Jumat, 12 Juli 2013

ASKEP ASBESTOSIS



A.    Definisi
Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh udara yang mengandung debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Debu dikelompokan menjadi tiga yaitu debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dll, debu mineral yaitu debu yang merupakan  senyawa komplek seperti SiO2, SiO3, dan arangbatu, dan debu metal yaitu debu yang mengandung unsur logam. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan sampai di permukaan alveoli, 0,5-1 mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lender sehingga menyebabkan fibrosis paru, sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.(RS Harapan, 2002)
Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes adalah campuran berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, mempengaruhi parenkim jaringan dari paru-paru, menjadi  jaringan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura. It occurs after long-term, heavy exposure to asbestos , eg in mining , and is therefore regarded as an occupational lung disease . Ini terjadi setelah jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di pertambangan. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Asbestos is a mineral that can be woven like wool. Asbes adalah mineral yang dapat dijalin seperti wol dan merupakan produk alam mineral yang diketahui tahan terhadap panas dan korosi, tidak meneruskan arus listrik, tahan terhadap asam kuat, serta merupakan serat yang kuat dan fleksibel, mudah dijalin bersama-sama dan digunakan secara luas di dalam bangunan dan pabrik-pabrik industri. Some of its more common uses were in pipe and duct insulation, fire-retardant materials, brake and clutch linings, cement, and some vinyl floor tiles.
Terdapat beberapa jenis kristal debu asbestosis :
1.    Chrysotile
2.    Crocidolite
3.    Anthrophylite
4.    Tremolite
5.    Actinolite
Yang paling banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile, karena seratnya panjang dan paling kuat. Pada kelompok amphibole serat lebih pendek namun lebih stabil secara kimiawi dan lebih tahan terhadap asam. Bersifat fibrogenik terhadap paru lebih kuat dibanding silika, karsinogenik.
Di dalam paru banyak terdapat “asbestos bodies” yaitu serat asbestos yang dilapisi bahan protein. Sering serat asbestos harus dipisahkan dengan tangan, sehingga terjadi papel kecil-kecil pada jari-jari tangan seperti duri, disebut duri asbestos. Terjadi juga fibrosis interstisialis, penebalan dan perlekatan pleura, fibrosis peritoneal. Paru menjadi kaku karena terdapat klasifikasi pada pleura dan dapat pula dijumpai keganasan Ca bronkogenik dan mesothelioma. Mesothelioma adalah tipe kanker pleura yang jarang. Peningkatan insidensi mesotelioma dihubungkan dengan inhalasi serat asbestos di lingkungan kerja. Walaupun gejala awalnya sedikit, mesotelioma dapat disembuhkan jika berhasil terdiagnosis. Waktu antara paparan asbestos pertama dan kemunculan tanda-tanda tumor beragam mulai dari 20 sampai 50 tahun, khusus mesotelioma. Kenaikan angka insidensi mesotelioma juga tampak pada penduduk yang walaupun tidak terpapar secara okupasional, tinggalnya serumah dengan pekerja asbestos atau tinggal di sekitar sumber emisi asbestos. Walaupun asbestos tidak lagi dipakai sebagai penyekat, zat ini masih menjadi sorotan karena adanya bahaya yang berasal dari bangunan yang sekatnya menggunakan asbestos

B.     Etiologi
Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau lebih dan diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan.
Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:
1.    Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan, penenunan, pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-produk yang mengandung asbes.
2.    Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja
3.    Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan asbes dibandingkan non-perokok. Life expectancy is also shorter among smokers than non-smokers. Asbestos workers who stop smoking, can within 5-10 years reduce their risk of dying with lung cancer by about one half to one third that of their colleagues who continue to smoke. Harapan hidup perokok lebih pendek dibandingkan non-perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10 tahun dapat mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu setengah sampai satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus merokok.

C.    Manifestasi Klinis
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul setelah terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan juga ditandai dengan batuk kering. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami kegagalan pernafasan. Berlangsung sebagai  penyakit paru- paru dan kerusakan meningkat, sesak nafas terjadi walaupun pada pasien istirahat.
Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk-batuk dan sesak napas. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru.
Keluhan dan gejala timbulnya sangat lambat, membutuhkan waktu 7-10 tahun. Terutama sesak nafas bila melakukan aktifitas. Batuk non produktif, lebih sering dan lebih hebat dibanding silikosis. Bila terjadi batuk darah biasanya sudah ada neoplasma paru. Nyeri dada retrosternal, berat badan menurun.
Pada pemeriksaan fisik pada fase dini biasanya belum dijumpai kelainan selain adanya benda asbestos didalam dahak pekerja (2 bulan). Pada fase lanjut didapatkan sianosis dan jari tabuh. Jari tabuh umumnya dihubungkan dengan penyakit yang lanjut. Bila ada pada pekerja dengan kelainan fibrosis interstisialis yang ringan maka lebih banyak dihubungkan dengan kanker paru.
Gerak pernafasan menurun, simetris, tanda-tanda fibrosis hebat. Sianosis akan bertambah hebat apabila melakukan kegiatan fisik, bisa juga didapatkan suara mengi. Dapat terdengar ronkhi (pada akhir inspirasi atau selama inspirasi) dibasal paru, terjadi pada > 60% penderita dengan asbestosis. Ronkhi ini tergantung pada dosis paparan dan dapat terjadi pada x-foto toraks normal. Pada asbestosis risiko terjadinya tuberculosis paru tidak didapatkan, tetapi disini didapatkan risiko kanker paru lebih besar. Risiko terjadinya mesothelioma atau penebalan pleura sangat besar. Kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan yang menyerupai tabuh genderang) juga dapat terjadi.

D.    Patofisiologi
Asbestosis disebabkan oleh inhalasi jangka panjang dari serat asbes. People with occupational exposure to the mining, manufacturing, handling or removal of asbestos are at risk of developing asbestosis. There is an increased risk of lung cancer and mesothelioma associated with asbestosis.Terdapat peningkatan risiko kanker paru-paru dan mesothelioma terkait dengan asbestosis. The risk is related to the total dose of asbestos received and the duration of asbestos exposure. Biasanya mikroorganisme, debu, dan partikel asing lainnya yang ada di udara saat kita bernafas akan disaring oleh rambut-rambut hidung, sehingga menimbulkan reflek batuk. Sedangkan partikel asbes (amphiboles) panjang, sangat tipis, ringan, dan mikroskopis yang masuk ke hidung, tidak dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, menyebabkan partikel asbes dapat masuk ke saluran pernapasan Occupational exposure is the most common cause of asbestosis, but the condition also Ketika memasuki saluran pernapasan, partikel ini masuk ke dalam paru-paru kesalah satu alveoli dari 300 juta gas yang ada dan melakukan pertukaran gas.
Setiap alveolus memiliki banyak sel-sel pembersih yang disebut macrophages menelan partikel apapun yang dibuat ke bawah alveoli. Alveoli have very thin, elastic walls that allow an exchange of gases vital to your health - oxygen flows from the alveoli into your bloodstream to nourish your body, and carbon dioxide waste flows from your bloodstream into the alveoli and on into your bronchi to be expelled.Alveoli yang sangat tipis dan elastis yang memungkinkan pertukaran gas yang penting untuk kesehatan. Oksigen mengalir dari alveoli ke dalam darah untuk memelihara tubuh, dan karbon dioksida mengalir dari darah ke alveoli dan ke bronchi untuk dibuang. Asbestos fibers can easily flake off and are small enough to be inhaled deep into the lungs.Serat asbes dapat dengan mudah mengelupas dan cukup kecil untuk terhirup masuk ke dalam paru-paru. When they are inhaled into the lungs, the lungs’ defense cells try to destroy the asbestos fibers, but the body's defense mechanisms cannot break down asbestos.Apabila mereka terhirup ke dalam paru-paru, dan serat tersebut mencapai alveoli (kantung udara) dalam paru-paru, di mana oksigen dipindahkan ke dalam darah, benda asing (asbes serat) menyebabkan aktivasi dari paru-paru.
Sel pertahanan paru-paru mencoba merusak serat asbes, tetapi mekanisme pertahanan tubuh tidak dapat menghancurkan asbes, bahkan untuk macrophage. Macrophage berusaha untuk menelan sebuah serat asbes, ia sering gagal karena serat yang terlalu panjang. Dalam prose macrophage tersebut mengeluarkan zat untuk menghancurkan benda asing, tetapi juga dapat membahayakan alveoli. Hal ini menyebabkan terjadinya perlukaan di alveoli dan membentuk jaringan parut disebut sebagai proses fibrosis. Kemudian serat asbes yang tidk dapat tersaring tetap berada di dalam dan menyebabkan radang paru-paru dan jaringan parut.
Jaringan paru menyebabkan dinding alveolar menebal dapat mengurangi elastisitas dan kemampuan mereka untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Sehingga, terjadi penurunan kapasitas paru-paru, pertukaran oksigen berkurang, dan akan terasa semakin kekurangan nafas. Lebih dari 50% orang yang terkea dengan mengembangkan asbestosis plak di pleura parietal, di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru. Pasien datang dengan inspirasi kering crackles, clubbing finger, dan pola fibrotik menyebar di bagian bawah lobus  paru-paru yang merupakan tempat paling sering terserang asbestosis.

E.     Pemeriksaan Diagnostik
a.    Radiologis
Penderita dapat mengalami sesak nafas tanpa adanya kelainan radiologis. Didapatkan infiltrat halus tersebar difus, lokasi kelainan pada umumnya didaerah lateral dan basal. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular. Pada fase lanjut infiltrat makin banyak dan luas. Bila penyakit bertambah berat batas infiltrat makin tidak jelas dan jantung membesar. Bila ada penyulit maka akan didapatkan gambaran tumor paru, pelebaran pleura, ektasis dengan gambaran sarang lebah, cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan CT-scan meningkatkan diagnostik dengan mendeteksi perubahan pada pleura dan parenkim yang tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiologis biasa.
b.   Tes fungsi paru dengan Oximetry
Evaluasi oksigenasi penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi akan menyebabkan hipertensi yang berkenaan dengan paru-paru dan dapat mendorong kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan pada saat istirahat dan selama latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).
c.    Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kavasitas vital dan kapasitas paru total,volume residu biasanya normal atau sedikit menurun serta penurunan kapasitas difusi.Dalam mendeteksi kelainan ini secara dini maka kita harus mengamati adanya penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi
d.   Bilas Bronkoalveolar
Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis). Cairan bilas bronkoalveolar normal mengandung 90% macrophage,10% limfosit dan sesekali neutrofil.
e.    Pemeriksaan darah
Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi penurunan oksigen dalam darah yang berhubungan dengan perubahan pernapasan yang terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan asbes. Nilai normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :35-45mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH : 7,35 – 7,45.

F.     Penatalaksanaan 
Tidak ada obat yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut ditunjukkan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat bernapas dengan mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang infeksi. Aspirin atau Acetominophen (Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan bronchodilators oral atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir atau dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase.  Bila asbestosis sudah memasuki stadium mesotelioma maka belum ada terapi yang berhasil meningkatkan kesembuhan.

G.    Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes dilingkungan kerja. Penggunaan kontrol debu dapat mengurangi penderita asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun yang lalu, ventilasi udara yang cukup di ruang kerja, penggunaan masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan, Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru dianjurkan pekerja pabrik untuk berhenti merokok. Perawatan medis untuk infeksi saluran pernapasan, dengan sering menggunakan antibiotik ketika diperlukan. Mereka juga harus berpartisipasi dalam terapi pernapasan seperti bronkial drainase atau penggunaan humidifier kabut ultrasonik yang membantu dalam pembersihan lendir dari paru-paru. Pasien harus menghindari situasi yang mungkin mengekspos mereka untuk infeksi saluran pernapasan seperti banyak orang

H.    Komplikasi
Komplikasi lanjutan pada asbestosis antara lain:
1.    Efusi pleura
2.    Mesothelioma, meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura yang disebut mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut mesotelioma peritoneal. Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar krokidolit, satu dari 4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga menyebabkan mesotelioma. Krisotil mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang tercemar oleh tremolit yang dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan selama 30-40 tahun.
3.    Cor pulmonale
4.    Fibrosis Pulmoner idiopatik
5.    Pneumoconeosis
6.    Kanker bronkus











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asbestosis
3.1  Pengkajian
Meliputi:
1)        Identitas pasien
Meliputi nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
Asbestosis lebih sering diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau pekerjaan yang sering berhubungan dengan asbes yang sebagian besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering menyerang pria dibanding wanita.
2)        Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sesak saat bernafas, batuk disertai dahak, mengeluh nyeri dada, peningkatan frekuensi nadi, lemas, nyeri kepala.
3)        Keluhan utama
Pada  klien dengan silikosis akan mengeluh sesak, batuk, demam.
4)        Riwayat Penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala luka tenggorok, bersin demam ringan sebelumnya.
5)        Riwayat penyakit keluarga
Pauda mumnya klien dengan silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini.
6)        Riwayat Psikososial
Perawat mengkaji tentang perasaan, status emosional, dan perilaku klien. Misalnya, klien sering merasa cemas akibat nyeri yang kronis dan  mengisolasi diri karena penyakit yang diderita.
7)        Pemeriksaan Fisik:
B1 (Breath) : sesak, nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di alveoli,  RR menurun, adanya penggunaan otot bantu pernafasan saat inspirasi, hipoksia
B2 (Blood) : cyanosis, hipoksia, denyut jantung meningkat, TD meningkat, tachycardi
B3 (Brain) : dizziness, cemas, penurunan kesadaran
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
B6 (Bone): malaise
8)        Pemeriksaan penunjang
·         Pemeriksaan laboratorium, biasanya didapatkan leukosit 15.000-40.000/mm³, biakan sputum, darah, bila perlu cairan efusi pleura
·         Pemeriksaan radiologis, sebaiknya gunakan foto thoraks posterior-anterior dan lateral. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular.
Hasil diagnosa asbestosis dibangun atas 3 tahap :
·         Riwayat ekspose.
·         Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi paru-paru dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar, cairan atau fibrosis pada biopsi jaringan paru-paru).
·         Tidak adanya penyebab lain yang menyebabkan fibrosis interstitial.

3.2  Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
DS : Klien mengeluh sesak
DO : RR menurun, pola nafas tidak teratur, pucat, ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman nafas, hipoksia, tachycardia, tekanan O2 dan CO2 menurun.  Pada lapang paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular
Adanya jaringan parut di alveoli
Gangguan Pertukaran gas
DS : Demam
DO : Suhu tubuh lebih dari 37 ° C
Peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis asbes
Hipertermi
DS : Klien merasa lemah, tidak nyaman
DO : Denyut jantung meningkat, TD meningkat.
Kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Intoleransi Aktivitas
DS : Klien merasa lemas
DO : Kurus, BB menurun, albumin << 3,2  , Hb << 11g/dl  , rambut terlihat memerah pada anak-anak, lapisan subkutan tipis.
Intake makanan kurang dari kebutuhan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3.3  Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
2.      Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
3.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas












3.4  Intervensi dan Rasional
1.    Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
Tujuan : Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil : status respiratoris dalam rentang yang diharapkan; dispnea saat istirahat; gelisah, sianosis, dan keletihan tidak ada; PaO2, PaCO2, dan pH arteri, dan saturasi O2 dalam batas normal. Nilai normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :35-45mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH : 7,35 – 7,45.

Intervensi
Rasional
Observasi
·         Monitor  bunyi paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha dan produksi sputum sesuai dengan indikator dari penggunaan alat penunjang yang efektif.
·         Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara atau bunyi tambahan
·         Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.


Mandiri
·         Jelaskan prosedur pengobatan kepada klien
·         Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi
·         Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan analisa gas darah (AGD) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan.
·         Siapkan klien untuk ventilasi atau oksigenasi mekanis bila perlu.
Health edukasi
·         Jelaskan penggunaan alat bantu pernafasan sesuai indikasi.
·         Ajarkan kepada pasien tekhnik bernapas dan relaksasi

·         Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya proses penyakit.


·         Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau konsolidasi

·         Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. Nilai AGD memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.

·         Menurunkan kecemasan klien terhadap prosedur tindakan yang dilakukan.
·         Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung

·         Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.



·         Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup

·         Memberikan informasi kepada pasien tentang tata cara menggunakan alat bantu.
·         Dengan adanya tekhnik bernapas dan relaksasi dapat mengurangi hipoksia


2.    Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis asbes
Tujuan : pasien mempertahankan suhu tubuh
Kriteria Hasil: suhu tubuh normal (36-37°C).

Intervensi
Rasional
Observasi:
·         Pantau tanda vital tiap tiga jam atau lebih sering

Mandiri
  • Berikan kebutuhan cairan ekstra


·         Anjurkan klien untuk memakai Pakaian yang minimal
·         Berikan kompres dingin

Kolaborasi
·         Berikan antipiretik

Health Edukasi
·         Ajarkan pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat

·         Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat

·         Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan intake cairan yang banyak
·         Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
·         Konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh

·         Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh

·         Agar pasien dapat mempertahankan asupan cairan tubuhnya

3.    Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Tujuan : pasien menunjukkan penghematan energi untuk aktivitas
Kriteria Hasil: menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Intervensi
Rasional
Observasi
·         Monitor  respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

·         Pantau asupan nutrisi

·         Pantau/dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya waktu tidur

Mandiri
·         Hindari menjalankan aktivitas perawatan selama periode istirahat

·         Bantu dengan aktivitas fisik teratur



·         Batasi rangsangan lingkungan


Kolaborasi
·         Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan atau rekreasi
·         Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah

·         Rujuk pada ahli gizi untuk merencanakan makanan

Health Edukasi
·         Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu.
·         Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

·         Menetapkan kemampuan, kebutuhan dan memudahkan pilihan intervensi pasien
·         Asupan nutrisi yang cukup dapat menjaga keadekuatan energi.
·         Dengan istirahat yang cukup dan teratur dapat membantu untuk menyiapkan energi yang cukup bagi klien

·         Aktivitas di periode istirahat dapat menyebabkan pasien kekurangan tenaga sehingg pasien lemas.
·         Dengan aktivitas yang teratur menyebabkan tubuh terbiasa sehingga klien bisa lebih kuat melakukan aktivitas
·         Dengan membatasi rangsangan dapat mengurangi tingkat distress klien yang membutuhkan tenaga

·         merencanakan dan memantau program aktivitas
·         mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan di rumah sesuai dengan kebutuhan
·         meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi


·         mencegah kelelahan


·         tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan



4.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan
Tujuan : status gizi baik
Kriteria Hasil :
ü Antropometri : BB tidak turun (stabil), Tinggi badan, lingkar lengan
ü Biokimia : Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dL, Hb Normal anak 11-13 g/dL
ü Klinis : Tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah.
ü Diet : Klien menghabiskan porsi makan dan nafsu makan bertambah
Intervensi
Rasional
Observasi
·         Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.
·         Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik.
·         Monitor turgor kulit pasien


·         Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

Mandiri
·         Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
·         Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

·         Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Kolaborasi
·         Patikan diet memenuhi kebutuhan pernafasan sesuai indikasi.

Health Edukasi
·         Ajarkan metode untuk perencanaan makan
·         Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

·         Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
·         Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan
·         Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
·         Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah


·         Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
·         Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
·         Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

·         Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

·         Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
·         Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar