
8.
Gangguan
Kelenjar Paratiroid
Empat kelenjar paratirod yang berada
di leher memproduksi hormon yang disebut parathormon. Produksi parathormon yang
berlebih akan meningkatkan kadar kalsium di dalam darah, sehingga memicu
tekanan darah tinggi.
Selain kedelapan penyakit/gangguan
di atas, masih ada beberapa lainnya yang dapat menjadi penyebab hipertensi
sekunder, antara lain:
·
Konsumsi
alkohol berlebihan
·
Penggunaan
Pil KB
·
Efek
samping obat flu tertentu dan obat pengurang nafsu makan
·
Diabetes
·
Tumor
Wilms (pada anak)
2.3 Manifestasi Klinis
Pada
sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang
dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan
dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun
pada seseorang dengan tekanan darah
yang normal.
Retina
merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari
hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa
perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di
dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa
retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina
(retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.
Jika
hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
a.
Sakit kepala bagian oksipital
b.
Kelelahan
c.
Epistaksis
d.
Pusing dan migren
e.
Mual
f.
Muntah
g.
Sesak nafas
h.
Gelisah
i.
Padangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jatung dan ginjal.
2.4 Patofisiologi
1.
Hipertensi
Ginjal (Renal/kidney hypertension)
Penyakit-penyakit ginjal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Tipe dari hipertensi sekunder ini disebut
hipertensi ginjal/renal karena disebabkan oleh suatu persoalan didalam ginjal.
Satu penyebab penting dari hipertensi ginjal adalah penyempitan (stenosis)
arteri yang mensuplai darah ke ginjal-ginjal (arteri ginjal/renal artery). Pada
individu-individu yang lebih muda, terutama wanita, penyempitan disebabkan oleh
suatu penebalan otot dinding arteri-arteri yang menuju ke ginjal (fibromuscular
hyperplasia). Pada individu-individu yang lebih tua, penyempitan umumnya disebabkan
oleh plak-plak mengandung lemak (atherosclerotic) yang mengeras yang
menghalangi arteri ginjal.
Mekanisme penyempitan arteri ginjal
hingga dapat menyebabkan hipertensi yaitu
penyempitan arteri ginjal merusak/mengganggu sirkulasi darah ke ginjal
yang dipengaruhinya. Kehilangan darah ini kemudian menstimulasi ginjal untuk
memproduksi hormon-hormon, renin dan angiotensin. Hormon-hormon ini,
bersama-sama dengan aldosterone dari kelenjar adrenal, menyebabkan suatu
penyempitan dan meningkatkan kekakuan (resisten) pada arteri-arteri sekeliling
(peripheral arteries) seluruh tubuh, yang berakibat pada hipertensi (tekanan
darah tinggi).
Hipertensi renal umumnya pertama
kali dicurigai ketika hipertensi ditemukan pada seorang individu muda atau
suatu serangan hipertensi ditemukan pada seseorang yang lebih tua. Penyaringan
(sreening) penyempitan arteri ginjal kemudian dapat termasuk renal isotope
(radioactive) imaging, ultrasonographic (sound wave) imaging, atau magnetic
resonance imaging (MRI) dari arteri-arteri ginjal. Tujuan dari tes-tes ini
adalah untuk menentukan apakah ada suatu aliran darah ke ginjal yang dibatasi
dan apakah angioplasty (menghilangkan pembatasan/restriction pada arteri-arteri
ginjal) kelihatannya menguntungkan. Bagaimanapun, jika penilaian ultrasonic
mengindikasikan suatu indeks resistensi yang tinggi (high resistive index)
didalam ginjal (resistensi tinggi pada aliran darah), angioplasty mungkin tidak
akan memperbaiki tekanan darah karena kerusakan
kronis ginjal dari hipertensi yang sudah berlangsung lama, telah ada.
Jika apa saja dari tes-tes ini adalah tidak normal atau kecurigaan dokter pada
penyempitan arteri ginjal adalah cukup tinggi, renal angiography (suatu studi
x-ray dimana suatu zat pewarna/dye disuntikkan kedalam arteri ginjal) dilaksanakan.
Angiography adalah tes yang paling akhir untuk benar-benar menvisualisasikan
penyempitan arteri ginjal.
Suatu penyempitan arteri ginjal
mungkin dapat dirawat dengan balloon angioplasty. Pada prosedur ini, dokter
menyusupkan sebuah tabung kecil yang panjang (catheter) kedalam arteri ginjal.
Segera sesudah kateter (catheter) ada didalam, arteri ginjal dilebarkan dengan
meniup balon pada ujung kateter dan menempatkan suatu stent (suatu alat yang
meregang penyempitan) yang menetap didalam arteri pada tempat penyempitan.
Prosedur ini umumnya berakibat pada suatu perbaikan aliran darah ke ginjal dan menurunkan tekanan darah. Lebih dari itu,
prosedur ini juga memelihara fungsi ginjal yang sebagian suplai darahnya telah
dirampas. Hanya jarang sekali operasi diperlukan diwaktu-waktu sekarang untuk
membuka penyempitan arteri ginjal.
2.
Tumor-Tumor
Kelenjar Adrenal (Adrenal gland tumors)
Kelenjar-kelenjar adrenal terletak
tepat diatas ginjal-ginjal. Kedua tumor-tumor ini menghasilkan jumlah
hormon-hormon adrenal yang berlebihan yang menyebabkan tekanan darah tinggi.
Salah satu dari tipe-tipe tumor-tumor adrenal menyebabkan suatu kondisi yang
disebut hiperaldosteronisme utama (primary hyperaldosteronism) karena tumor itu
menghasilkan jumlah hormon aldesteron yang berlebihan. Sebagai tambahan pada
hipertensi, kondisi ini menyebabkan kehilangan jumlah berlebihan potassium dari
tubuh kedalam air seni, yang berakibat pada suatu tingkat potassium yang rendah
didalam darah. Umumnya hiperaldosteronisme (hyperaldosteronism) pertama kali
dicurigai pada seseorang dengan hipertensi ketika potassium yang rendah juga
ditemukan didalam darah. Juga, kelainan-kelainan genetik tertentu yang jarang
dan yang mempengaruhi hormon-hormn kelenjar adrenal dapat menyebabkan hipertensi
sekunder
Tipe lain tumor adrenal yang dapat
menyebabkan hipertensi sekunder disebut sebagai suatu pheochromocytoma. Tumor
ini menghasilkan catecholamines yang berlebihan, yang mana termasuk beberapa
hormon-hormon yang berhubungan dengan adrenalin (adrenaline-related hormones).
Diagnose suatu pheochromocytoma dicurigai pada individu-individu yang mempunyai
episode-episode hipertensi yang mendadak dan berulang yang berhubungan dengan
pengelupasan kulit (flushing of the skin), denyut jantung yang cepat (palpitations),
dan keringatan, sebagai tambahan pada gejala-gejala yang berhubungan dengan
hipertensi.
3.
Koarktasi
Aorta (Coarctation of the aorta)
Koarktasi aorta (Coarctation of the
aorta) adalah suatu kelainan warisan yang jarang yang adalah satu dari
penyebab-penyebab paling umum dari hipertensi pada anak-anak. Kondisi ini
dikarakteristikkan oleh suatu penyempitan pada suatu segmen dari aorta, arteri
besar utama yang keluar dari jantung. Aorta memberikan darah kepada
arteri-arteri yang mensuplai seluruh organ-organ tubuh, termasuk ginjal-ginjal.
Segmen yang sempit (coarctation)
dari aorta umumnya terjadi diatas arteri-arteri ginjal, yang menyebabkan suatu
aliran darah yang berkurang ke ginjal-ginjal. Kekurangan darah ke ginjal-ginjal
ini mendorong sistim hormon renin-angiotensin-aldosterone meningkatkan tekanan
darah. Perawatan koarktasi umumnya adalah pembetulan secara operasi terhadap
segmen penyempitan aorta. Kadangkala, balloon angioplasty dapat digunakan untuk
melebarkan koarktasi aorta (coarctation of the aorta).
4.
Sindrom
Metabolisme dan Obesitas (The metabolic syndrome and obesity)
Faktor-faktor genetik memainkan
suatu peran dalam kumpulan dari penemuan-penemuan yang membuat "sindrom
metabolisme" ("metabolic syndrome"). Individu-individu dengan
sindrom metabolisme mempunyai resistensi insulin dan suatu tendensi untuk
mendapat diabetes mellitus tipe 2 (diabetes-diabetes tidak tergantung insulin).
Kegemukkan, terutama yang berhubungan dengan suatu peningkatan ukuran lilitan
perut (abdominal) yang nyata, menjurus pada gula darah tinggi (hyperglycemia),
lemak darah yang meningkat , peradangan vaskuler, gangguan fungsi endothelial
(kelainan kereaktifan pembuluh-pembuluh darah), dan hipertensi semuanya
menjurus pada penyakit atherosclerotic vascular prematur. Epidemi (wabah)
kegemukkan (obesitas) di Amerika menyokong (kontribusi) pada kelainan ini pada
anak-anak , anak-anak remaja, dan orang-orang dewasa.
2.5
Pemeriksaan
Diagnostik
· Hemoglobin
/ hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel
terhadap volume cairan ( viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor – faktor
resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
· BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
· Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah
pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (
meningkatkan hipertensi )
· Kalium
serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
· Kalsium
serum
Peningkatan kadar
kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
· Kolesterol
dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
· Pemeriksaan
tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
· Kadar
aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer
· Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan
disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
· Asam
urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi
faktor resiko hipertensi
· Steroid
urin
Kenaikan
dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
· IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi
seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
· Foto
dada
Menunjukkan
obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
· CT
scan
Untuk mengkaji tumor serebral,
ensefalopati
· EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung,
pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi
2.6
Penatalaksanaan
Pengobatan
hipertensi sekunder tergantung kepada
penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal terkadang dapat mengembalikan tekanan
darah ke normal atau paling tidak menurunkan tekanan darah. Penyempitan arteri
bisa diatasi dengan memasukkan selang yang pada ujungnya terpasang balon dan
mengembangkan balon tersebut, atau bisa dilakukan pembedahan untuk membuat
jalan pintas (operasi bypass). Tumor yang menyebabkan hipertensi (misalnya
feokromositoma) biasanya diangkat melalui pembedahan. Perubahan gaya hidup bisa
membantu mengendalikan tekanan darah tinggi diantaranya mengurangi konsumsi
makanan tinggi garam dan tidak merokok.
Pengelolaan
hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1.
Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat
digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a.
Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
-
Restriksi garam secara moderat
dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
-
Diet
rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
-
Penurunan berat badan
-
Penurunan asupan etanol
-
Menghentikan merokok
b.
Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan
terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu :
-
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
-
Intensitas olah raga yang baik
antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan.
-
Lamanya latihan berkisar antara
20 – 25 menit berada dalam zona latihan
-
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c.
Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
-
Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.
-
Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
d.
Pendidikan Kesehatan (
Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
2.
Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan
hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (
JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal
pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.Pengobatannya meliputi :
a)
Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b)
Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
-
Dosis obat pertama dinaikkan
- Diganti jenis lain dari obat pilihan
pertama
- Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat
berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin,
reserphin, vasodilator
c)
Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
-
Obat ke-2 diganti
-
Ditambah obat ke-3 jenis lain
d)
Step 4
Alternatif pemberian obatnya
- Ditambah obat ke-3 dan ke-4
-
Re-evaluasi dan konsultasi
3.
Follow Up untuk mempertahankan
terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter )
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai
berikut :
a.
Setiap kali penderita periksa,
penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya.
b.
Bicarakan dengan penderita
tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya.
c.
Diskusikan dengan penderita
bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat
menurunkan morbiditas dan mortilitas.
d.
Yakinkan penderita bahwa
penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang
dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat
tensimeter.
e.
Penderita
tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
f.
Sedapat mungkin tindakan terapi
dimasukkan dalam cara hidup penderita.
g.
Ikutsertakan keluarga penderita
dalam proses terapi.
h.
Pada penderita tertentu mungkin
menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di
rumah.
i.
Buatlah sesederhana mungkin
pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari.
j.
Diskusikan dengan penderita
tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang
mungkin terjadi.
k.
Yakinkan penderita kemungkinan
perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping
minimal dan efektifitas maksimal.
l.
Usahakan biaya terapi seminimal
mungkin.
m.
Untuk
penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering.
n.
Hubungi
segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat
pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan
hipertensi.
2.7
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi diantaranya:
1. Penyakit
parenkim ginjal
2. Penyakit
renovaskuler
3. Pheochromocytoma
4. Hipertensi
pada kehamilan
5. Hiperaldosteronisme
primer
6. HT
kronik
7. Preeklamsi/eklamsi
2.8
Prognosis
1.
Penyakit parenkim ginjal
Penyebab
hipertensi yang disebabkan penyakit parenkim ginjal adalah yang terbanyak.
Penyakit ini berasal dari penyakit-penyakit glomerular, tubulointerstisial dan
penyakit ginjal polikistik. Banyak kasus yang terjadi adalah karena retensi air
dan garam tepi sekresi renin dan angiotensin juga ikut berperan. Hipertensi
yang terjadi akan menyebabkan fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu target
tekanan darah adalah ,130/85 mmHg untuk mengurangi resiko penurunan fungsi
ginjal. Dilatasi arteriol efferen dengan penghambat ACE akan mengurangi
progresivitas penurunan fungsi ginjal. Calsium antagonist juga dapat digunakan
di samping diet rendah garam.
2. Penyakit
renovaskuler
Penyakit
ini lebih banyak pada usia muda dan penyebabnya adalah fibromuskular
hiperplasia. Penyebab lain adalah aterosklerosis yang menyebabkan stenosis
arteri renalis proksimal. Mekanismenya adalah produksi renin yang meningkat
karena aliran darah ke ginjal yang berkurang dan akhirnya retensi garam dan
air. Penyakit renovaskular harus dipikirkan bila :
a. Usia
di bawah 20 tahun
b. Terdengar
bruits pada auskultasi epigastrium
c. Jika
terdapat aterosklerotik di aorta dan arteri perifer (15-25% pasien dengan
gejala aterosklerotik di ekstremitas di dapatkan stenosis arteri renalis).
d. Jika
terjadi penurunan fungsi ginjal yang cepat seelah pemberian ACE inhibitor.
e. Hipertensi
resisten dengan 2 atau lebih obat.
f. Cenderung
menjadi hipertensi maligna.
g. Riwayat
merokok
h. Edema
paru berulang
i. Ukuran
ginjal yang tidak sama >1,5 cm
j. Hipokalemi
dan alkalosis (curiga hipoaldosteronisme)
3. Pheochromocytoma
Hipertensi
yang disebabkan oleh karena sekresi katekolamin. Neural crest adalah sel yang
terdapat pada medula adrenal, ganglion autonom, organ zuckendal (terletak
anterior bifurcatio aorta), dan kandung kemih. Pheochromocytoma dapat terjadi
di tempattempat tersebut tetapi hampir 90% adalah di adrenal. Pheochromocytoma
adalah penyakit yang di turunkan secara genetik autosom dominan. Gejala lain
adalah sakit kepala, gemetar, banyak berkeringat, cemas dan tremor. Katekolamin
yang meningkat biasanya karena aktivitas, defekasi, berkemih, anestesi dan
obat-obatan seperti vasodilator. Kecurigaan penyakit ini bila hipertensi
disertai dua dari gejala (sakit kepala, banyak keringat dan palpitasi),
hipertensi paroksismal dan tekanan diastolik >120 mmHg.
4. Hiperaldosteronisme
primer
Hipertensi
akibat peningkatan aldosteron tanpa peningkatan renin, 60% kasus biasanya
karena adenoama di zona sel glomerululosa (APA= aldosteron producing adenoma)
yang disebut juga conn”s syndrome. Selebihnya adalah idiopatik
hiperaldosteronism (IHA). Kondisi ini dapat didiagnosa dengan menekan ACTH oleh
dexametasone. Hipertensi terjadi karena retensi cairan dan natrium. Pada kasus
ini juga terjadi perubahan ekskresi K+ dan H+ sehingga
terjadi hipokalemia dan alkalosis metabolik. Jadi dapat di tegakkan diagnosa
bila didapatkan hipokalemi tanpa penggunaan diuretik, kadar renin yang rendah
dan kadar Natrium > 140 mEq/L. Gejala
klinis lain akibat hipokalemia :
a. Kelemahan
otot
b. Aritmia
c. Hiotensi
ortostatik karena disfungsi autonom
d. Poliuria
karena gangguan pemekatan urin
e. Insulin
resistensi
5. HT
gestasional
HT
yang terjadi pada selama kehamilan atau 24 jam pasca partus tanpa disertai
proteinuria atau tanda-tanda preeklamsia biasanya tekanan darah kembali normal
12 minggu pasca partus. Pada keadaan HT dan preeklamsia pada wanita hami
terdapat peningkatan kadar homosistein dalam darah. Resiko HT gestasional dapat
dicegah dengan menurunkan kadar homosistein ini. Suplementasi asam folat
ternyata lebih efektif bila dimulai pemberiannya pada kehamilan kurang dari 8
bulan. Selain itu riwayat perokok sebelum dan selama kehamilan menyebabkan
resiko timbulnya HT pada kehamilan lebih besar. Resistensi terhadap isuli
merupakan salah stu yang dipikirkan sebagai patogenesis terjadinya HT.
2.9
Kelebihan
Na, obesitas, perokok, stress, genetik, hypercolesterol
|
Gx Rasa
Nyaman Nyeri
|
Rangsangan
saraf simpatis (epineprin, nor epineprin) menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah
|
B1
|
Bendungan
kapiler darah
|
Gangguan
difusi gas O2, CO2 di alveoli
|
Hioksemia,
hiperkapnia
|
Sesak,
penurunan kesadaran, sianosis
|
Gangguan
Pertukaran Gas
|
B2
|
Peningkatan
beban ventrikel kiri
|
Hipertrofi
ventrikel kiri
|
Gagal
jantung kiri
|
Peningkatan
denyut jantung
|
Pucat
hipo/hipertensi, cepat lelah
|
Penurunan
curah jantung
|
B3
|
Peningkatan
tekanan pembuluh darah otak
|
Pecahnya
pembuluh darah otak,hambatan aliran darah
|
Merembes
ke bagian dalam jaringan otak
|
Perdarahan
Serebral,dan edema
|
Resti ; Peningkatan
TIK
|
Nyeri
kepala, bradikardi
|
B4
|
Perfusi
ginjal menurun
|
GFR
menurun
|
Renin
menstimulasi angiostensinnogen yg merubah angiostensin I menjadi
angiostensin II
|
Reabsorbsi
Na, air shg tekanan osmotik meningkat
|
Oligouri,
anuria
|
Kelebihan
volume cairan
|
B5
|
B6
|
Aliran
darah terlambat,darah ke usus menurun
|
Peristaltik
usus menurun
|
Konstipasi
|
Gx pola
Eliminsi Alvi
|
Aliran
darah terhambat, darah ke otot menurun
|
Kelemahan
otot
|
Intoleransi
aktifitas
|
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN
2.10.1
Pengkajian
a.
Biodata
Biasanya
terjadi pada orang usia tua, genetik, obesitas, stres lingkungan dan hilangnya
elastisitas pembuluh darah dan aterosklerosis, jenis kelamin (laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak daripada kulit
putih)
b. Keluhan utama
Klien mengeluh fatique, lemah dan sulit
bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi denyut jantung, disritmia
dan takipnea.
c. Riwayat
penyakit sekarang
Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala yaitu nyeri kepala dan
kelelahan
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Aterosklerosis,
penyakit katup jantung, penyakit jantung koroner atau stroke, episode palpitasi
serta berkeringat banyak, DM, Ginjal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal berikut
ini:
B1 (
Breathing ):
Dyspnea yang
berkaitan dengan aktivitas /kerja, takipnea, batuk dengan atau tanpa adanya
sputum.
B2 (Blood)
Kenaikan tekanan darah, distensi vena jugularis, kulit
pucat, sianosis, akral dingin, nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena
jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda
B3 (Brain)
Gelisah, pusing
B4 (Bladder)
Distensi vesika urinaria, pernurunan
produksi urin, Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu
B5(Bowel):
Bising
usus menurun, mual, muntah dan perubahan BB
akhir akhir ini(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretic. Berat badan
normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
B6 (Bone):
Kelemahan,
oedema
f.
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas,
depresi, rasa marah kronis (mungkin mengindikasikan gangguan cerebral). Temuan
fisik meliputi kegelisaha, penyempitan lapang perhatian, menangis, otot wajah
tegang terutama di sekitar mata, menarik napas panjan dan pola bicara cepat
g.
Riwayat penyakit ginjal (obstruksi atau
infeksi). Seseorang
akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi Temuan fisik:Temuan fisik:
produksi urine < 50 ml/jam atau oliguri.
h.
Riwayat mengkonsumsi makanan tinggi
lemak atau kolesterol, tinggi garam, dan tinggi kalori. Selain itu, juga
melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian diuretic.
Temuan fisik meliputi berat badan normal ata obesitas, edema, kongesti vena,
distensi vena jugularis dan glikosuria (riwayat diabetes melitus).
i.
Neurosensori: melaporkan serangan
pusing/pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode mati rasa, atau
kelumpuhan salah satu sisi badan. Gangguan visual (diplopia-pandangan ganda
atau pandangan kabur) dan epistaksis. Temuan fisik: perubahan status mental
meliputi kesadaran, orientasi, isi dan pola pembicaraan, afek yang tidak tepat,
proses piker memori. Respon motorik: penurunan reflex tendon, tangan
menggenggam. Fundus optic: pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau
sklerosis arteri, edema atau papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung
derajat dan lamnya hipertensi
j.
Melaporkan angina, nyeri intermitten
pada paha- claudication (indikasi arterosklerosis pada ekstremitas bawah),
sakit kepala hebat di oksipital, nyeri atau teraba massa di abdomen
(pheochromocytoma).
k.
Respirasi: mengeluh sesak napas saat aktivitas,
takipnea, orthopnea, PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Temuan fisik meliputi sianosis, penggunaan otot bantu pernapasan, terdengar
suara napas tambahan (ronkhi, rales, wheezing).
l.
Melaporkan adanya gangguan koorsdinasi,
parasthesia unilateral transient episodic, penggunaan kontrasepsi oral.
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah
jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemi miokard,
hipertrofi/rigiditar ventrikel.
2.
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.
Perubahan kenyamanan (nyeri kepala akut) b/d peningkatan
tekanan vascular otak.
4.
Resiko tinggi terhadap injury atau
trauma fisik b/d pandangan kabur, rupture pembuluh darah otak, epistaksis
5.
Kurang pengetahuan tentang pengelolaaan
hipertensi
2.10.3 Intervensi dan rasional
1.
Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemi miokard, hipertrofi/rigiditar ventrikel
Tujuan: mempertahankan
tekanan darah dalam rentang individual yang dapat diterima, irama jantung
dan denyut jantung dalam batas normal
Kriteria Hasil: Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah /
beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi:
1.
Monitor tekanan darah, ukur pada kedua
ekstremitas baik lengan maupun kaki pada awal evaluasi. Gunakan manset dan cara
pengukuran yang tepat.
2.
Catat kualitas denyutan sentral dan
perifer
3.
Auskultasi suara napas dan bunyi jantung
Rasional: peningkatan
tekanan drah meningkatkan preload dan beban kerja jantung. Terdengarnya crackels,
di basal paru mengidentifikasikan kongesti pulmunal, akibat peningkatan tekanan
jantung sisi kiri. Terdengarnya BJ3 atau BJ4 gallops akibat dari penurunan
pengembangan ventrikel kiri.
4.
Observasi warna kulit, kelembuta, suhu
kulit dan waktu pengisian kembali kapiler.
5.
Berikan lingkungan yang tenang dan
nyaman, batasi jumlah pengunjung.
6.
Pertahankan pembatasan aktivitas, buat
jadwal terapi yang tidak mengganggu masa istirahat klien.
Rasional: lingkungan
nyaman dan pembatasan aktivitas menurunkan konsumsi oksigen miokard.
7.
Berikan diet rendah garam dan pembatasan
cairan
8.
Nilai intake cairan dan produksi urine
per 24 jam (intake-output cairan)
Rasional: diet
rendah garam dan pembatasan cairan mencegah peningkatan volume cairan
ekstraseluler yang dapat meningkatkan tekanan darah.
9.
Kolaborasi pemberian terapi sesuai
indikasi:
· Diuretic
thiazid (chlorothiazide,hydrochlorothiazide,bendroflumethiazide)
Rasional: menurunkan
volume cairan ekstraseluler, mengurangi volume darah
· Diuretic
loop (furosemid, bumetadine)
Rasional:
menghambat resorpsi natrium, klorida dan air di renal dan membuang kelebihan
cairan
· Potassium-sparing
diuretic (spironolactone, amiloride)
Rasional:
penghambat kompetitif aldosteron dan mencegah hipokalemia
2.
Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
Tujuan :
mampu beraktifitas tanpa keluhan yang berarti
Kriteria Hasil: Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di
inginkan / diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang
dapat diukur.
Intervensi
:
1. Kaji
respon klien terhadap aktivitas dan catat: denyut nadi(denyut jantung,
aktivitas kurang < 20 BpM dari denyut jantung istirahat), catat tekanan
darah pasca aktivitas (sistolik meningkat 40 mmHg dan diastolic meningkat 20
mmHg), keluhan sesak nafas, nyeri dada, keletihan yang sangat, diaphoresis,
pusing atau syncope.
Rasional: Tanda
dan gejala tersebut engindikasikan penurunan curah jantung dan perfusi
jaringan, akibat penigkatan preload dan afterload ventrikel kiri
2. Anjurkan
klien menggunakan tekhnik penghematan tenaga
saat beraktivitas sesuai dengan kemampuan, seperti mandi, menyisir rambut atau
mengosok gigi dengan posisi duduk. Bantu pemenuhan aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan. Anjurkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi klien.
Rasional: Penghematan
energy mengurangi konsumsi oksigen pada miokard
3.
Perubahan
kenyamanan (nyeri kepala akut) b/d peningkatan tekanan vascular otak
Tujuan:
mengurangi nyeri dan menurunkan tekanan pembuluh darah otak
Kriteria Hasil:Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman.
Intervensi:
1.
Pertahankan bedrest selama masa akut
2. Berikan
tindakan kenyamanan untuk mengurangi sakit kepala, seperti massage punggung dan
leher, elevasi kepala, kompres hangat didahi atau leher, tekhnik relaksasi, meditasi, imajinasi
terbimbing, distraksi dan aktivitas diversional.
3. Kurangi
aktivitas yang merangsang simpatis yang makin memperbarat sakit kepala seperti
batuk lama ketegangan saat devekasi
4. Berikan
tampon hidung dan kompres dengan es bila terjadi epistsaksis
Rasional:
menghentikan perdarahan akibat pecahnya kapiler nasal
5. Kaji
ulang visus klien, tanyakan keluhan terhadap pandangan kabur, lakukan tekhnik relaksasi dan distraksi,imaginasi terbimbing, yoga
Rasional:
pandangan kabur dan penurunan visus adalah indicator kerusakan retina mata.
6. Kolaborasi
pemberian tindakan pengobatan:
a. Analgesic
Rasional:
mengurangi nyeri kepala
b. Tranquilizer
(diazepam)
Rasional:
menurunkan kecemasan dan membantu tidur
c. Pemeriksaan
fundus mata (kon.sultasi dengan dokter mata)
Rasional:
nilai komplikasi hipertensi pada mata (retina)
4.
Kurang
Pengetahuan tentang pengeolaan hipertensi
Tujuan:
Klien memahami proses penyakit dan penatalaksanaan, mampu mengidentifikasi efek
samping obat, komplikasi serta mampu mempertahankan tekanan darah dalam rentang
normal.
Intervensi:
a. Kaji kesiapan klien dan keluarga untuk belajar
b. Diskusikan
definisi batasan tekanan darah normal.
Jelaskan hipertensi dan efeknya terhadap jantung, pembuluh darah, ginjal, dan
otak.
c. Hindari
mengatakan tekanan darah “normal”, tetapi gunakan “terkontrol baik” saat
menggambarkan tekanan darah klien dalam rentang yang diharapkan.
d. Bantu
klien dalam mengidentifikasi faktor
resiko kardiovaskuler yag dapat diubah (obesitas, pola diet tinggi lemak jenuh
dan kolesterol, merokok, asupan alkohol, dan gaya hidup penuh stress).
e. Pecahkan
masalah bersama klien utuk
mengidentifikasi perubahan gaya hidup tepat yang dapat menurunkan faktor-faktor
diatas.
f. Berikan
penguatan tentang pentingnya menanti pengobatan dan follow up secara teratur.
g. Ajarkan
klien self-monitoring tekanan darah
(mengukur tekanan darah, frekuensi nadi secara mandiri).
h. Bantu
merumuskan jadwal pegobatan atau follow
up
i. Jelaskan
alasan, dosis, efek samping obat dan pentingnya mengikuti aturan terapi,
seperti berikut ini.
1.
Diuretik: diminum dengan dosis harian
atau dosis yang lebih besar setiap pagi.
2.
Antihipertensi: harus diminum sesuai
jadwal, jangan meambah dosis obat, mengurangi, atau menghentikannya tanpa
kosultasi dengan dokter.
3.
Mencatat perubahan berat badan tip hari
4.
Batasi penggunaan alcohol dan hindari konsumsi kafein.
5.
Meningkatkan asupan makanan yang tinggi
kalium (pisang hijau, kentang, orange, air kelapa hijau) jika menggunakan diuretik.
6.
Identifikasi gejala dan tanda yang
memerlukan konsultasi ke dokter (bengkak di kaki atau perut, pusing hebat,
episode pingsan atau terjatuh, kram otot, mual, muntah, denyut nadi tidak
teratur, takikardi, atau berdebar-debar).
7.
Bergerak atau ganti posisi secara
perlahan atau tidak mendadak, tidur dengan posisi kepala lebih tinggi
8.
Hindari berdiri lama dan lakukan latihan
menggerakkan kaki saat berbaring.
j. Jelaskan
alasan diet yang ditentutak dan bantu klien mengidentifikasi sumber makanan
tinggi garam dan mengurangi konsumsinya (snack bergaram dan bahan olahan yang
memakai keju atau daging, sau, monosodium-glutamate
MSG, baking soda, baking powder) Tekanan pentinnya membaca
komposisi pada label makanan.
Rasional: Pencegahan
serangan ulang dan komplikasi pasca hiperteni lebih bermakna melalui proses
pengajaran klien dan keluarganya. Hipertensi adalah sindrom penyakityang dapat
dikelola dengan mengubah gaya hidup melelui pengaturan diet (mengurangi asupan natrium), olahraga, mematuhi aturan terapi,
dan latihan relaksasi (manajemen stress).
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hipertensi
sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain:
penyakit ginjal, renovaskuler, kelainan endokrin, koartktasio aorta. Pada hipertensi berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala sakit kepala bagian oksipital, ke
lelahan,epistaksis, pusing dan migren, mual, muntah, sesak nafasm gelisah,
serta pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jatung dan ginjal bahkan bias
terjadi penurunan kesadaran.
Pengobatan
hipertensi sekunder tergantung kepada penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal
terkadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau paling tidak
menurunkan tekanan darah. Adapun cara untuk pengelolaan hipertensi dengan cara
tanpa obat seperti diet, latihan fisik , mengontrol psikologis serta dengan
menggunakan terapi obat. Jika penyakit hipertensi tidak dikendalikan maka akan
mengakibatkan komplikasi, diantaranya penyakit parenkim ginjal, penyakit
renovaskuler, pheochromocytoma, hipertensi
pada kehamilan, hiperaldosteronisme primer, hipertensi kronik, dan preeklamsi/eklamsi.
3.2
Saran
Saran yang dapat
kami berikan antara lain yaitu:
1. Dalam
menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan hipertensi diperlukan
pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
2. Informasi
atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan hipertensi misalnya
tentang diet yang tepat dan latihan fisik.
3. Dukungan
psikologik sangat berguna untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, dkk. (2008). Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Kardivaskuler. Jakarta: EGC.
Doengoes, dkk.
(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda
Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. (2006).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Tjokronegoro, Arjatmo. (2001). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ujianto, Wajan
Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika.
The information is so exciting, very enjoyable to be listened
BalasHapusObat Kolesterol Dan Asam Urat Herbal Paling Ampuh
Obat Kolesterol Dari Bahan Tradisional Paling Mujarab
Obat Kolesterol Jahat Alami Herbal Mujarab
Obat Kolesterol Yang Manjur Dan Aman untuk Semua Kalangan
Very good idea you've shared here, from here I can be a very valuable new experience. all things that are here will I make the source of reference, thank you friends.
BalasHapusObat Kolesterol 100% Herbal Aman Tanpa Efek Samping
Obat Kolesterol Tinggi Tanpa Adanya Efek Samping Negatif
Obat Kolesterol Alami Untuk Melawan Kolesterol Jahat
Obat Kolesterol Menahun 100% Dari Herbal Tradisional
Your post is so good, I wait for your next post
BalasHapusObat Kolesterol Herbal Alami Paling Bagus
Obat Kolesterol Alami Yang Manjur Banyak Dicari
Obat Kolesterol Alternatif Herbal Alami Yang Aman
Obat Kolesterol Tinggi Tanpa Efek Samping