BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Silikosis
A.
Definisi
Pada saat orang
menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru.
Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak
penempelan atau pengendapan partikel tersebut.
·
Partikel yang
berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas.
·
Partikel
berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian
tengah.
·
Partikel yang
berukuran lebih kecil yaitu 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung
udara paru-paru kemudian menempel pada alveoli.
·
Partikel yang
lebih kecil lagi yaitu kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas
dihembuskan.
Silikosis adalah
suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang
menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Debu
silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2
sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit
silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi
dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. (RS Persahabatan,2002)
Terdapat 3 jenis silikosis menurut RS Persahabatan,
2002 :
1.
Silikosis kronis
simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka
panjang (lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan
parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.
2.
Silikosis
akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak
selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan, pembentukan
jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
3.
Silikosis akut,
terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu
yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan,
sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada silikosis
simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif. Fibrosis ini
terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada
struktur paru yang normal.
B.
Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit
Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2,
yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika
bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton,
bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu,
debu silika juga banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi,
timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga
banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu
silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama–sama dengan partikel
lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Silika merupakan unsur utama dari pasir,
sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:
1.
buruh tambang
logam
2.
pekerja pemotong
batu dan granit
3.
pekerja
pengecoran logam
4.
pembuat tembikar
5.
keluarga pekerja
asbes akibat terpaparnya debu dari baju pekerja
C.
Manifestasi Klinis
Penyakit
silikosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali
tidak disertai dengan dahak. Pada silikosis tingkah sedang, gejala sesak nafas
yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya
mudah sekali diamati. Bila penyakit silikosis sudah berat maka sesak nafas akan
semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang
akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada
silikosis akut:
1.
Demam
2.
Batuk
3.
Penurunan berat
badan
4.
Gangguan
pernafasan yang berat.
Komplikasi :
1.
Bronkitis
2.
Emphysenic(kembang
paru-paru)
3.
Kegagalan
jantung berfungsi
D.
Patofisiologi
Partikel-partikel
silika yang berukuran 0.5-5 µm bila terhirup akan tertahan di alveolus dan sel
pembersih (makrofag) akan mencernanya. Banyak dari partikel ini dibuang bersama
sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian
mereka ke kelenjar limfatik. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih
menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada kelenjar, makrofag
itu kemudian berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan
dampak lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular
dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula
nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar
yang kemudian akan merusak jalur normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe.
Ketika ini
terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh
silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, antibodi baru di
dalam pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah
tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini
juga. Kemudian, nodul-nodul ini akan semakin menyebar dalam
paru-paru.
Gabungan dari
nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip
dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya
saluran bronchial yang merupakan sebab utama dari dyspnea. Jika
penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosis) penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih
besar untuk menderita tuberkulosis.
Biasanya gejala
timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir,
pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika
yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang
dari 10 tahun.
E.
Pemeriksaan
Biasanya akan
ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi dan aktivitas
lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan silika. Pemeriksaan
yang dilakukan:
1.
Rontgen dada
(terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut).
Foto toraks berguna dalam mendeteksi dan memantau
respon paru untuk debu mineral, logam tertentu, dan debu organik mampu
mendorong pneumonitis hipersensitivitas. Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO) International Klasifikasi Radiografi dari Pneumoconioses
mengklasifikasikan radiografi dada sesuai dengan sifat dan ukuran dan kekeruhan
melihat sejauh mana keterlibatan parenkim tersebut. Secara umum, kekeruhan
linier terlihat di asbestosis. (Harrison , 2008)
2.
Tes fungsi paru
Banyak debu mineral menghasilkan perubahan
karakteristik dalam mekanisme pernapasan dan volume paru-paru yang secara jelas
menunjukkan pola restriktif. Demikian pula, pemaparan debu organik atau bahan
kimia dapat menyebabkan asma kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume
ekspirasi paksa (FEV1) sebelum dan setelah shift kerja dapat digunakan untuk
mendeteksi respon bronchoconstrictive atau peradangan akut. (Harrison,
2008)
F.
Penatalaksanaan
Tidak ada
pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit,
sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri
dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi,
bisa diberikan antibiotik. Tindakan preventif lebih penting dan berarti
dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silikosis akan lebih buruk
kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru,
bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat
membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data
kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu
dicatat untuk pemantauan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu
diperlukan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
a)
Membatasi
pemaparan terhadap silika
b)
Berhenti merokok
c)
Menjalani tes
kulit untuk TBC secara rutin.
Penderita
silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga
dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika
hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
G.
Pencegahan
Pengawasan
terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis.
Penekanan debu dengan pengendalian teknis( pembasahan sebelumnya,pengeboran
basah) perlu dilaksanakan dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol
dengan ventilasi yang sesuai. Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang
masuk pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan
peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai debu
dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari udara yang
dikeluarkan .
Pekerja harus
memakai masker dan tutup kepala bertekanan. Selama kerusakan alat-alat
pengendalian debu teknis atau pada keadaan darurat. Kabin dengan pengatur udara
(ber-AC) hendaknya disediakan untuk para pengemudi truk dan operator alat
berat pada operasi terbuka di cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak
dimungkinkan.
Pekerja yang
terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja
peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun,
sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini.
Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan
untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
1.1
Pengkajian
Meliputi:
1.
Identitas pasien
Nama ,umur,
sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan. Silikosis lebih sering
diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau yang sering berhubungan dengan
asbes yang sebagian besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering menyerang
pria dibanding wanita.
2.
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sesak
saat bernafas, batuk, keluhan nyeri dada, peningkatan frekuensi peningkatan,
lemas, nyeri kepala.
3.
Keluhan utama
Pada
klien dengan asbestosis akan mengeluh sesak, batuk, demam
4.
Riwayat Penyakit dahulu
Perlu
ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
dengan gejala luka tenggorok, bersin demam ringan.
5.
Riwayat penyakit keluarga
Umumnya
klien dengan silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit ini
6.
Riwayat Psikososial
Perawat
perlu memperoleh persepsi yang jelas mengenai perasaan, status emosi, dan
perilaku klien. klien sering merasa cemas akibat nyeri yang kronis dan
mengisolasi diri karena penyaklit yang diderita.
7.
Pemeriksaan Fisik:
B1 (Breath)
: sesak napas, Nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di
alveoli, RR menurun, adanya penggunaan otot bantu pernafasan inspirasi,
hipoksia
B2 (Blood) :
cyanosis, hypoxia, denyut jantung meningkat, TD meningkat, tachycardi
B3 (Brain) :
dizziness, cemas, penurunan kesadaran
B4 (Bladder)
: -
B5 (Bowel) :
nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
B6 (Bone):
malaise
8.
Pemeriksaan penunjang
·
Pemeriksaan laboratorium, biasanya didapatkan leukosit
15.000-40.000/mm³, biakan sputum, darah, bila perlu cairan efusi pleura.
·
Pemeriksaan radiologis, sebaiknya gunakan foto thoraks
posterior-anterior dan lateral. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat
bercak-bercak nodular.
Hasil diagnosa asbestosis dibangun atas 3
tahap :
1.
Riwayat ekspose.
2.
Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan
ditemukannya gangguan fungsi paru-paru dengan atau tanpa bukti histologi (serat
asbes di dalam bronchoalveolar, cairan atau fibrosis pada biopsi jaringan
paru-paru).
3.
Tidak adanya penyebab lain yang menyebabkan fibrosis
interstitial.
1.2 Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS : Klien mengeluh sesak
DO : RR
menurun, pola nafas tidak teratur, pucat, ketidaknormalan frekuensi, irama
dan kedalaman nafas, hipoksia, tachycardia, tekanan O2 dan CO2 menurun.
Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular
|
Adanya
jaringan parut di alveoli
|
Gangguan
Pertukaran gas
|
DS : Demam
DO : Suhu
tubuh lebih dari 37 ° C
|
Peningkatan
laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
|
Hipertermi
|
DS : Klien
merasa lemah, tidak nyaman
DO :
denyut jantung meningkat, TD meningkat.
|
Kelemahan
fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
|
Intoleransi
Aktivitas
|
DS : Klien
merasa lemas
DO :
kurus, BB menurun, albumin << 3,2 , Hb << 11g/dl ,
rambut terlihat memerah pada anak-anak, lapisan subkutan tipis.
|
Intake
makanan kurang dari kebutuhan
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
1.3 Diagnosa
Keperawatan
1. Gangguan
pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
2. Hipertermi
b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
3. Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari
kerusakan pertukaran gas
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan
1.4 Intervensi
dan Rasional
1.
Gangguan
pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
Tujuan :
Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria
hasil : status neurologis dalam rentang yang diharapkan; dispnea saat istirahat
dan aktivitas tidak ada; gelisah, sianosis, dan keletihan tidak ada; PaO2,
PaCO2, dan pH arteri, dan saturasi O2 dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
·
Monitor bunyi paru; frekuensi napas,
kedalaman, dan usaha dan produksi sputum sesuai dengan indikator dari
penggunaan alat penunjang yang efektif.
·
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran
udara atau bunyi tambahan
·
Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki
adanya perubahan.
Mandiri
·
Jelaskan prosedur pengobatan kepada klien
·
Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
·
Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan
pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan.
·
Siapkan klien untuk ventilasi atau oksigenasi
mekanis bila perlu.
Health edukasi
·
Jelaskan penggunaan alat bantu pernafasan.
·
Ajarkan kepada pasien tekhnik bernapas dan relaksasi
|
·
Berguna dalam evaluasi
derajat distress pernafasan atau kronisnya proses penyakit.
·
Bunyi napas mungkin redup karena
penurunan aliran udara atau konsolidasi
·
Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pada hipoksia. AGD memburuk disertai bingung/somnolen
menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.
·
Menurunkan kecemasan klien
terhadap prosedur tindakan yang dilakukan.
·
Takikardi, disritmia, dan
perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung
·
Dapat memperbaiki atau mencegah
memburuknya hipoksia.
·
Terjadinya atau kegagalan nafas
yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup
·
Memberikan informasi kepada
pasien tentang tata cara menggunakan alat bantu.
·
Dengan adanya
tekhnik bernapas dan relaksasi dapat mengurangi hipoksia
|
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder
dari reaksi sistemis asbes
Tujuan :
pasien mempertahankan suhu tubuh
Kriteria
Hasil: suhu tubuh normal (36-37°C).
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi:
·
Pantau tanda
vital tiap tiga jam atau lebih sering
Mandiri
·
Berikan kebutuhan cairan ekstra
·
Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang minimal
·
Berikan kompres dingin
Kolaborasi
·
Berikan antipiretik
Health
Edukasi
·
Ajarkan pentingnya mempertahankan asupan cairan yang
adekuat
|
·
Perubahan frekuensi
jantung atau tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
·
Peningkatan suhu
tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu
diimbangi dengan intake cairan yang banyak
·
Pakaian yang
tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
·
Konduksi suhu
membantu menurunkan suhu tubuh
·
Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh
·
Agar pasien dapat mempertahankan asupan cairan
tubuhnya
|
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan
peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Tujuan :
pasien menunjukkan penghematan energi untuk aktivitas
Kriteria
Hasil: menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat,
tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
·
Monitor respon emosi, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
·
Pantau asupan nutrisi
·
Pantau/dokumentasikan pola istirahat pasien dan
lamanya waktu tidur
Mandiri
·
Hindari menjalankan aktivitas perawatan selama
periode istirahat
·
Bantu dengan aktivitas fisik teratur
·
Batasi rangsangan lingkungan
Kolaborasi
·
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan
atau rekreasi
·
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah
·
Rujuk pada ahli gizi untuk
merencanakan makanan
Health Edukasi
·
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu.
·
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
|
·
Menetapkan kemampuan, kebutuhan dan memudahkan
pilihan intervensi pasien
·
Asupan nutrisi yang cukup dapat menjaga keadekuatan
energi.
·
Dengan istirahat yang cukup dan teratur dapat
membantu untuk menyiapkan energi yang cukup bagi klien
·
Aktivitas di periode istirahat dapat menyebabkan
pasien kekurangan tenaga sehingg pasien lemas.
·
Dengan aktivitas yang teratur menyebabkan tubuh
terbiasa sehingga klien bisa lebih kuat melakukan aktivitas
·
Dengan membatasi rangsangan dapat mengurangi tingkat
distress klien yang membutuhkan tenaga
·
Merencanakan dan memantau program aktivitas
·
Mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan di
rumah sesuai dengan kebutuhan
·
Meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi
·
Mencegah kelelahan
·
Tirah
baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan
respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernafasan
|
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake makanan kurang dari kebutuhan
Tujuan :
status gizi baik
Kriteria
Hasil :
ü Antropometri
: BB tidak turun (stabil), Tinggi badan, lingkar lengan
ü Biokimia :
Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dL, Hb Normal anak 11-13 g/Dl
ü Klinis :
Tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah.
ü Diet : Klien
menghabiskan porsi makan dan nafsu makan bertambah
Intervensi
|
Rasional
|
Observasi
·
Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau
tidak disukai.
·
Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan
secara pariodik.
·
Monitor turgor kulit pasien
·
Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan
kadar glukosa darah
Mandiri
·
Buat perencanaan makan dengan pasien untuk
dimasukkan ke dalam jadwal makan.
·
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan
kesukaan pasien dari rumah.
·
Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika
nafsu makan tinggi
Kolaborasi
·
Pastikan diet memenuhi kebutuhan pernafasan sesuai
indikasi.
Health
Edukasi
·
Ajarkan metode untuk perencanaan makan
·
Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang
bergizi dan tidak mahal
|
·
Untuk
mendukung peningkatan nafsu makan pasien
·
Mengetahui
keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan
·
Sebagai
data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
·
Untuk
dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah
·
Menjaga
pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
·
Pasien
merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan
nafsu makan pasien.
·
Dengan
pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang
masuk.
·
Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan
selama perawatan.
·
Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
·
Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar