Kamis, 31 Januari 2013

HIPERTENSI SEKUNDER



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Penyakit tidak menular yang sering menjadi masalah kesehatan di Indonesia salah satunya ialah Hipertensi.Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah di atas ambang batas normal yaitu 120/80mmHg.
Menurut World Health Organization (WHO), batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun). Penyakit ini disebut sebagai the silent killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau tersembunyi. Diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita Hipertensi (Mukhtar, 2007).
Di Belanda lebih dari satu juta orang menderita tekanan darah tinggi tetapi yang mengherankan ialah lebih dari separuhnya tidak mengetahui bahwa mereka adalah penderita tekanan darah tinggi. Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa pada tahun 2000 di dunia adalah sebesar 26,4% dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 29,2%. Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular yang masih menjadi beban kesehatan di masyarakat global karena prevalensinya yang tinggi. Data dari The National Heart and Nutrition Examination Survey (NHNES) dalam dua dekade terakhir menunjukkan peningkatan insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika sebesar 29-31%. Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat (Yogiantoro,2006)
Di Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevelensi lengkap mengenai hipertensi. Namun beberapa sumber, yakni Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang yang berusia di atas 35 tahun adalah lebih dari 15,6%. Survei faktor resiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000). Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17% (1993), dan 12,2% (2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (Depkes, 2010).
 Hipertensi diklasifikasikan atas Hipertensi Primer (esensial) (90-95%) dan Hipertensi Sekunder (5-10%). Dikatakan Hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti penyakit parenkim ginjal, serta akibat obat. Dampak yang ditimbulkan biasa menyebabkan resiko utama penyakit stroke, gagal jantung, dan ginjal.



1.2         Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Menjelaskan Asuhan Keperawatan dengan kasus Hipertensi Sekunder
1.2.2    Tujuan Khusus
                     1. Menjelaskan review tentang konsep Hipertensi Sekunder
                     2. Menjelaskan pengkajian asuhan keperawatan Hipertensi Sekunder
3.  Menjelaskan analisa data asuhan keperawatan Hipertensi Sekunder
                     4. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada Hipertensi Sekunder

1.3     Manfaat

          Dengan adanya materi makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau tambahan dalam pembuatan askep pada klien dengan Hipertensi Sekunder



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan awal pada hipertensi sangatlah penting karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak. Penyelidikan epidemiologis membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan morbilitas penyakit kardiovaskuler (Muttaqin, 2009).
          Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang mempunyai penyebab yang dapat dideteksi Hipertensi sekunder antara lain disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain: penyakit ginjal, renovaskuler, kelainan endokrin, koartktasio aorta. (ismail yusuf: 2008). 

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa menurut The Sevent Report of The Joint National Committee on Prevention, Detetion, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure atau JNC 7 (2003)
       dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Klasifikasi
Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi
120 – 139
80 – 89
Hipertensi stage I
140 – 150
90 – 99
Hipertensi stage II
> 150
> 100

2.2  Etiologi

         Berikut adalah beberapa penyakit dan gangguan yang dapat menimbulkan       hipertensi (tekanan darah tinggi) sekunder:

1.   Penyakit Ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan  tekanan darah tinggi adalah penyempitan arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah.


2.    Stress
Stress bisa memicu sistem saraf simpati sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan pembuluh darah.

3.   Apnea
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur di mana penderita berkali-kali berhenti bernafas (antara 10-30 detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang yang kegemukan dan diikuti dengan gejala lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari, mendengkur, sakit kepala pagi hari dan edema (pembengkakan) di kaki bagian bawah. Separuh penderita apnea menderita hipertensi, yang mungkin dipicu oleh perubahan hormon karena reaksi terhadap penyakit dan stress yang ditimbulkannya.

4.   Hiper/Hipotiroid
Hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid ditandai dengan mudah kepanasan (merasa gerah), penurunan berat badan, jantung berdebar dan tremor. Hormon tiroid yang berlebih merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid ditandai dengan kelelahan, penurunan berat badan, kerontokan rambut dan lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum banyak diketahui, namun diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan tiroid mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah meningkat.

5.   Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational hypertension) yang biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Preeklamsia disebabkan oleh volume darah yang meningkat selama kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10% kehamilan pertama ditandai dengan preeklamsia.

6.   Koarktasi Aorta (Aortic coarctation)
Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan yang menimbulkan tekanan darah tinggi.

7.   Gangguan Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan darah. Bila salah satu atau kedua kelenjar adrenal mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormon berlebihan yang meningkatkan tekanan darah.







8.   Gangguan Kelenjar Paratiroid
Empat kelenjar paratirod yang berada di leher memproduksi hormon yang disebut parathormon. Produksi parathormon yang berlebih akan meningkatkan kadar kalsium di dalam darah, sehingga memicu tekanan darah tinggi.
Selain kedelapan penyakit/gangguan di atas, masih ada beberapa lainnya yang dapat menjadi penyebab hipertensi sekunder, antara lain:
·      Konsumsi alkohol berlebihan
·      Penggunaan Pil KB
·      Efek samping obat flu tertentu dan obat pengurang nafsu makan
·      Diabetes
·      Tumor Wilms (pada anak)

2.3      Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah  tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan  tekanan darah yang  normal.
Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.
Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
a.    Sakit kepala bagian oksipital
b.    Kelelahan
c.    Epistaksis
d.   Pusing dan migren
e.    Mual
f.       Muntah
g.    Sesak nafas
h.    Gelisah
i.        Padangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,  jatung dan ginjal.






2.4  Patofisiologi

1.   Hipertensi Ginjal (Renal/kidney hypertension)
   Penyakit-penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Tipe dari hipertensi sekunder ini disebut hipertensi ginjal/renal karena disebabkan oleh suatu persoalan didalam ginjal. Satu penyebab penting dari hipertensi ginjal adalah penyempitan (stenosis) arteri yang mensuplai darah ke ginjal-ginjal (arteri ginjal/renal artery). Pada individu-individu yang lebih muda, terutama wanita, penyempitan disebabkan oleh suatu penebalan otot dinding arteri-arteri yang menuju ke ginjal (fibromuscular hyperplasia). Pada individu-individu yang lebih tua, penyempitan umumnya disebabkan oleh plak-plak mengandung lemak (atherosclerotic) yang mengeras yang menghalangi arteri ginjal.
   Mekanisme penyempitan arteri ginjal hingga dapat menyebabkan hipertensi yaitu  penyempitan arteri ginjal merusak/mengganggu sirkulasi darah ke ginjal yang dipengaruhinya. Kehilangan darah ini kemudian menstimulasi ginjal untuk memproduksi hormon-hormon, renin dan angiotensin. Hormon-hormon ini, bersama-sama dengan aldosterone dari kelenjar adrenal, menyebabkan suatu penyempitan dan meningkatkan kekakuan (resisten) pada arteri-arteri sekeliling (peripheral arteries) seluruh tubuh, yang berakibat pada hipertensi (tekanan darah tinggi).
   Hipertensi renal umumnya pertama kali dicurigai ketika hipertensi ditemukan pada seorang individu muda atau suatu serangan hipertensi ditemukan pada seseorang yang lebih tua. Penyaringan (sreening) penyempitan arteri ginjal kemudian dapat termasuk renal isotope (radioactive) imaging, ultrasonographic (sound wave) imaging, atau magnetic resonance imaging (MRI) dari arteri-arteri ginjal. Tujuan dari tes-tes ini adalah untuk menentukan apakah ada suatu aliran darah ke ginjal yang dibatasi dan apakah angioplasty (menghilangkan pembatasan/restriction pada arteri-arteri ginjal) kelihatannya menguntungkan. Bagaimanapun, jika penilaian ultrasonic mengindikasikan suatu indeks resistensi yang tinggi (high resistive index) didalam ginjal (resistensi tinggi pada aliran darah), angioplasty mungkin tidak akan memperbaiki tekanan darah karena kerusakan  kronis ginjal dari hipertensi yang sudah berlangsung lama, telah ada. Jika apa saja dari tes-tes ini adalah tidak normal atau kecurigaan dokter pada penyempitan arteri ginjal adalah cukup tinggi, renal angiography (suatu studi x-ray dimana suatu zat pewarna/dye disuntikkan kedalam arteri ginjal) dilaksanakan. Angiography adalah tes yang paling akhir untuk benar-benar menvisualisasikan penyempitan arteri ginjal.
   Suatu penyempitan arteri ginjal mungkin dapat dirawat dengan balloon angioplasty. Pada prosedur ini, dokter menyusupkan sebuah tabung kecil yang panjang (catheter) kedalam arteri ginjal. Segera sesudah kateter (catheter) ada didalam, arteri ginjal dilebarkan dengan meniup balon pada ujung kateter dan menempatkan suatu stent (suatu alat yang meregang penyempitan) yang menetap didalam arteri pada tempat penyempitan. Prosedur ini umumnya berakibat pada suatu perbaikan aliran darah ke ginjal dan  menurunkan tekanan darah. Lebih dari itu, prosedur ini juga memelihara fungsi ginjal yang sebagian suplai darahnya telah dirampas. Hanya jarang sekali operasi diperlukan diwaktu-waktu sekarang untuk membuka penyempitan arteri ginjal.

2.   Tumor-Tumor Kelenjar Adrenal (Adrenal gland tumors)
   Kelenjar-kelenjar adrenal terletak tepat diatas ginjal-ginjal. Kedua tumor-tumor ini menghasilkan jumlah hormon-hormon adrenal yang berlebihan yang menyebabkan tekanan darah tinggi. Salah satu dari tipe-tipe tumor-tumor adrenal menyebabkan suatu kondisi yang disebut hiperaldosteronisme utama (primary hyperaldosteronism) karena tumor itu menghasilkan jumlah hormon aldesteron yang berlebihan. Sebagai tambahan pada hipertensi, kondisi ini menyebabkan kehilangan jumlah berlebihan potassium dari tubuh kedalam air seni, yang berakibat pada suatu tingkat potassium yang rendah didalam darah. Umumnya hiperaldosteronisme (hyperaldosteronism) pertama kali dicurigai pada seseorang dengan hipertensi ketika potassium yang rendah juga ditemukan didalam darah. Juga, kelainan-kelainan genetik tertentu yang jarang dan yang mempengaruhi hormon-hormn kelenjar adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder
   Tipe lain tumor adrenal yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder disebut sebagai suatu pheochromocytoma. Tumor ini menghasilkan catecholamines yang berlebihan, yang mana termasuk beberapa hormon-hormon yang berhubungan dengan adrenalin (adrenaline-related hormones). Diagnose suatu pheochromocytoma dicurigai pada individu-individu yang mempunyai episode-episode hipertensi yang mendadak dan berulang yang berhubungan dengan pengelupasan kulit (flushing of the skin), denyut jantung yang cepat (palpitations), dan keringatan, sebagai tambahan pada gejala-gejala yang berhubungan dengan hipertensi.

3.   Koarktasi Aorta (Coarctation of the aorta)
   Koarktasi aorta (Coarctation of the aorta) adalah suatu kelainan warisan yang jarang yang adalah satu dari penyebab-penyebab paling umum dari hipertensi pada anak-anak. Kondisi ini dikarakteristikkan oleh suatu penyempitan pada suatu segmen dari aorta, arteri besar utama yang keluar dari jantung. Aorta memberikan darah kepada arteri-arteri yang mensuplai seluruh organ-organ tubuh, termasuk ginjal-ginjal.
   Segmen yang sempit (coarctation) dari aorta umumnya terjadi diatas arteri-arteri ginjal, yang menyebabkan suatu aliran darah yang berkurang ke ginjal-ginjal. Kekurangan darah ke ginjal-ginjal ini mendorong sistim hormon renin-angiotensin-aldosterone meningkatkan tekanan darah. Perawatan koarktasi umumnya adalah pembetulan secara operasi terhadap segmen penyempitan aorta. Kadangkala, balloon angioplasty dapat digunakan untuk melebarkan koarktasi aorta (coarctation of the aorta).


4.   Sindrom Metabolisme dan Obesitas (The metabolic syndrome and obesity)
   Faktor-faktor genetik memainkan suatu peran dalam kumpulan dari penemuan-penemuan yang membuat "sindrom metabolisme" ("metabolic syndrome"). Individu-individu dengan sindrom metabolisme mempunyai resistensi insulin dan suatu tendensi untuk mendapat diabetes mellitus tipe 2 (diabetes-diabetes tidak tergantung insulin). Kegemukkan, terutama yang berhubungan dengan suatu peningkatan ukuran lilitan perut (abdominal) yang nyata, menjurus pada gula darah tinggi (hyperglycemia), lemak darah yang meningkat , peradangan vaskuler, gangguan fungsi endothelial (kelainan kereaktifan pembuluh-pembuluh darah), dan hipertensi semuanya menjurus pada penyakit atherosclerotic vascular prematur. Epidemi (wabah) kegemukkan (obesitas) di Amerika menyokong (kontribusi) pada kelainan ini pada anak-anak , anak-anak remaja, dan orang-orang dewasa.

2.5         Pemeriksaan Diagnostik
·      Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor – faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
·      BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
·      Glukosa
Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
·      Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
·      Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
·      Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya    pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
·      Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
·      Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer
·      Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
·      Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
·      Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.


·      IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
·      Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
·      CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
·      EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

2.6         Penatalaksanaan
Pengobatan  hipertensi sekunder tergantung kepada penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal terkadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau paling tidak menurunkan tekanan darah. Penyempitan arteri bisa diatasi dengan memasukkan selang yang pada ujungnya terpasang balon dan mengembangkan balon tersebut, atau bisa dilakukan pembedahan untuk membuat jalan pintas (operasi bypass). Tumor yang menyebabkan hipertensi (misalnya feokromositoma) biasanya diangkat melalui pembedahan. Perubahan gaya hidup bisa membantu mengendalikan tekanan darah tinggi diantaranya mengurangi konsumsi makanan tinggi garam dan tidak merokok.
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1.    Terapi tanpa Obat
     Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a.    Diet
         Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
-        Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
-        Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
-        Penurunan berat badan
-        Penurunan asupan etanol
-        Menghentikan merokok







b.    Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
-       Macam  olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
-       Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
-       Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
-       Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

c.    Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
-       Tehnik Biofeedback
     Biofeedback adalah suatu teknik yang dipakai untuk  menunjukkan  pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
     Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
-       Tehnik relaksasi
     Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

d.   Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2.    Terapi dengan Obat
     Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.Pengobatannya meliputi :

a)    Step 1
     Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b)   Step 2
     Alternatif  yang bisa diberikan :
-       Dosis obat pertama dinaikkan
-       Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
-       Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c)    Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh
-       Obat ke-2 diganti
-       Ditambah obat ke-3 jenis lain
d)   Step 4
Alternatif pemberian obatnya
-       Ditambah obat ke-3 dan ke-4
-       Re-evaluasi dan konsultasi

3.    Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
a.    Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya.
b.    Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya.
c.    Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas.
d.   Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter.
e.    Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
f.     Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita.
g.    Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi.
h.    Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah.
i.      Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari.
j.      Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi.
k.    Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal.
l.      Usahakan biaya terapi seminimal mungkin.
m.  Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering.
n.    Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

2.7         Komplikasi
Ada beberapa komplikasi diantaranya:
1.    Penyakit parenkim ginjal
2.    Penyakit renovaskuler
3.    Pheochromocytoma
4.    Hipertensi pada kehamilan
5.    Hiperaldosteronisme primer
6.    HT kronik
7.    Preeklamsi/eklamsi

2.8         Prognosis
1.    Penyakit parenkim ginjal
Penyebab hipertensi yang disebabkan penyakit parenkim ginjal adalah yang terbanyak. Penyakit ini berasal dari penyakit-penyakit glomerular, tubulointerstisial dan penyakit ginjal polikistik. Banyak kasus yang terjadi adalah karena retensi air dan garam tepi sekresi renin dan angiotensin juga ikut berperan. Hipertensi yang terjadi akan menyebabkan fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu target tekanan darah adalah ,130/85 mmHg untuk mengurangi resiko penurunan fungsi ginjal. Dilatasi arteriol efferen dengan penghambat ACE akan mengurangi progresivitas penurunan fungsi ginjal. Calsium antagonist juga dapat digunakan di samping diet rendah garam.

2.    Penyakit renovaskuler
Penyakit ini lebih banyak pada usia muda dan penyebabnya adalah fibromuskular hiperplasia. Penyebab lain adalah aterosklerosis yang menyebabkan stenosis arteri renalis proksimal. Mekanismenya adalah produksi renin yang meningkat karena aliran darah ke ginjal yang berkurang dan akhirnya retensi garam dan air. Penyakit renovaskular harus dipikirkan bila :
a.    Usia di bawah 20 tahun
b.    Terdengar bruits pada auskultasi epigastrium
c.    Jika terdapat aterosklerotik di aorta dan arteri perifer (15-25% pasien dengan gejala aterosklerotik di ekstremitas di dapatkan stenosis arteri renalis).
d.   Jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang cepat seelah pemberian ACE inhibitor.
e.    Hipertensi resisten dengan 2 atau lebih obat.
f.     Cenderung menjadi hipertensi maligna.
g.    Riwayat merokok
h.    Edema paru berulang
i.      Ukuran ginjal yang tidak sama >1,5 cm
j.      Hipokalemi dan alkalosis (curiga hipoaldosteronisme)

3.   Pheochromocytoma
Hipertensi yang disebabkan oleh karena sekresi katekolamin. Neural crest adalah sel yang terdapat pada medula adrenal, ganglion autonom, organ zuckendal (terletak anterior bifurcatio aorta), dan kandung kemih. Pheochromocytoma dapat terjadi di tempattempat tersebut tetapi hampir 90% adalah di adrenal. Pheochromocytoma adalah penyakit yang di turunkan secara genetik autosom dominan. Gejala lain adalah sakit kepala, gemetar, banyak berkeringat, cemas dan tremor. Katekolamin yang meningkat biasanya karena aktivitas, defekasi, berkemih, anestesi dan obat-obatan seperti vasodilator. Kecurigaan penyakit ini bila hipertensi disertai dua dari gejala (sakit kepala, banyak keringat dan palpitasi), hipertensi paroksismal dan tekanan diastolik >120 mmHg.

4.    Hiperaldosteronisme primer
Hipertensi akibat peningkatan aldosteron tanpa peningkatan renin, 60% kasus biasanya karena adenoama di zona sel glomerululosa (APA= aldosteron producing adenoma) yang disebut juga conn”s syndrome. Selebihnya adalah idiopatik hiperaldosteronism (IHA). Kondisi ini dapat didiagnosa dengan menekan ACTH oleh dexametasone. Hipertensi terjadi karena retensi cairan dan natrium. Pada kasus ini juga terjadi perubahan ekskresi K+ dan H+ sehingga terjadi hipokalemia dan alkalosis metabolik. Jadi dapat di tegakkan diagnosa bila didapatkan hipokalemi tanpa penggunaan diuretik, kadar renin yang rendah dan kadar Natrium > 140 mEq/L. Gejala klinis lain akibat hipokalemia :
a.    Kelemahan otot
b.    Aritmia
c.    Hiotensi ortostatik karena disfungsi autonom
d.   Poliuria karena gangguan pemekatan urin
e.    Insulin resistensi

5.   HT gestasional
HT yang terjadi pada selama kehamilan atau 24 jam pasca partus tanpa disertai proteinuria atau tanda-tanda preeklamsia biasanya tekanan darah kembali normal 12 minggu pasca partus. Pada keadaan HT dan preeklamsia pada wanita hami terdapat peningkatan kadar homosistein dalam darah. Resiko HT gestasional dapat dicegah dengan menurunkan kadar homosistein ini. Suplementasi asam folat ternyata lebih efektif bila dimulai pemberiannya pada kehamilan kurang dari 8 bulan. Selain itu riwayat perokok sebelum dan selama kehamilan menyebabkan resiko timbulnya HT pada kehamilan lebih besar. Resistensi terhadap isuli merupakan salah stu yang dipikirkan sebagai patogenesis terjadinya HT.





2.9 
Kelebihan Na, obesitas, perokok, stress, genetik, hypercolesterol
WOC
Gx Rasa Nyaman Nyeri
Rangsangan saraf simpatis (epineprin, nor epineprin) menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
B1
Bendungan kapiler darah
Gangguan difusi gas O2, CO2 di alveoli
Hioksemia, hiperkapnia
Sesak, penurunan kesadaran, sianosis
Gangguan Pertukaran Gas
B2
Peningkatan beban ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri
Gagal jantung kiri
Peningkatan denyut jantung
Pucat hipo/hipertensi, cepat lelah
Penurunan curah jantung
B3
Peningkatan tekanan pembuluh darah otak
Pecahnya pembuluh darah otak,hambatan aliran darah
Merembes ke bagian dalam jaringan otak
Perdarahan Serebral,dan edema
Resti ; Peningkatan TIK
Nyeri kepala, bradikardi
B4
Perfusi ginjal menurun
GFR menurun
Renin menstimulasi angiostensinnogen yg merubah angiostensin I menjadi angiostensin II
Reabsorbsi Na, air shg tekanan osmotik meningkat
Oligouri, anuria
Kelebihan volume cairan
B5
B6
Aliran darah terlambat,darah ke usus menurun
Peristaltik usus menurun
Konstipasi
Gx pola Eliminsi Alvi
Aliran darah terhambat, darah ke otot menurun
Kelemahan otot
Intoleransi aktifitas
 












2.10     ASUHAN KEPERAWATAN

2.10.1          Pengkajian
a.    Biodata
Biasanya terjadi pada orang usia tua, genetik, obesitas, stres lingkungan dan hilangnya elastisitas pembuluh darah dan aterosklerosis, jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi daripada perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak daripada kulit putih)

b.    Keluhan utama
Klien mengeluh fatique, lemah dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi denyut jantung, disritmia dan takipnea.

c.    Riwayat penyakit sekarang
Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala yaitu nyeri kepala dan kelelahan

d.   Riwayat Penyakit Dahulu
     Aterosklerosis, penyakit katup jantung, penyakit jantung koroner atau stroke, episode palpitasi serta berkeringat banyak, DM, Ginjal

e.    Riwayat Penyakit Keluarga
     Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

Pemeriksaan fisik  dapat ditemukan hal-hal berikut ini:

B1 ( Breathing ):
Dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas /kerja, takipnea, batuk dengan atau tanpa adanya sputum.

B2 (Blood)
Kenaikan  tekanan darah, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, akral dingin, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda

B3 (Brain)
Gelisah, pusing

B4 (Bladder)
Distensi vesika urinaria, pernurunan produksi urin, Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu


B5(Bowel):
Bising usus menurun, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretic. Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

B6 (Bone):
Kelemahan, oedema

f.         Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, rasa marah kronis (mungkin mengindikasikan gangguan cerebral). Temuan fisik meliputi kegelisaha, penyempitan lapang perhatian, menangis, otot wajah tegang terutama di sekitar mata, menarik napas panjan dan pola bicara cepat
g.        Riwayat penyakit ginjal (obstruksi atau infeksi). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi Temuan fisik:Temuan fisik: produksi urine < 50 ml/jam atau oliguri.
h.        Riwayat mengkonsumsi makanan tinggi lemak atau kolesterol, tinggi garam, dan tinggi kalori. Selain itu, juga melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian diuretic. Temuan fisik meliputi berat badan normal ata obesitas, edema, kongesti vena, distensi vena jugularis dan glikosuria (riwayat diabetes melitus).
i.          Neurosensori: melaporkan serangan pusing/pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode mati rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi badan. Gangguan visual (diplopia-pandangan ganda atau pandangan kabur) dan epistaksis. Temuan fisik: perubahan status mental meliputi kesadaran, orientasi, isi dan pola pembicaraan, afek yang tidak tepat, proses piker memori. Respon motorik: penurunan reflex tendon, tangan menggenggam. Fundus optic: pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri, edema atau papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat dan lamnya hipertensi
j.          Melaporkan angina, nyeri intermitten pada paha- claudication (indikasi arterosklerosis pada ekstremitas bawah), sakit kepala hebat di oksipital, nyeri atau teraba massa di abdomen (pheochromocytoma).
k.        Respirasi: mengeluh sesak napas saat aktivitas, takipnea, orthopnea, PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik meliputi sianosis, penggunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas tambahan (ronkhi, rales, wheezing).
l.          Melaporkan adanya gangguan koorsdinasi, parasthesia unilateral transient episodic, penggunaan kontrasepsi oral.






2.10.2    Diagnosa Keperawatan

1.         Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemi miokard, hipertrofi/rigiditar ventrikel.
2.         Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.         Perubahan  kenyamanan (nyeri kepala akut) b/d peningkatan tekanan vascular otak.
4.         Resiko tinggi terhadap injury atau trauma fisik b/d pandangan kabur, rupture pembuluh darah otak, epistaksis
5.         Kurang pengetahuan tentang pengelolaaan hipertensi

2.10.3    Intervensi dan rasional

1.         Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemi miokard, hipertrofi/rigiditar ventrikel

Tujuan: mempertahankan tekanan darah dalam rentang individual yang dapat diterima, irama jantung dan denyut jantung dalam batas normal
Kriteria Hasil: Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi:
1.        Monitor tekanan darah, ukur pada kedua ekstremitas baik lengan maupun kaki pada awal evaluasi. Gunakan manset dan cara pengukuran yang tepat.
2.        Catat kualitas denyutan sentral dan perifer
3.        Auskultasi suara napas dan bunyi jantung
Rasional:  peningkatan tekanan drah meningkatkan preload dan beban kerja jantung. Terdengarnya crackels, di basal paru mengidentifikasikan kongesti pulmunal, akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri. Terdengarnya BJ3 atau BJ4 gallops akibat dari penurunan pengembangan ventrikel kiri.
4.        Observasi warna kulit, kelembuta, suhu kulit dan waktu pengisian kembali kapiler.
5.        Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi jumlah pengunjung.
6.        Pertahankan pembatasan aktivitas, buat jadwal terapi yang tidak mengganggu masa istirahat klien.
Rasional: lingkungan nyaman dan pembatasan aktivitas menurunkan konsumsi oksigen miokard.



7.        Berikan diet rendah garam dan pembatasan cairan
8.        Nilai intake cairan dan produksi urine per 24 jam (intake-output cairan)
Rasional:  diet rendah garam dan pembatasan cairan mencegah peningkatan volume cairan ekstraseluler yang dapat meningkatkan tekanan darah.
9.        Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi:
·      Diuretic thiazid (chlorothiazide,hydrochlorothiazide,bendroflumethiazide)
Rasional:  menurunkan volume cairan ekstraseluler, mengurangi volume darah
·      Diuretic loop (furosemid, bumetadine)
Rasional: menghambat resorpsi natrium, klorida dan air di renal dan membuang kelebihan cairan
·      Potassium-sparing diuretic (spironolactone, amiloride)
Rasional: penghambat kompetitif aldosteron dan mencegah hipokalemia

2.        Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan : mampu beraktifitas tanpa keluhan yang berarti
Kriteria Hasil: Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi :
1.    Kaji respon klien terhadap aktivitas dan catat: denyut nadi(denyut jantung, aktivitas kurang < 20 BpM dari denyut jantung istirahat), catat tekanan darah pasca aktivitas (sistolik meningkat 40 mmHg dan diastolic meningkat 20 mmHg), keluhan sesak nafas, nyeri dada, keletihan yang sangat, diaphoresis, pusing atau syncope.
Rasional:  Tanda dan gejala tersebut engindikasikan penurunan curah jantung dan perfusi jaringan, akibat penigkatan preload dan afterload ventrikel kiri
2.    Anjurkan klien menggunakan tekhnik penghematan  tenaga saat beraktivitas sesuai dengan kemampuan, seperti mandi, menyisir rambut atau mengosok gigi dengan posisi duduk. Bantu pemenuhan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan. Anjurkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi klien.
Rasional: Penghematan energy mengurangi konsumsi oksigen pada miokard







3.        Perubahan kenyamanan (nyeri kepala akut) b/d peningkatan tekanan vascular otak
Tujuan: mengurangi nyeri dan menurunkan tekanan pembuluh darah otak
Kriteria Hasil:Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.

Intervensi:
1.   Pertahankan bedrest selama masa akut
2.    Berikan tindakan kenyamanan untuk mengurangi sakit kepala, seperti massage punggung dan leher, elevasi kepala, kompres hangat didahi atau leher,  tekhnik relaksasi, meditasi, imajinasi terbimbing, distraksi dan aktivitas diversional.
3.    Kurangi aktivitas yang merangsang simpatis yang makin memperbarat sakit kepala seperti batuk lama ketegangan saat devekasi
4.    Berikan tampon hidung dan kompres dengan es bila terjadi epistsaksis
Rasional: menghentikan perdarahan akibat pecahnya kapiler nasal
5.    Kaji ulang visus klien, tanyakan keluhan terhadap pandangan kabur, lakukan tekhnik relaksasi dan distraksi,imaginasi terbimbing, yoga
Rasional: pandangan kabur dan penurunan visus adalah indicator kerusakan retina mata.
6.    Kolaborasi pemberian tindakan pengobatan:
a.       Analgesic
Rasional: mengurangi nyeri kepala
b.      Tranquilizer (diazepam)
Rasional: menurunkan kecemasan dan membantu tidur
c.       Pemeriksaan fundus mata (kon.sultasi dengan dokter mata)
Rasional: nilai komplikasi hipertensi pada mata (retina)
4.        Kurang Pengetahuan tentang pengeolaan hipertensi
Tujuan: Klien memahami proses penyakit dan penatalaksanaan, mampu mengidentifikasi efek samping obat, komplikasi serta mampu mempertahankan tekanan darah dalam rentang normal.

Intervensi:      
a.    Kaji  kesiapan klien dan keluarga untuk belajar
b.    Diskusikan definisi batasan tekanan darah  normal. Jelaskan hipertensi dan efeknya terhadap jantung, pembuluh darah, ginjal, dan otak.
c.    Hindari mengatakan tekanan darah “normal”, tetapi gunakan “terkontrol baik” saat menggambarkan tekanan darah klien dalam rentang yang diharapkan.
d.   Bantu klien dalam  mengidentifikasi faktor resiko kardiovaskuler yag dapat diubah (obesitas, pola diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol, merokok, asupan alkohol, dan gaya hidup penuh stress).
e.    Pecahkan  masalah bersama klien utuk mengidentifikasi perubahan gaya hidup tepat yang dapat menurunkan faktor-faktor diatas.
f.     Berikan penguatan tentang pentingnya menanti pengobatan dan follow up secara teratur.
g.    Ajarkan klien self-monitoring tekanan darah (mengukur tekanan darah, frekuensi nadi secara mandiri).
h.    Bantu merumuskan jadwal pegobatan atau follow up
i.      Jelaskan alasan, dosis, efek samping obat dan pentingnya mengikuti aturan terapi, seperti berikut ini.
1.         Diuretik: diminum dengan dosis harian atau dosis yang lebih besar setiap pagi.
2.         Antihipertensi: harus diminum sesuai jadwal, jangan meambah dosis obat, mengurangi, atau menghentikannya tanpa kosultasi dengan dokter.
3.         Mencatat perubahan berat badan tip hari
4.         Batasi penggunaan alcohol dan  hindari konsumsi kafein.
5.         Meningkatkan asupan makanan yang tinggi kalium (pisang hijau, kentang, orange, air kelapa hijau) jika menggunakan diuretik.
6.         Identifikasi gejala dan tanda yang memerlukan konsultasi ke dokter (bengkak di kaki atau perut, pusing hebat, episode pingsan atau terjatuh, kram otot, mual, muntah, denyut nadi tidak teratur, takikardi, atau berdebar-debar).
7.         Bergerak atau ganti posisi secara perlahan atau tidak mendadak, tidur dengan posisi kepala lebih tinggi
8.         Hindari berdiri lama dan lakukan latihan menggerakkan kaki saat berbaring.
j.      Jelaskan alasan diet yang ditentutak dan bantu klien mengidentifikasi sumber makanan tinggi garam dan mengurangi konsumsinya (snack bergaram dan bahan olahan yang memakai keju atau daging, sau, monosodium-glutamate MSG, baking soda, baking powder) Tekanan pentinnya membaca komposisi pada label makanan.
Rasional:  Pencegahan serangan ulang dan komplikasi pasca hiperteni lebih bermakna melalui proses pengajaran klien dan keluarganya. Hipertensi adalah sindrom penyakityang dapat dikelola dengan mengubah gaya hidup melelui pengaturan diet (mengurangi asupan  natrium), olahraga, mematuhi aturan terapi, dan latihan relaksasi (manajemen stress).  













BAB 3
PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh berbagai penyebab antara lain: penyakit ginjal, renovaskuler, kelainan endokrin, koartktasio aorta.  Pada hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit kepala bagian oksipital, ke lelahan,epistaksis, pusing dan migren, mual, muntah, sesak nafasm gelisah, serta pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,  jatung dan ginjal bahkan bias terjadi penurunan kesadaran.
Pengobatan hipertensi sekunder tergantung kepada penyebabnya. Mengatasi penyakit ginjal terkadang dapat mengembalikan tekanan darah ke normal atau paling tidak menurunkan tekanan darah. Adapun cara untuk pengelolaan hipertensi dengan cara tanpa obat seperti diet, latihan fisik , mengontrol psikologis serta dengan menggunakan terapi obat. Jika penyakit hipertensi tidak dikendalikan maka akan mengakibatkan komplikasi, diantaranya penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler,  pheochromocytoma, hipertensi pada kehamilan, hiperaldosteronisme primer, hipertensi  kronik, dan preeklamsi/eklamsi.

3.2         Saran
Saran yang dapat kami berikan antara lain yaitu:
1.      Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan hipertensi diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
2.      Informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan hipertensi misalnya tentang diet yang tepat dan latihan fisik.
3.      Dukungan psikologik sangat berguna untuk klien.


























DAFTAR PUSTAKA

Baradero, dkk. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardivaskuler. Jakarta: EGC.
Doengoes, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Tjokronegoro, Arjatmo. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Ujianto, Wajan Juni. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika.

3 komentar: