1.1
Definisi Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai
inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis
sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. (Endang
Mangunkusumo, 2007)
sinusitis adalah suatu peradangan sinus
paranasal. Sinus sendiri adalah rongga hidung yang terdapat diarea
wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk
menjaga kelembaban hidung dan menjaga pertukaran udara didaerah hidung.Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus
maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis (
kedua mata) , sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus
sfenoidalis ( terletak di belakang dahi). (wikipedia,2011)
Di dalam rongga sinus terdapat
lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dangan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah
untuk mendorong lendir yang diproduksi didalam sinus menuju ke saluran
pernapasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan
saluran napas dari kotoran ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan
rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang tidak dapat bergerak keluar
dan terperangkap didalam rongga sinus.
Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus edmoid dan maksila,
sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid lebih jarang.Sinusitis dapat menjadi
berbahaya karena menyebabakan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.
1.2
Klasifikasi sinusitis
Secara klinis, sinusitis dapat dikategorikan sebagai:
1.
sinusitis akut (bila gejalanya berlangsung beberapa
hari sampai 4 minggu)
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis
emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2.
sinusitis subakut (bila
berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan)
3.
sinusitis kronis (bila berlangsung lebih dari
3 bulan)
(
Adams, 2007)
1.3
Etiologi
Pada Sinusitis Akut,
yaitu:
1. Infeksi virus
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa
terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
(misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3.
Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4.
Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut dan juga pada penderita rhinitis vasomotor.
Pada penderita rhinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut dan juga pada penderita rhinitis vasomotor.
5.
Septum nasi yang bengkok
6.
Tonsilitis yg kronik
Pada
Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal
Sedangkan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
terjadinya sinusitis adalah:
Faktor-
faktor lingkungan seperti udara dingin, panas, lembab, kering dan faktor
polutan atmosfer seperti asap rokok, assap tenggorokan dll.
1.4
Gejala klinis
Gejala yang khas dari sinusitis adalah sakit kepala yang
dirsakan ketika penderita bangun tidur pada pagi hari. Sinusitis akut dan
kronik memiliki gejala yang sama yaitu nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus
yang terkena, sehingga gejala tertentu yang timbul tergantung sinus yang
terkena.
1. Sinusitis maksilaris
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. Nyeri dirasakan dibawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus sehingga terasa nyeri pada gigi beralih ke dahi dan di depan telinga. Sedangkan pembengkakan terjadi di pipi dan kelopak mata bawah.
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah. Nyeri dirasakan dibawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus sehingga terasa nyeri pada gigi beralih ke dahi dan di depan telinga. Sedangkan pembengkakan terjadi di pipi dan kelopak mata bawah.
2. Sinusitis etmoidis
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. Nyeri di pangkal hidung, di bola mata atau di belakangnya dan nyeri bertambah bila bola mata digarakkan, nyeri beralih pada pelipis, sedangkan pembangkakan jarang terjadi kecuali bila ada komplikasi.
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing. Nyeri di pangkal hidung, di bola mata atau di belakangnya dan nyeri bertambah bila bola mata digarakkan, nyeri beralih pada pelipis, sedangkan pembangkakan jarang terjadi kecuali bila ada komplikasi.
3. Sinusitis frontalis
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. Nyeri dirasakan di dahi atau seluruh kepala dan pembengkakan terjadi pada dahi dan kelopak mata atas.
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang. Nyeri dirasakan di dahi atau seluruh kepala dan pembengkakan terjadi pada dahi dan kelopak mata atas.
4. Sinusitis sfenoidalis
Gejala : Sakit kepala, ingus di nasofaring. Nyeri di rasakan di dahi atau seluruh kepala dan pembengkakan terjadi pada dahi dan kelopak mata atas.s
Gejala : Sakit kepala, ingus di nasofaring. Nyeri di rasakan di dahi atau seluruh kepala dan pembengkakan terjadi pada dahi dan kelopak mata atas.s
5. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
1.5
Patofisiologi
Kesehatan sinus
dipengaruhi oleh patensi ostiumostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks osteomeatal). Mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.
Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan
negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap,
sekret yang berkumpul didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi
tidak berhasil (misalnya karena ada faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkan dan
ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan
mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan
kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
Sinustis bisa disebabkan juga oleh kerusakan gigi yang disebut dengan
sinusitis dentogen. Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting
sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar
gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang
tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi
gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan
periodontal muah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembulu darah
dan limfe.(Endang mangunkusumo, 2007)
1.6
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan
laboratorium
Adanya peningkatan
LED dan peningkatan leukosit
2.
Pemeriksaan
radiologik
Foto polos posisi
Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus basar
seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas
udara cairan (air fluid level) atau
penebalan mukosa.
3.
CT scan
CT scan sinus
merupakan gold standart diagnosis
sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya
4.
Pemeriksaan
transiluminasi
sinus yang sakit akan
menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu
sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi
yang normal.
5.
Pemeriksaan
mikrobiologik dan tes resistensi
dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius atau superior dengan tujuan untuk mendapat
antibiotik yang tepat guna.
6.
Sinuskopi
Dilakukan
dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior,
dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya,
selanjutnya bisa dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
7.
Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka
hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Padasinusitis maksila, sinusitis frontal
dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius,
sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior.
8.
Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal
drip) Pemeriksaan naso-endoskopi
9.
Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
1.7
Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis adalah:
1.
Mempercepat
penyembuhan
2.
Mencegah
komplikasi
3.
Mencegah
perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di
KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami
Antibiotik
dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus.
1. Antibiotik
Antibiotika dapat diberikan secara sistemik per oral. Pada sinusitis akut
diberikan antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinis telah hilang.
Secara empiris, antibiotika yang dapat diberikan misalnya Amoksisilin (3 x
500mg), Trimetoprim dan Sulfametoksazol (2 x 960 mg), Amoksisilin dan Asam
Klavulanat (2 x 500 mg), Klaritromisin (2 x 250 mg), dan Levofloksasin (4 x 500
mg).
2.
Dekongestan
Dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Dekongestan
ini hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena
kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa.
3. Analgetik
Untuk gejala nyeri akibat
sinusitis
4.
Pada sinusitis akut
·
Dengan pemberian
steroid intra nasal antara lain: Blekometason, Flunisolid, dan triamsinolon. Diperlukkan
untuk mengurangi edema didaerah kompleks osteomeatal terutama jika dicetuskan
oleh alergi. Efektif pemberian memerlukan waktu pemakaian 1-2 minggu.
5. Pada sinusitis subakut
·
dilakukan diatermi:
dengan sinar gelombang pendek (ultra
short wave diathermy) sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk
memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalo belum membaik maka dilakukan pencucian
sinus
·
Pungsi dan Irigasi
sinus maksila dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam rongga
sinus maksila dengan cara memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior dan
diarahkan disudut luar mata atau tepi atas daun telinga dan selanjutnya
dilakukan dengan NaCl untuk membantu pemindahan sekret kentak dari sinus ke
rongga hidung. Jarang dikerjakan pada anak kecuali jika terapi antibiotik tidak
berhasil atau terancam komplikasi sinusitis.
·
Tindakan Pencucian (Proetz displasement therapy) dengan
cara diteteskan lrutan vasokonstriktor (HCL Evedrin 0,5-1,5%) untuk membuka
osteum yang kemudian masuk kedalam sinus. HCL evedrin akan mengurang edema
mukosa yang tercampur dengan sekret didalam rongga sinus kemudian dihisap
keluar. Sementara itu pasien harus mengatakan “kak-kak-kak” supaya palatum mole
terangkat sehingga ruang antara nasofaring dan orofaring tertutup. Dilakukan 6
kali bila sekret masih kental dilakukan tindakan pembedahan yang diperkuat
dengan hasil foto rontgen tampak penebalan dinding sinus paranasal.
6. Terapi bedah
Pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila
telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang
hebat karena ada sekret yang tertahan oleh sumbatan dan bila pasien tidak berespon pada terapi medis.
1.8
KOMPLIKASI
1.
Kelainan pada Orbita Sinusitis
ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan
orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan
sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi
isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.Terjadi pada
isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama
ditemukan pada nak,karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus
ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita Edema bersifat difus dan bakteri telah
secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses
subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
e. Thrombosis sinus
kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2.
Kelainan intra cranial
a.
Meningitisakut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b.
Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan
tekanan intra kranial
c.
Abses subdura
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
d.
Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi,
maka dapat terjadi perluasan metastatik secara
hematogen ke dalam otak.
4 . Osteitis dan Osteomylitis.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
5 . Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
6. Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
7. kelainan
paru
Seperti
bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai
dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyababkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1.
Biodata
Identitas
klien seperti: nama, umur, agama, pendidikan, suku/bangsa, alamat, jenis
kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2.
Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
3.
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh,
demam, pusing, ingus kental di hidung, nyeri diantara dua mata, penciuman
berkurang.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung
atau trauma, klien mempunyai riwayat penyakit THT, klien pernah menderita sakit
gigi geraham.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6.
Riwayat psiko sosial
Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih), hubungan
klien dengan orang lain.
7. Pola persepsi dan
konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabkan
konsep diri menurun
8. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat
flu terus menerus (baik purulen,serous maupun mukopurulen)
9. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Hidung tersumbat, pilek terus menerus, banyak ingus yang
keluar
B2 (Blood)
Irama jantung reguler, bunyi jantung normal
B3 (brain)
Pusing, sakit kepala
B4 (Bladder)
Produksi urine normal tidak ada gangguan
B5 (Bowel)
Nafsu makan menurun, mukosa lembab, diare karena mukopus
yang tertelan
B6 (Bone)
Nyeri pipi. Nyeri dahi, nyeri gigi, nyeri telinga
3.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan
dengan proses peradangan pada hidung
2.
Gangguan istirahat
tidur berhubungan dengan hidung tersumbat
3.
Cemas berhubungan
denngan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
(irigasi / operasi)
4.
Risiko peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
3.3
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan
dengan peradangan pada hidung
Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
oleh klien
Kriteria Hasil :
·
Klien mengungkapkan nyeri
yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
·
Klien tidak merasa
kesakitan.
·
Dapat mengidentifikasi
aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah skala
nyeri 0-1 atau teradaptasi
Intervensi dan
Rasional
a.
Kaji terhadap nyeri
dengan skala 0-4
R/ Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cidera.
b.
Berikan kesempatan
waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan
c.
Mengajarkan tehnik
relaksasi dan metode distraksi
R/ Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan
perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
d.
Kolaborasi analgesic
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri
berkurang
e.
Observasi tingkat
nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk
mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama
1-2 hari
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data
yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat
2. Gangguan
istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria Hasil :
·
Klien dapat istirahat
dan tidur dengan nyaman
·
Klien tedut 6-8 jam
sehari
Intervensi dan Rasional
a.
Kaji kebutuhan tidur
klien
R/ Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat atau tidur
b.
Menciptakan suasana
yang nyaman
R/ supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang
c.
Kolaborasi dengan tim
medis pemberian obat
R/ Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung
3. Cemas berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
Tujuan : perasaan cemas klien
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
·
Klien dapat
menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
·
Klien mengetahui dan
mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya
·
Perlihatkan rasa
empati (datang dengan menyentuh klien)
·
Temani klien
·
Tempatkan klien
diruangan yang lebih tenang
Intervensi dan Rasional
a.
Kaji tingkat kecemasan
klien
R/ Menentukan tindakan selanjutnya
b.
Berikan kenyamanan dan
ketentraman pada klien
R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang
diberikan
c.
Berikan penjelasan
pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara perlahan
R/ Menigkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi
untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
4. Risiko
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : peningkatan suhu tubuh tdk terjadi
Kriteria Hasil :
·
Suhu tubuh 36,5-37,5 ⁰C
·
Kulir hangat dan
lembab, membran mukosa lembab
Intervensi dan
Rasional
a.
Monitoring perubahan
suhu
R/ Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui
perkembangan dan kemajuan dari klien
b.
Mempertahankan
keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
R/ Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga
homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan
kehilangan cairan lebih banyak
c.
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi)
R/ Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses
peradangan (inflamasi)
d.
Anjurkan pada pasien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh
dapat berjalan lancar
R/ Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka
tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang
masuk.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus
paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri. Secara klinis, sinusitis
dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut, sinusitis subakut ,dan sinusitis kronis. Adapun tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi,
dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka
sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.Antibiotik
dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus.
4.2 Saran
Diharapkan
perawat dapat bertindak secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan polip,
mampu mengkaji masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu
diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi
secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan
yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L,
Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, Buku Kedokteran EGC, jakarta : 1997
Broek, Van Den, Ilmu Kesehatan Tenggorok Hidung dan
Telinga edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta : 2010
Lucente, Frank E, Ilmu THT, Buku kedokteran EGC, Jakarta
: 2011
Mansoer, Arief. Kapita Selekta
Kedokteran edisi III jilid I. Penerbit Media Aesculapius FK-UI. Jakarta : 2000
Soepardi, Efiaty Arsyad, Dkk.
Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung tenggorok edisi VI. Balai penerbit FK-UI.
Jakarta : 2010
Soepardi, Efiaty Arsyad, Dkk.
Penatalaksanaan da Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit
FK-UI. Jakarta : 2000
Siegler, R Pracy,
still, Buku Pelajaran ringkas Telinga Hidung dan Tenggorok, PT Gramedia,
Jakarta : 1989
Samsudin, Sonny, Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok,
Buku kedokteran EGC, Jakarta : 1993
artikel yang sangat membantu sekali....
BalasHapushttp://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/
It is interesting to read, I hope the future is much better
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
terima kasih sudah berbagi infonya
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK