1.
Pengertian
Bronkhitis adalah
hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3
bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien
yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Marilynn E. Doenges, 1999).
2.
Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
a.
Anatomi sistem
pernafasan
b. Saluran pernafasan bagian atas
1)
Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa
hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
2)
Faring
Adalah struktur yang menghubungkan
hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ;
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk
menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
3. Laring
Adalah struktur epitel kartilago
yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk
memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah
dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
3) Saluran pernafasan bagian bawah.
a)
Trakhea
Disokong oleh
cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang
lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan
kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat
menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
b)
Bronkus
Bronkus terdiri
atas 2 bagian yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan
lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan
sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang menjadi
bronkus lobaris kemudian bronkus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi
oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut
silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring.
Bronkiolus
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus
respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan
jalan udara pertukaran gas.
c)
Alveoli
Paru terbentuk
oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar
tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu
fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel
fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan penting.
c.
Fisiologi
sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu
:
1. Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen
(O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
2. Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas
antara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Proses fisiologi pernafasan dalam
menjalankan fungsinya mencakup 3 proses yaitu :
1.
Ventilasi
yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
2.
Difusi
yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler paru.
3.
Transpor
yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.
3.
Etiologi
Adalah 3 faktor
utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi.
Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO
Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya
bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP
(volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka
paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi
sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus
influenza dan streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar
pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan
lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat –
zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah
faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa –
1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan
secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang
sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan
paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata
lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
4.
Patofisiologi
Penemuan
patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai
peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil –
kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat
pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan
pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang
berlebihan terjadi akibat displasia. Sel-sel
penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit
dikeluarkan dari saluran nafas.
6.
Manifestasi klinis
Batuk, mulai
dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang
hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Dahak, sputum
putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopurulen dan
kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak
napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung
kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.
7.
Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini
tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada
waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada
waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda –
tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar
hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak
jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang
disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.
8.
Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines
terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
2. Pemeriksaan fungsi paru
3. Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 80 – 100
mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 35 – 45
mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.
4. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab
dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
5. TLC : Meningkat
6. Volume residu : Meningkat.
7. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
8. Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder
bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
9. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
10. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P
pada lead II, III, AVF.
9.
Penatalaksanaan
a.
Tindakan
suportif
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
1. Menghindari merokok
2. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
3. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
4. Nutrisi yang baik.
5. Hidrasi yang adekuat.
b.
Terapi
khusus (pengobatan).
1.
Bronchodilator
: salbutamol, aminophilin
2.
Antimikroba
: amoxilin
3.
Kortikosteroid
: dexametason, prednison
4.
Terapi
pernafasan
5.
Terapi
aerosol : Bricasma inhaler
6.
Terapi
oksigen
7.
Latihan
relaksasi
8.
Meditasi
9.
Rehabilitasi
10.
ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
1)
Identitas : lebih sering
terjadi pada anak-anak, prevalensinya meningkat pada perokok, orang yang
bekerja atau tinggal di daerah industri.
2)
Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh sesak napas.
3)
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pada umumnya mengeluh dadanya terasa sesak dan
terasa sulit untuk bernapas. Diawali batuk produktif berulang 3 bulan tidak
diketahui sebabnya.
4)
Riwayat Penyakit Dahulu
Merupakan faktor pencetus timbulnya bronkitis (infeksi
saluran napas, adanya riwayat alergi, stress). Frekuensi timbulnya wheezing.
Lama penggunaan obat-obat sebelumnya misalnya bronchodilator atau mukolitik.
Adakah riwayat asma ataupun adanya faktor keturunan terhadap alergi.
5)
Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang
lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang atau penyakit
lain misalnya DM, dan hipertensi.
6)
Riwayat Psikososial-Spiritual
a)
Psikologis : perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah cemas /sedih ?
b)
Sosial : bagaimana hubungan klien dengan orang lain maupun orang
terdekat klien dan lingkungannya ?
c)
Spiritual : apakah klien tetap menjalankan ibadah selama
perawatan di rumah sakit ?
Data dasar pengkajian pada pasien
dengan bronchitis :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan
melakukan aktivitas sehari – hari.
Ketidakmampuan
untuk tidur.
Dispnoe
pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
Gelisah,
insomnia.
Kelemahan
umum/kehilangan massa
otot.
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan
tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
Distensi
vena leher.
Edema
dependent
Bunyi
jantung redup.
Warna
kulit/membran mukosa normal/cyanosis
Pucat, dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala : Peningkatan
faktor resiko
Perubahan
pola hidup
Tanda : Ansietas,
ketakutan, peka rangsang.
2. Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah.
Nafsu
makan buruk/anoreksia
Ketidakmampuan
untuk makan
Penurunan
berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : Turgor
kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
Penurunan
berat badan, palpitasi abdomen
5. Hygiene
Gejala : Penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan
buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap
hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Episode
batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat.
Penggunaan
otot bantu pernafasan
Bentuk
barel chest, gerakan diafragma minimal.
Bunyi
nafas ronchi
Perkusi
hyperresonan pada area paru.
Warna
pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
7. Keamanan
Gejala : Riwayat
reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
Adanya/berulangnya infeksi.
8. Seksualitas
Gejala : Penurunan
libido
9. Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kegagalan
dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit
lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara
karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
b.
Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus.
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
broncokontriksi, mukus.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
6) Intoleran aktifitas berhubungan dengan
insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.
c.
Perencanaan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sekret, hipertropi kelenjar bronkus.
Tujuan :
Mempertahankan
jalan nafas paten.
Kriteria hasil :
-
Ronkhi (-)
-
Sekret
keluar
-
RR menurun
16-24x/menit
-
Batuk efektif
(+)
Rencana Tindakan:
a) Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir dan
batuk efektif
Rasional : Memberikan
cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
b) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
c) Fisioterapi dada : clapping dan vibrating
Rasional : melepaskan
sekret dari tempat perlekatan
d) Postural drainage
Rasional : memudahkan
pengaliran sekret
e) Kolaborasi pemberian bronchodilator
Rasional : membantu proses pengenceran
sekret
f) Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
g) Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
selama / adanya proses infeksi akut.
h) Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,
khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
2. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronkus.
Tujuan :
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
Kriteria hasil :
- pH :
7,35-7,45
- pO2 : 80-100 mmHg, PCO
: 35-45 mmHg
- Dyspnea (-)
Rencana Tindakan:
a) Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional :
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
b) Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil
GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah
buruknya hipoksia.
c) Awasi GDA
Rasional : PaCO2
biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat
lebih besar/kecil.
d) Auskultasi bunyi nafas.
Rasional :
Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
e) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional :
Takikardia, disritmia dan perubahan
tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
f) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress
pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
3. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan :
perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
a) Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan
pernafasan bibir
Rasional : Membantu pasien memperpanjang waktu
ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b) Berikan O2 tambahan
Rasional
: membantu menstabilkan pola napas
c) Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan
periode istirahat
Rasional : memungkinkan pasien untuk melakukan
aktivitas tanpa distres berlebihan.
d) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot
pernafasan jika diharuskan
Rasional : menguatkan
dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual
muntah.
Tujuan :
Menunjukkan
peningkatan berat badan.
Kriteria hasil :
-
Berat badan
normal
-
Albumin :
3,5-5 g/dL, Hb : 11,5-16 g/dL
-
Porsi makan
habis
Rencana Tindakan:
a) Kaji kebiasaan diet.
Rasional : Pasien distress
pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b) Auskultasi bunyi usus
Rasional :
Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c) Berikan perawatan oral sebelum makan
Rasional :
Rasa tidak enak, bau adalah
pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
d) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional :
Berguna menentukan kebutuhan
kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
e) Konsultasi
ahli gizi
Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada
kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
d.
Evaluasi.
Pada tahap akhir
proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang
diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi
merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan
keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan
hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas
efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak
terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien
memahami kondisi penyakitnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Carolin,
Elizabeth J. 2002. Buku Saku
Patofisiologi, Jakarta, EGC.
Doenges,
Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta, EGC.
PRICE, Sylvia
Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit, Jakarta,
EGC.
Smeltzer,
Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor
Monica Ester, Edisi 8, Jakarta, EGC.
Soeparman,
Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Jakarta,
Penerbit FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar