Kamis, 31 Januari 2013

ASKEP GAGAL JANTUNG AFTERLOAD



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Penggunaan istilah gagal jantung sangat beragam dipakai sehari-hari meskipun semuanya bermaksud untuk menggambarkan suatu sindrom klinis yaitu jantung gagal bekerja secara normal sehingga timbul gejala-gejala dan tanda-tanda akibat kelainan jantung tersebut, baik kelainan ini pada katup maupun pada otot jantung. istilah : gagal jantung, kegagalan jantung, payah jantung, dekompensasio cordis (disingkat dekom), heart failure, congestive heart failure, gagal jantung kongestif, ventricular failure, (left atau right), pumping failure, congestive cardiomyopathia dll. Gagal jantung kiri atau gagal jantung diastolik atau gagal jantung afterload mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang di akibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi kebutuhan selular. Pada gagal jantung afterload stadium ringan, diagnosis sulit ditegakkan terutama pada pasien dengan keluhan sesak tanpa disertai data ekokardiografi.
Gagal jantung merupakan masalah utama di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Gagal jantung adalah sebuah sindrom dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini merupakan beban bagi pasien, pelayan kesehatan, dan masyarakat pada umumnya. Gagal jantung merupakan satu-satunya masalah kardiovaskular dengan prevalensi dan insidensi yang terus meningkat. Di Amerika Serikat, sekitar 1 juta pasien setiap tahunnya dirawat di rumah sakit karena gagal jantung dan menyebabkan 40 ribu kematian pertahun. Karena gagal jantung pada umumnya terjadi pada usia lanjut, maka prevalensinya akan semakin meningkat dengan makin panjangnya usia harapan hidup. Di Inggris misalnya, insiden pertahun sekitar 0,8 kasus per 1000 orang berusia diatas 65 tahun.
Di indonesia (data dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita), gagal jantung menempati peringkat ke-7 penyakit yang datang ke unit rawat jalan. Saat ini diketahui bahwa 30-50% pasien dengan sindrom klinis gagal jantung kongestif memiliki fungsi sistolik normal, hal ini menunjukkan bahwa gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri merupakan mekanisme yang mendasari terjadinya gejala kongesti. Pasien gagal jantung diastolik dengan fungsi sistolik normal-memiliki angka kematian 8-17% per tahun. Angka ini menjadi dua kali lipat pada pasien dengan disfungsi sistol dan mendekati tiga kali lipat angka kematian kontrol pada usia yang sama. Prognosis pasien dengan disfungsi diastolik lebih baik dibanding dengan disfungsi sistolik, namun beban biaya perawatan dan pengobatan sama atau lebih tinggi. Semakin jelas bahwa gagal jantung diastolik adalah yang terutama pada usia lanjut dan perempuan memiliki predisposisi untuk terjadinya gagal jantung tipe kini. Mengingat prevalensi yang begitu besar, maka dirasa perlu bagi perawat untuk mengetahui secara jelas bagaimana penyakit gagal jantung afterload serta penanganan dan implikasi pemberian asuhan keperawatannya.

1.2. MASALAH
1.                   Apakah yang di maksud dengan gagal jantung afterload?
2.                   Apa penyebab dan manifestasi dari gagal jantung afterload?
3.                   Apa komplikasi dan prognosis dari gagal jantung afterload?
4.      Bagaimana  penatalaksanaan keperawatan penyakit gagal jantung afterload?

1.3. TUJUAN
1. Tujuan Umum
          Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan penyakit gagal  jantung afterload dalam proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan  definisi gagal jantung.
2.      Mahasiswa dapat menjelaskan  penyebab dan manifestasi dari gagal jantung afterload.
3.      Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi dan prognosis dari gagal jantung afterload.
4.      Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal jantung afterload.

1.4. MANFAAT
Mahasiswa diharapkan akan mengetahui, memahami serta mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gagal jantung afterload.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah gejala dan tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung seperti gangguan irama jantung, gangguan otot jantung (endokardial, pericardial, ataupun miokardial).
Suatu kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh  (Purnawan Junadi, 1982).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. (FKUI, 2010)
Gagal jantung afterload mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang di akibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pompa itu sendiri terganggu dan tidak mampu mensuplai darah adekuat untuk memenuhi kebutuhan selular.

2.2.ETIOLOGI
Gagal jantung afterload paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati.

2.3.MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan gagal jantung afterload atau gagal jantung kiri antara lain :
1.      Lemas/fatique
2.      Berdebar-debar
3.      Sesak nafas (dyspneu d’effort)
4.      Orthopnea
5.      Dyspnea noktural paroximal
6.      Pembesaran jantung/kardiomegali
7.      Keringat dingin
8.      Tachikardia
9.      Kongesti vena pulmonalis
10.  Ronkhi basah dan wheezing
11.  Terdapat bunyi jantung III dan IV (Gallop)
12.  Cheynes stokes
 

2.5.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.         Radiografi thoraks : sering menunjukkan kardiomegali (rasio Kardiothorasik CTR > 50 % ), terutama bila gagal jantung sudah kronis
2.         Elektrokardiografi : memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien ( 80 -90 % ), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan konduksi, aritmia.
3.         Echocardiografi : harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung , fungsi ventrikel ( sistolik dan diastolik ), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat di singkirkan. Regurgitasi mitral seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi anulus mitral.
4.         Tes Darah : direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai; disfungsi tiroid ( hiper atau hipo ) juga dapat menyebabkan gagal jantung sehingga perlu untuk pemeriksaan tiroid; pengukuran penanda kimiawi ( seperti peptidanatriuretik ) dapat terbukti berguna dalam diagnosis gagal jantung dan memonitor progresivitasnya.
5.         Kateterasi jantung : harus dilakukan pada dugaan penyakit jantung koroner; dan bila telah di indikasikan , biasanya dilakukan ventrikulografi kontras dan juga memberikan pengukuran fungsi LV lain.
6.         Tes latihan fisik : sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut); ini menjadi ukuran batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada gagal jantung.

2.6.PENATALAKSANAAN
1.      Menghilangkan faktor pencetus (Kerusakan miokard, kardiomiopaty, hipertensi kronik)
2.      Mengendalikan gagal jantung dengan cara memperbaiki fungsi pompa jantung, mengurangi beban jantung dengan pemberian diit redah garam, diuretik, dan vasodilator
3.      Menghilangkan penyakit yang mendasarinya, baik secara medis atau bedah
4.      Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian O2. Diusahakan agar PaO2 sekitar 60-100 mmHg dengan saturasi 90-98%.
5.      Pemberian obat-obatan sesuai dengan program (seperti : morfin → menurunkan faktor preload&afterload, furosemide→ mengurangi oedema/sbg diuresis, aminofilin→ merangsang miokardium, obat-obat inotropik→ meningkatkan kontraktilitas miokard, nitrogliserin→ menurunkan hipertensi vena paru).
6.      Monitoring dengan menggunakan CVP

2.7.KOMPLIKASI
1.      Edema paru
2.      Fenomena emboli
3.      Gagal nafas
4.      Syokkardiogenik

2.8.PROGNOSIS
Sejumlah Faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung :
  1. Klinis : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin buruk prognosis.
  2. Hemodinamik : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi ejeksi, semakin buruk prognosis.
  3. Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinephrine, renin, vasopressin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
  4. Aritmia : Fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada  EKG menandakan prognosis yang buruk

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.PENGKAJIAN
1.      Biodata
Biasanya angka kejadian pada laki-laki lebih sering terjadi daripada pada perempuan.
2.      Keluhan utama
Merupakan gejala penyakit yang dirasakan saat masuk RS antara lain  sesak nafas, kelemahan, dada berdebar-debar yang merupakan dampak dari kongesti paru dan manifestasi gangguan kontraktilitas miocard.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Umumnya penyakit bermula perlahan sampai muncul keluhan sesak nafas disertai nyeri dada dan adanya intoleransi aktifitas dengan manifestasi kelelahan atau dada semakin berdebar setelah melakukan aktivitas tertentu atau bahkan aktivitas ringan sekalipun.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji adanya faktor resiko seperti hipertensi kronis, serangan IMA terdahulu, atau adanya kelainan jantung bawaan termasuk kelainan katup.
5.      Riwayat kesehatan keluarga
Hal yang perlu dikaji tentang adanya anggota keluarga yang menderita gagal jantung sebagai patokan dalam mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit tersebut sehubungan dengan cara pengambilan keputusan dalam mengatasi masalah kesehatan klien.
6.      Data psikososial 
Perlu di kaji tentang kesiapan emosional klien untuk belajar mengenali penyakit dan terapinyasertadukungan orang dekatsebagaikopingindividu.
7.      Aktivitas sehari-hari
Yang perlu dikaji adalah mengenai kebiasaan yang kurang sehat yang bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal jantung seperti merokok, kebiasaan makan makanan yang banyak mengandung lemak dan kolesterol maupun aktivitas olahraga yang tidak teratur atau bahkan tidak pernah dilakukan. Dalam istirahat, klien mengalami gangguan karena adanya paroxysmal nocturnal Dispnoe. Keletihan / kelelahan terus menerus sepanjang hari dan nyeri dada saat aktivitas memperlihatkan adanya gangguan aktivitas. Karena kondisi tubuh yang lemah, klien akan cenderung tergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya.
8.           Pemeriksaan Fisik  meliputi :
Keadaan umum ( letargi, tidur semifowler)
B1(BREATHING)
Dispnue, ortopnue, dispnue nocturnal paroksismal, batuk, edem pulmonal akut,tachypnea, bunyironkhi& wheezing, hemaptoe.
B2(BLOOD)
Denyut nadi perifer melemah, kulit terasa dingin, takikardi, sianosis, Tekanan darah menurun akibat penurunan volum sekuncup, bunyi jantung tambahan ditemukan bila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup, pada gagal jantung kiri terdengar pada awal diastolic setelah bunyi jantung S2, S3 pada ventrikel , S4 terdengar gallop atrium menunjukan adanya kekakuan miokardium, hipotensi sistolik
Batas jantung mengalami pergeseran, menunjukan adanya hipertrofi jantung, penurunan curah jantung
B3 (BRAIN)
Composmentis,sampai pada penurunan kesadaran jika terjadi syok kardiogenik.
B4 (BLADDER)
Kaji adanya oliguria.
B5 (BOWEL)
Konstipasi, penurunan bising usus.
B6 (BONE)
Keluhan kelemahan fisik, Fatique
9.      Pemeriksaan Diagnostik :
a.       ECG (didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel, LVH ditandai SR rasio >35mm, didapat gambaran T patern)
b.      Echocardiografi (dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel, perubahan fungsi dan struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas miokard)
c.       Kateterisasi jantung (Zat kontras yang disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas)
d.      X-Ray Thoraks (ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrat precordial kedua paru dan effusi pleura. Didapat gambaran CTR >50% dan Kerley Butterfly Line )
e.       Laboratorium ( secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit. Jumlah lekosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin disebabkan oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung. Gagal Ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan PCo2

3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai okigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
3.      Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.

3.3.INTERVENSI
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial, ditandai dengan ;
·         Peningkatan frekuensi jantung ( takhikardi ), disaritmia, perubahan gambaran EKG
·         Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
·         Bunyi ekstra (S3 & S4)
·         Penurunan keluaran urine
·         Nadi perifer tidak teraba
·         Kulit dingin kusam
·         Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
1)      Klien menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapa diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas dari gejala gagal jantung.
2)      Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina,
3)      Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
Intervensi
1)          Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2)          Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup
3)          Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4)          Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
5)          Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
6)          Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
§  Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
§  Kelemahan umum
§  Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
1)      Kelemahan, kelelahan
2)      Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
1)      Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2)      Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3)      Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
      Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
4)      Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,


  1. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi :
1)      Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2)      Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3)      Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4)      Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
5)      Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi




BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1.      Gagal jantung afterload mengacu pada kumpulan tanda dan gejala yang di akibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
  1. Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati dengan manifestasi klinik fatique, berdebar-debar, sesak nafas, orthopnea, dyspnea noktural paroximal, pembesaran jantung, tachikardia, kongesti vena pulmonalis, ronkhi basah dan wheezing.
  2. Komplikasi gagal jantung afterload dapat menyebabkan edema paru akut, fenomena emboli, gagal nafas serta syok kardiogenik. Prognosis gagal jantung afterload bergantung pada factor klinis, hemodinamik, faktor biokimia dan adanya aritmia.
  3. Dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung afterload dapat ditegakkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai okigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi, kelebihan volume cairan (edema paru) berhubungan dengan menurunnya curah jantung, serta resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus

4.2. Saran
     Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara C long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.

Carpenito J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta:EGC

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC.

Hudack & Galo. (1996). Perawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I. Jakarta:EGC.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media aesculapius Universitas Indonesia.

Kaplan, Norman M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:EGC.

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Jakarta:Departemen Kesehatan RI.




ASKEP GAGAL JANTUNG PRELOAD



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolik (misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Di negara – negara berkembang, penyebab tersering adalah penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik). Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik). Hipertensi tetap merupakan penyebab gagal jantung kongestif yang penting. Selain itu penyakit katup jantung juga merupakan penyebab gagal jantung, namun saat ini agak jarang penyakit katup jantung menyebabkan gagal jantung. Stenosis aorta masih tetap merupakan penyebab yang sering dan dapat diperbaiki.
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun(4). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.
Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.
Terdapat dua jenis penyakit gagal jantung, yaitu gagal jantung preload dan gagal jantung afterload. Gagal jantung preload cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites), dan hati (hepatomegali). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin) dimalam hari (nocturia).
Berdasarkan ulasan diatas, maka kelompok kami akan membahas makalah mengenai Asuhan Keperawatan dengan Penyakit Gagal Jantung Preload atau yang lebih dikenal dengan Penyakit Gagal Jantung Kanan.

1.2.    Tujuan
1.    Tujuan Umum
Dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan kasus Gagal Jantung Preload atau yang lebih dikenal dengan Gagal Jantung Kanan
2.    Tujuan Khusus
1.    Dapat mengetahui secara konsep tentang Gagal Jantung Preload, yaitu meliputi : Defenisi, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagostik, penatalaksanaan, komplikasi, dan Web Of Caution.
2.    Dapat mengidentifikasi proses asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan Gagal Jantung Preload, meliputi : Pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.

1.3.    Manfaat
1.    Diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran pada khususnya dan pembaca  pada umumnya.
2.    Dapat menjadi referensi ilmu bagi fakultas keperawatan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia.



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.    Defenisi
Gagal jantung preload adalah kegagalan ventrikel kanan menyebabkan kemacetan dari kapiler sistemik. Hal ini membantu untuk menghasilkan akumulasi kelebihan cairan dalam tubuh (News Medical, 2010).
Gagal jantung kanan atau preload adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh cor pulmonalis, yaitu karena suatu trauma, maka kantung pembungkus jantung terisi banyak darah sehingga jantung menjadi tertekan (Emmy, 2007).

2.2.    Etiologi
Emmy (2007), menjelaskan bahwa terjadinya gagal jantung preload dapat disebabkan:
1.    Hipertensi pulmonal, yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan pulmonary dan mengakibatkan beban ventrikel kanan meningkat sehingga menimbulkan gagal jantung preload.
2.    Gagal jantung kiri, mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan pulmonary berdampak pada beban ventrikel kanan yang meningkat sehingga menimbulkan gagal jantung preload
3.    COPD, menimbulkan pembesaran paru-paru sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah pulmonal sehingga  beban ventrikel kanan meningkat dan menimbulkan gagal jantung preload.
4.    Sumbatan arteri pulmonal, mengakibatkan aliran darah ventrikel kanan terbendung sehingga memicu terjadinya beban pada ventrikel kanan meningkat sehingga gagal jantung preload terjadi.
5.    Infark miokardium di ventrikel kanan, mengakibatkan terjadinya penurunan kontraktilitas ventrikel sehingga beban pada ventrikel kanan meningkat dan menimbulkan gagal jantung preload.
6.    Gangguan katup jantung, mengakibatkan gangguan aliran darah dalam jantung kanan sehingga memicu terjadinya beban pada ventrikel kanan meningkat dan menimbulkan gagal jantung preload.

2.3.    Manifestasi Klinis
News Medical (2010), menjelaskan mengenai manifestasi klinis pada gagal jantung preload, dikarenakan terjadinya kegagalan ventrikel kanan menyebabkan kemacetan dari kapiler sistemik. Hal ini membantu untuk menghasilkan akumulasi kelebihan cairan dalam tubuh. Hal ini menyebabkan pembengkakan di bawah kulit (disebut edema perifer atau anasarca) dan biasanya mempengaruhi bagian-bagian tubuh tergantung pertama (menyebabkan kaki dan pergelangan kaki bengkak pada orang yang berdiri, dan edema sakral pada orang yang umumnya berbaring). Nokturia (sering buang air kecil malam hari) dapat terjadi ketika cairan dari kaki dikembalikan ke aliran darah sambil berbaring di malam hari. Dalam kasus semakin parah, asites (penimbunan cairan dalam rongga perut menyebabkan pembengkakan) dan hepatomegali (pembesaran hati) dapat berkembang. Kemacetan hati yang signifikan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati, dan penyakit kuning dan bahkan koagulopati (masalah penurunan pembekuan darah) mungkin terjadi.
Menurut Deddy (2009), bahwa manifestasi klinis pada pasien dengan Gagal Jantung Preload, yaitu :
1.    Oedem tumit dan dan tungkai bawah.
2.    Hati membesar dan lunak, nyeri tekan (hepatomegali).
3.    Bendungan pada vena jugularis (JVP meningklat), pulsasi vena jugularis.
4.    Gangguan gastrointestinal, yaitu : Kembung, anorexia, nausea.
5.    BB meningkat (oedem)
6.    Asites
7.    Perasaan tidak enak pada epigastrium.
8.    Ataupun tanda lain dari dari penyakit jantung yang menyertai.

2.4.    Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Dongoes (2000)menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF (congestive heart failure) yaitu:
1.    Elektrokardiogram (EKG)
Deviasi aksis ke kanan, right bundle block, dan hipertopi ventrikel kanan menunjukan disfungsi ventrikel kanan.
2.    Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kanan, pembesaran ventrikel dan abnormalitas katup trikuspidalis.
3.    Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
4.    Foto Thoraks
Terlihat tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis
5.    Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
6.    Analisa gas darah (AGD)
Terdapat anemia, peningkatan natriuretic, dan peptide meningkat pula.

2.5.    Penatalaksanaan
Panji (2010), menjelaskan penatalaksanaan pada penyakit gagal jantung preload, meliputi : Medikamentosa, yaitu :
1.    Obat pertama : Menurunkan preload : Furosemide : 20-40 mg/hari (kasus ringan) : 40-80mg/hari (kasus berat), dan Isosorbid (cedocard)
2.    Obat alternative : -
Menurut Mansjoer (2001), prinsip penatalaksanaan gagal jantung secara umum adalah :
1.    Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.    Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tirotoksikosis, miksidema, dan aritmia. Digitalisasi :
a.    Dosis digitalis : Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan  dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari, Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam. Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
b.    Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c.    Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d.   Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat : Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan. Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
3.    Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan vasodilator
a.    Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretic, digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE), diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan :
1)   Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
2)   Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
3)   Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain,dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg.Semua obat harus dititrasi secara bertahap.
b.    Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam etakrinat.
Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan ,tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.Penggunaan penghambat ACE bersama diuretic hemat kalium harus berhati hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
c.    Vasodilator
1)   Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
2)   Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
3)   Prazosin per oral 2-5 mg
4)   Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.
Prosedur Tetap Penanganan Gagal Jantung :
a.    Segera baringkan ke tempat tidur, dengan posisi ½ duduk
b.    Berikan O2 3-6 liter/menit
c.    Digitalisasi misalkan dengan
1)   Cedilanid IV 1,2-1,6 mg/24 jam
2)   Digoxin IV 0,75– 1mg dalam 4 dosis/24 jam atau oral 0,5-2mg dalam 4 dosis/24 jam dilanjut 2x0,5mg selama 2-4 hari.
d.   Pasang infus Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dapat ditambahkan aminofilin 1-2 ampul. Aminofilin dapat juga diberikan bolus 1 ampul IV pelan.
e.    Dapat diberikan lasix 1-2 ampul IV (40-80mg) dosis penunjang rata-rata 20mg
f.     Beri tablet Kalium (Aspar K atau KSR)
g.    Untuk NYHA kelas III dan IV dirawat di ICU

2.6.    Prognosis
Panji (2010), menyebutkan bahwa untuk prognosis gagal jantung preload tergantung pada :
1.    Beratnya penyakit dasar
2.    Kecepatan respons terhadap pengobatan
3.    Umur
4.    Tingkat pembesaran jantung
5.    Luasnya kerusakan moikard
2.7.    Komplikasi
Tiwi Wulan Sari (2011), berpendapat bahwa komplikasi yang timbul dari penyakit Gagal Jantung Preload, yaitu :
1.    Efusi Pleura
Merupakan akibat dari peningkatan tekanan dikapiler pleura, transudasi dari kapiler ini memasuki rongga pleura. Efusi pleura ini biasanya terjadi pada lobus sebelah kanan bawah
2.    Arrhytmia
Pasien dengan gagal jantung preload memiliki resiko tinggi mengalami aritmia, hampir setengah kejadian kematian jantung mendadak disebabkan oleh ventrikuler arrhythmia

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.    Pengkajian
1.    Riwayat Kesehatan / Keperawatan
a.    Keluhan Utama :
1)   Lemah beraktifitas
2)   Sesak nafas
b.    Riwayat Penyakit Sekarang :
1)   Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.
2)   Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.
3)   Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4)   Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
5)   Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas.
c.    Riwayat Penyakit Dahulu :
1)   Apakah sebelumnya pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, hiperlipidemia.
2)   Obat apa saja yang pernah diminum yang berhubungan dengan obat diuretic, nitrat, penghambat beta serta antihipertensi. Apakah ada efek samping dan alergi obat.
d.   Riwayat Keluarga :
Penyakit apa yang pernah dialami keluarga dan adakah anggota keluarga yang meninggal, apa penyebab kematiannya.
e.    Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan :
1)   Situasi tempat kerja dan lingkungannya
2)   Kebiasaan dalam pola hidup pasien.
3)   Kebiasaan merokok
2.    Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan Umum
Didapatkan kesadaran baik atau compos mentis dan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat
b.    Breathing
1)   Terlihat sesak
2)   Frekuensi nafas melebihi normal
c.  Bleeding
1)   Inspeksi : adanya parut, keluhan kelemahan fisik, edema ekstrimitas.
2)   Palpasi : denyut nadi perifer melemah, thrill
3)   Perkusi : Pergeseran batas jantung
4)   Auskultasi : Tekanan darah menurun, bunyi jantung tambahan
d.  Brain
1) Kesadaran biasnya compos mentis
2) Sianosis perifer
3)  Wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
e.  Bladder
1)   Oliguria
2)   Edema ekstrimitas
f.  Bowel
1)   Mual
2)   Muntah
3)   Penurunan nafsu makan
4)   Berat badan meningkat
g.  Bone
1)   Kelemahan
2)   Kelelahan
3)   Tidak dapat tidur
4)   Pola hidup menetap
5)   Jadwal olahraga tak teratur
h.  Psikososial
1)   Integritas ego : menyangkal, takut mati, marah, kuatir.
2)   Interaksi social : stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping.
3.2.    Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan dan mengabungkan data dengan konsep teori dan prinsif yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. Merupakan suatu proses berfikir yang meliputi kegiatan pengelompokan data dan menginterprestasikan kelompok data dan membandingkan dengan standar yang normal serta menentukan masalah atau penyimpangan yang merupakan suatu kesimpulan. (Nezz, 2010)

3.3.    Diagnosa Keperawatan
Khaidir (2009), mengemukakan bahwa diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan gagal jantung khususnya yaitu gagal jantung preload, yaitu :
1.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial.
2.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonalis dan perpindahan cairan ke ekstra vaskuler.
3.    Risiko kambuh berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai perawatan gagal jantung.

3.4.    Intervensi dan Rasional
1.    Diagnosa keperawatan : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru sekunder perubahan membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respons sesak nafas.
Kriteria : Secara subjektif pasien menyatakan penurunan sesak nafas, secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal (RR 16-20 kali/menit), tidak ada penggunaan otot bantu nafas, analisis gas darah dalam batas normal.
Intervensi :
a.    Berikan tambahan O2 6 liter/menit
Rasional : Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas
b.    Pantau saturasi (oksimetri) Ph, BE, HCO3 (dengan BGA)
Rasional : Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas
c.    Koreksi keseimbangan asam basa
Rasional : Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan
d.   Cegah atelektaksis dengan melatih batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
e.    Kolaborasi : (RL 500 cc/24 jam, digoxin 1-0-0, dan furosemid 2-1-0)
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas. Serta membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.
2.    Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonalis dan perpindahan cairan ke ekstra vaskuler.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria : Pasien tidak sesak nafas, edema ekstremitas berkurang, pitting edema (-), produksi urine > 600 ml/hari.
Intervensi :
a.    Kaji tekanan darah
Rasional : Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
b.    Kaji distensi vena jugularis
Rasional : Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
c.    Timbang BB
Rasional : Perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
d.   Beri posisi yang membantu drainage ekstrimitas dan latihan gerak pasif.
Rasional : Meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya edema perifer.
e.    Periksa laboratorium elektrolit kalium.
Rasional : Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

3.    Risiko kambuh berhubungan dengan ketidaktahuan mengenai nutrisi pada perawatan gagal jantung.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam pasien mengenal faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan resiko kekambuhan.
Kriteria : Pasien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menerima perubahan pola hidup yang efektif, pasien mampu mengulang faktor-faktor resiko kekambuhan.
Intervensi :
a.    Diskusikan mengenai fungsi normal jantung.
Rasional : Pasien lebih paham tentang fungsi normal jantung
b.    Jelaskan manfaat diet rendah garam, rendah lemak dan mempertahankan berat yang ideal.
Rasional : Pasien mengerti bahwa peningkatan berat badan merupakan  factor yang meningkatkan beban jantung dalam melakukan kontraksi.
c.    Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko kambuh.
Rasional : Pasien memahami faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko kekambuhan.















BAB 4
PENUTUP

4.1.    Kesimpulan
Gagal jantung preload adalah kegagalan ventrikel kanan menyebabkan kemacetan dari kapiler sistemik. Hal ini membantu untuk menghasilkan akumulasi kelebihan cairan dalam tubuh.
Gagal jantung kanan atau preload adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh cor pulmonalis, yaitu karena suatu trauma, maka kantung pembungkus jantung terisi banyak darah sehingga jantung menjadi tertekan.
Terjadinya gagal jantung preload dapat disebabkan : Hipertensi pulmonal, gagal jantung kiri, COPD, sumbatan arteri pulmonal, infark miokardium di ventrikel kanan, dan gangguan katup jantung.

A.      Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan segala sesuatu yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang professional dalam menerapakan asuhan keperawatan secara komprehensif.