Sabtu, 13 Juli 2013

ASKEP SINUSITIS



1.1              Definisi Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. (Endang Mangunkusumo, 2007)
sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinus sendiri adalah rongga hidung yang terdapat diarea wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembaban hidung dan menjaga pertukaran udara didaerah hidung.Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis ( kedua mata) , sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis ( terletak di belakang dahi). (wikipedia,2011)
Di dalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dangan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang diproduksi didalam sinus menuju ke saluran pernapasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran napas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang tidak dapat bergerak keluar dan terperangkap didalam rongga sinus.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus edmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid lebih jarang.Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabakan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
http://images.medicinenet.com/images/illustrations/sinus_2.jpg
1.2              Klasifikasi sinusitis
Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai:
1.       sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu)
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2.       sinusitis subakut (bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan)
3.       sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari 3 bulan)
( Adams, 2007)

1.3              Etiologi
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi
ka bisa terjadi sinusitis akut dan juga pada penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal
Sedangkan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis adalah:
Faktor- faktor lingkungan seperti udara dingin, panas, lembab, kering dan faktor polutan atmosfer seperti asap rokok, assap tenggorokan dll.

1.4              Gejala klinis
Gejala yang khas dari sinusitis adalah sakit kepala yang dirsakan ketika penderita bangun tidur pada pagi hari. Sinusitis akut dan kronik memiliki gejala yang sama yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, sehingga gejala tertentu yang timbul tergantung sinus yang terkena.
1.  Sinusitis maksilaris
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
Nyeri dirasakan dibawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus sehingga terasa nyeri pada gigi beralih ke dahi dan di depan telinga. Sedangkan pembengkakan terjadi di pipi dan kelopak mata bawah.
2.  Sinusitis etmoidis
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
Nyeri di pangkal hidung, di bola mata atau di belakangnya dan nyeri bertambah bila bola mata digarakkan, nyeri beralih pada pelipis, sedangkan pembangkakan jarang terjadi kecuali bila ada komplikasi.
3. Sinusitis frontalis
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
Nyeri dirasakan di dahi atau seluruh kepala dan pembengkakan terjadi pada dahi dan kelopak mata atas.
4. Sinusitis sfenoidalis
Gejala :
Sakit kepala, ingus di nasofaring. Nyeri di rasakan di dahi atau seluruh kepala dan pembengkakan terjadi pada dahi dan kelopak mata atas.s
5. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
Picture of the anatomy of the sinuses

1.5              Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks osteomeatal). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
 Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan sinusitis dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal muah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah dan limfe.(Endang mangunkusumo, 2007)

1.6              Pemeriksaan Penunjang
1.         Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan LED dan peningkatan leukosit
2.         Pemeriksaan radiologik
Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus basar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
3.         CT scan
CT scan sinus merupakan gold standart diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya
4.         Pemeriksaan transiluminasi
sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.
5.         Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi
dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius atau superior dengan tujuan untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
6.         Sinuskopi
Dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya bisa dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
7.      Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Padasinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
8.         Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip) Pemeriksaan naso-endoskopi
9.      Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)

1.7              Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis adalah:
1.         Mempercepat penyembuhan
2.         Mencegah komplikasi
3.         Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.
1.    Antibiotik
Antibiotika dapat diberikan secara sistemik per oral. Pada sinusitis akut diberikan antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinis telah hilang. Secara empiris, antibiotika yang dapat diberikan misalnya Amoksisilin (3 x 500mg), Trimetoprim dan Sulfametoksazol (2 x 960 mg), Amoksisilin dan Asam Klavulanat (2 x 500 mg), Klaritromisin (2 x 250 mg), dan Levofloksasin (4 x 500 mg).



2.    Dekongestan
 Dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Dekongestan ini hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa.
3.    Analgetik
Untuk gejala nyeri akibat sinusitis 
4.    Pada sinusitis akut
·         Dengan pemberian steroid intra nasal antara lain: Blekometason, Flunisolid, dan triamsinolon. Diperlukkan untuk mengurangi edema didaerah kompleks osteomeatal terutama jika dicetuskan oleh alergi. Efektif pemberian memerlukan waktu pemakaian 1-2 minggu.

5.    Pada sinusitis subakut
·         dilakukan diatermi: dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalo belum membaik maka dilakukan pencucian sinus
·         Pungsi dan Irigasi sinus maksila dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam rongga sinus maksila dengan cara memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior dan diarahkan disudut luar mata atau tepi atas daun telinga dan selanjutnya dilakukan dengan NaCl untuk membantu pemindahan sekret kentak dari sinus ke rongga hidung. Jarang dikerjakan pada anak kecuali jika terapi antibiotik tidak berhasil atau terancam komplikasi sinusitis.
·         Tindakan Pencucian (Proetz displasement therapy) dengan cara diteteskan lrutan vasokonstriktor (HCL Evedrin 0,5-1,5%) untuk membuka osteum yang kemudian masuk kedalam sinus. HCL evedrin akan mengurang edema mukosa yang tercampur dengan sekret didalam rongga sinus kemudian dihisap keluar. Sementara itu pasien harus mengatakan “kak-kak-kak” supaya palatum mole terangkat sehingga ruang antara nasofaring dan orofaring tertutup. Dilakukan 6 kali bila sekret masih kental dilakukan tindakan pembedahan yang diperkuat dengan hasil foto rontgen tampak penebalan dinding sinus paranasal.


6.    Terapi bedah
Pada sinusitis akut  jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan dan bila pasien tidak berespon pada terapi medis.
1.8              KOMPLIKASI
1.      Kelainan pada Orbita Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada nak,karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c.  Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d.  Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e.  Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2.             Kelainan intra cranial
a.       Meningitisakut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b.      Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial
c.       Abses             subdura
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
d.      Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat           terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
4 .              Osteitis dan Osteomylitis.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
5 .      Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
6.       Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
7.       kelainan paru
Seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyababkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1              Pengkajian
1.    Biodata
Identitas klien seperti: nama, umur, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2.    Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
3.    Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri diantara dua mata, penciuman berkurang.
4.    Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma, klien mempunyai riwayat penyakit THT, klien pernah menderita sakit gigi geraham.
5.    Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6.    Riwayat psiko sosial
Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih), hubungan klien dengan orang lain.
7.    Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabkan konsep diri menurun
8.    Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat flu terus menerus (baik purulen,serous maupun mukopurulen)
9.    Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Hidung tersumbat, pilek terus menerus, banyak ingus yang keluar
B2 (Blood)
Irama jantung reguler, bunyi jantung normal
B3 (brain)
Pusing, sakit kepala

B4 (Bladder)
Produksi urine normal tidak ada gangguan
B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun, mukosa lembab, diare karena mukopus yang tertelan
B6 (Bone)
Nyeri pipi. Nyeri dahi, nyeri gigi, nyeri telinga
3.2              Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada hidung
2.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat
3.      Cemas berhubungan denngan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi / operasi)
4.      Risiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
3.3              Intervensi Keperawatan
1.    Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria Hasil :
·           Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
·           Klien tidak merasa kesakitan.
·           Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
Intervensi dan Rasional
a.     Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
R/ Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cidera.
b.    Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
c.     Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
R/ Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
d.    Kolaborasi analgesic
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
e.    Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat

2.    Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria Hasil :
·       Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
·       Klien tedut 6-8 jam sehari
Intervensi dan Rasional
a.     Kaji kebutuhan tidur klien
R/ Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur
b.    Menciptakan suasana yang nyaman
R/ supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang
c.     Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat
R/ Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

3.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
Tujuan : perasaan cemas klien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
·           Klien dapat menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
·           Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya
·           Perlihatkan rasa empati (datang dengan menyentuh klien)
·           Temani klien
·           Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang

Intervensi dan Rasional
a.         Kaji tingkat kecemasan klien
R/ Menentukan tindakan selanjutnya
b.        Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien
R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
c.         Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan
R/ Menigkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif

4.    Risiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : peningkatan suhu tubuh tdk terjadi
Kriteria Hasil :
·       Suhu tubuh 36,5-37,5 C
·       Kulir hangat dan lembab, membran mukosa lembab
Intervensi dan Rasional
a.     Monitoring perubahan suhu
R/ Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari klien
b.    Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
R/ Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak
c.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi)
R/ Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
d.   Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar
R/ Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
                             Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai  sinusitis akut,  sinusitis subakut ,dan  sinusitis kronis. Adapun tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

4.2 Saran
                        Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan polip, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.












DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, Buku Kedokteran EGC, jakarta : 1997
Broek, Van Den, Ilmu Kesehatan Tenggorok Hidung dan Telinga edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta : 2010
Lucente, Frank E, Ilmu THT, Buku kedokteran EGC, Jakarta : 2011
Mansoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I. Penerbit Media Aesculapius FK-UI. Jakarta : 2000

Soepardi, Efiaty Arsyad, Dkk. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung tenggorok edisi VI. Balai penerbit FK-UI. Jakarta : 2010

Soepardi, Efiaty Arsyad, Dkk. Penatalaksanaan da Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta : 2000
Siegler, R Pracy, still, Buku Pelajaran ringkas Telinga Hidung dan Tenggorok, PT Gramedia, Jakarta : 1989
Samsudin, Sonny, Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok, Buku kedokteran EGC, Jakarta : 1993

3 komentar: