Sabtu, 13 Juli 2013

ASKEP BRONKHITIS



1.      Pengertian
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Marilynn E. Doenges, 1999).

2.      Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
a.        Anatomi sistem pernafasan
b.       Saluran pernafasan bagian atas
1)   Rongga hidung
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel – sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru.
2)    Faring
Adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region ; nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratoriun dan digestif.
3. Laring
Adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
3)   Saluran pernafasan bagian bawah.
a)       Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
b)       Bronkus
Bronkus terdiri atas 2 bagian yaitu bronkus kanan dan kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebar, merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang menjadi bronkus lobaris kemudian bronkus segmentaliis. Bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh sel – sel yang permukaannya dilapisi oleh rambut pendek yang disebut silia, yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori yang menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
c)       Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting.
c.        Fisiologi sistem pernafasan
Pernafasan mencakup 2 proses, yaitu :
1.    Pernafasan luar yaitu proses penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran carbondioksida (CO2) secara keseluruhan.
2.    Pernafasan dalam yaitu proses pertukaran gas antara sel jaringan dengan cairan sekitarnya (penggunaan oksigen dalam sel).
Proses fisiologi pernafasan dalam menjalankan fungsinya mencakup 3 proses yaitu :
1.        Ventilasi yaitu proses keluar masuknya udara dari atmosfir ke alveoli paru.
2.        Difusi yaitu proses perpindahan/pertukaran gas dari alveoli ke dalam kapiler paru.
3.        Transpor yaitu proses perpindahan oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh.

3.      Etiologi
Adalah 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
a.    Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b.    Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
c.    Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
d.   Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e.    Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

4.      Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil – kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel-sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
 
6.      Manifestasi klinis
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopurulen dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.

7.      Pemeriksaan fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda – tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang, suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot pernafasan tambahan.





8.      Pemeriksaan diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologis
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus yang menebal.
2.      Pemeriksaan fungsi paru
3.      Analisa gas darah
Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
Pa CO2 : tinggi (normal 35 – 45 mmHg).
Saturasi hemoglobin menurun.
Eritropoesis bertambah.
4.      Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
5.      TLC : Meningkat
6.      Volume residu : Meningkat.
7.      FEV1/FVC : Rasio volume meningkat.
8.      Bronchogram : Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
9.      Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen.
10.  EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.


9.      Penatalaksanaan
a.                             Tindakan suportif
                   Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
1.    Menghindari merokok
2.    Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
3.    Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
4.    Nutrisi yang baik.
5.    Hidrasi yang adekuat.
b.                            Terapi khusus (pengobatan).
1.                            Bronchodilator : salbutamol, aminophilin
2.                            Antimikroba : amoxilin
3.                            Kortikosteroid : dexametason, prednison
4.                            Terapi pernafasan
5.                            Terapi aerosol : Bricasma inhaler
6.                            Terapi oksigen
7.                            Latihan relaksasi
8.                            Meditasi
9.                            Rehabilitasi





10.  ASUHAN KEPERAWATAN
a.    Pengkajian
1)   Identitas : lebih sering terjadi pada anak-anak, prevalensinya meningkat pada perokok, orang yang bekerja atau tinggal di daerah industri.
2)   Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh sesak napas.
3)   Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pada umumnya mengeluh dadanya terasa sesak dan terasa sulit untuk bernapas. Diawali batuk produktif berulang 3 bulan tidak diketahui sebabnya.
4)   Riwayat Penyakit Dahulu
Merupakan faktor pencetus timbulnya bronkitis (infeksi saluran napas, adanya riwayat alergi, stress). Frekuensi timbulnya wheezing. Lama penggunaan obat-obat sebelumnya misalnya bronchodilator atau mukolitik. Adakah riwayat asma ataupun adanya faktor keturunan terhadap alergi.
5)   Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang atau penyakit lain misalnya DM, dan hipertensi.



6)   Riwayat Psikososial-Spiritual
a)    Psikologis  : perasaan yang dirasakan oleh klien, apakah cemas /sedih ?
b)   Sosial     : bagaimana hubungan klien dengan orang lain maupun orang terdekat klien dan lingkungannya ?
c)    Spiritual : apakah klien tetap menjalankan ibadah selama perawatan di rumah sakit ?
Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
1.      Aktivitas/istirahat
Gejala  : Keletihan, kelelahan, malaise.
               Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
               Ketidakmampuan untuk tidur.
               Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan
               Gelisah, insomnia.
               Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
2.      Sirkulasi
Gejala :  Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat.
               Distensi vena leher.
               Edema dependent
               Bunyi jantung redup.
               Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis
                Pucat, dapat menunjukkan anemia.
3.      Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
                           Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
2.      Makanan/cairan
Gejala :   Mual/muntah.
                           Nafsu makan buruk/anoreksia
                           Ketidakmampuan untuk makan
                           Penurunan berat badan, peningkatan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
                           Penurunan berat badan, palpitasi abdomen
5.   Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6.      Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
               Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat.
               Penggunaan otot bantu pernafasan
               Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
               Bunyi nafas ronchi
               Perkusi hyperresonan pada area paru.
               Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
7.      Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan.
               Adanya/berulangnya infeksi.
8.      Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
9.      Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan
               Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat
               Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda  :  Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan
               Keterbatasan mobilitas fisik.
               Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

b.    Diagnosa keperawatan
1)   Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2)   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus.
3)   Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
5)   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
6)   Intoleran aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
7)   Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8)   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan dirumah.

c.     Perencanaan Keperawatan
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, hipertropi kelenjar bronkus.
Tujuan :
Mempertahankan jalan nafas paten.
Kriteria hasil :
-        Ronkhi (-)
-        Sekret keluar
-        RR menurun 16-24x/menit
-        Batuk efektif (+)




Rencana Tindakan:
a)    Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir dan batuk efektif
Rasional :           Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol dispoe dan menurunkan jebakan udara.
b)   Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari
     Rasional :           Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran.
c)    Fisioterapi dada : clapping dan vibrating
     Rasional : melepaskan sekret dari tempat perlekatan
d)   Postural drainage
     Rasional : memudahkan pengaliran sekret
e)    Kolaborasi pemberian bronchodilator
     Rasional : membantu proses pengenceran sekret
f)    Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas.
g)   Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan selama / adanya proses infeksi akut.
h)   Observasi karakteristik batuk
Rasional : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada lansia, penyakit akut atau kelemahan
2.     Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus.
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
Kriteria hasil :
-   pH   : 7,35-7,45
-   pO2  : 80-100 mmHg, PCO : 35-45 mmHg
-   Dyspnea (-)
Rencana Tindakan:
a)      Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam.
Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
b)     Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA
Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
c)      Awasi GDA
Rasional  :        PaCO2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
d)     Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : Bunyi nafas makin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi
e)      Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional :        Takikardia, disritmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
f)      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.
Rasional     : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.

3.     Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
a)    Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir
Rasional      :           Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b)   Berikan O2 tambahan
Rasional : membantu menstabilkan pola napas
c)    Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
Rasional      :           memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
d)   Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
Rasional      :           menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.

4.     Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan berat badan.
Kriteria hasil :
-          Berat badan normal
-          Albumin : 3,5-5 g/dL, Hb : 11,5-16 g/dL
-          Porsi makan habis

Rencana Tindakan:
a)    Kaji kebiasaan diet.
Rasional    :           Pasien distress pernafasan akut, anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
b)   Auskultasi bunyi usus
                 Rasional      :           Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
c)    Berikan perawatan oral sebelum makan
                 Rasional      :           Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan utama yang dapat membuat mual dan muntah.
d)   Timbang berat badan sesuai indikasi.
                 Rasional      :           Berguna menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

e)    Konsultasi  ahli gizi
                 Rasional      :           Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan individu memberikan nutrisi maksimal.
d.    Evaluasi.
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif, pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi penyakitnya.


DAFTAR PUSTAKA

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC.
Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta, EGC.
PRICE, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi; Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Jakarta, EGC.
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, Jakarta, EGC.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Jakarta, Penerbit FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar