Jumat, 12 Juli 2013

ASKEP SILIKOSIS



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Silikosis
A.    Definisi
Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut.
·         Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas.
·         Partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah.
·         Partikel yang berukuran lebih kecil yaitu 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru kemudian  menempel pada alveoli.
·         Partikel yang lebih kecil lagi yaitu kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.
Silikosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. (RS Persahabatan,2002)
Terdapat 3 jenis silikosis menurut RS Persahabatan, 2002 :
1.        Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun).  Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.
2.        Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun).  Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
3.        Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek.  Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal.

B.     Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama–sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Silika merupakan unsur  utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:
1.      buruh tambang logam
2.      pekerja pemotong batu dan granit
3.      pekerja pengecoran logam
4.      pembuat tembikar
5.      keluarga pekerja asbes akibat terpaparnya debu dari baju pekerja

C.    Manifestasi Klinis
Penyakit  silikosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silikosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silikosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut:
1.      Demam
2.      Batuk
3.      Penurunan berat badan
4.      Gangguan pernafasan yang berat.
Komplikasi :
1.      Bronkitis
2.      Emphysenic(kembang paru-paru)
3.      Kegagalan jantung berfungsi

D.    Patofisiologi
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm bila terhirup akan tertahan di alveolus dan sel pembersih (makrofag) akan mencernanya. Banyak dari partikel ini dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada kelenjar, makrofag itu kemudian berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan dampak lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang kemudian akan merusak jalur normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe.
Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru.  Sekarang, antibodi baru di dalam pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk  sel-sel yang telah tercemar oleh debu, dan parut nodular terbentuk  terbentuk pada lokasi ini juga.  Kemudian,  nodul-nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru.
Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga menyebabkan menyempitnya saluran bronchial yang merupakan sebab utama dari dyspnea. Jika penderita silikosis terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis. 
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu  kurang dari 10 tahun.

E.     Pemeriksaan
Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan silika. Pemeriksaan yang dilakukan:
1.    Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut).
Foto toraks berguna dalam mendeteksi dan memantau respon paru untuk debu mineral, logam tertentu, dan debu organik mampu mendorong pneumonitis hipersensitivitas. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) International Klasifikasi Radiografi dari Pneumoconioses mengklasifikasikan radiografi dada sesuai dengan sifat dan ukuran dan kekeruhan melihat sejauh mana keterlibatan parenkim tersebut. Secara umum, kekeruhan linier terlihat di asbestosis. (Harrison , 2008)
2.    Tes fungsi paru
Banyak debu mineral menghasilkan perubahan karakteristik dalam mekanisme pernapasan dan volume paru-paru yang secara jelas menunjukkan pola restriktif. Demikian pula, pemaparan debu organik atau bahan kimia dapat menyebabkan asma kerja atau PPOK. Pengukuran perubahan volume ekspirasi paksa (FEV1) sebelum dan setelah shift kerja dapat digunakan untuk mendeteksi respon bronchoconstrictive atau peradangan akut. (Harrison, 2008)

F.     Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen.  Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silikosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantauan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
a)        Membatasi pemaparan terhadap silika
b)        Berhenti merokok
c)        Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.
Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.

G.    Pencegahan
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis. Penekanan debu dengan pengendalian teknis( pembasahan sebelumnya,pengeboran basah) perlu dilaksanakan dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol dengan ventilasi yang sesuai. Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang masuk pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai debu dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari udara yang dikeluarkan .
Pekerja harus memakai masker dan tutup kepala bertekanan. Selama kerusakan alat-alat pengendalian debu teknis atau pada keadaan darurat. Kabin dengan pengatur udara (ber-AC) hendaknya disediakan untuk para pengemudi truk  dan operator alat berat pada operasi terbuka di cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak dimungkinkan.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini.
Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.



1.1    Pengkajian
       Meliputi:
1.    Identitas pasien
Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan. Silikosis lebih sering diderita oleh kalangan pekerja bangunan atau yang sering berhubungan dengan asbes yang sebagian besar dilakukan oleh pria sehingga lebih sering menyerang pria dibanding wanita.
2.    Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sesak saat bernafas, batuk, keluhan nyeri dada, peningkatan frekuensi peningkatan, lemas, nyeri kepala.
3.    Keluhan utama
Pada  klien dengan asbestosis akan mengeluh sesak, batuk, demam
4.    Riwayat Penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala luka tenggorok, bersin demam ringan.
5.    Riwayat penyakit keluarga
Umumnya klien dengan silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini
6.    Riwayat Psikososial
Perawat perlu memperoleh persepsi yang jelas  mengenai perasaan, status emosi, dan perilaku klien. klien sering merasa cemas akibat nyeri yang kronis dan  mengisolasi diri karena penyaklit yang diderita.
7.    Pemeriksaan Fisik:
B1 (Breath) : sesak napas, Nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di alveoli,  RR menurun, adanya penggunaan otot bantu pernafasan inspirasi, hipoksia
B2 (Blood) : cyanosis, hypoxia, denyut jantung meningkat, TD meningkat, tachycardi
B3 (Brain) : dizziness, cemas, penurunan kesadaran
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun, Pasien lemah
B6 (Bone): malaise
8.    Pemeriksaan penunjang
·      Pemeriksaan laboratorium, biasanya didapatkan leukosit 15.000-40.000/mm³, biakan sputum, darah, bila perlu cairan efusi pleura.
·      Pemeriksaan radiologis, sebaiknya gunakan foto thoraks posterior-anterior dan lateral. Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular.
       Hasil diagnosa asbestosis dibangun atas 3 tahap :
1.         Riwayat ekspose.
2.    Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi paru-paru dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar, cairan atau fibrosis pada biopsi jaringan paru-paru).
3.         Tidak adanya penyebab lain yang menyebabkan fibrosis interstitial.

1.2    Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah
DS : Klien mengeluh sesak
DO : RR menurun, pola nafas tidak teratur, pucat, ketidaknormalan frekuensi, irama dan kedalaman nafas, hipoksia, tachycardia, tekanan O2 dan CO2 menurun.  Pada lapangan paru bawah bilateral terdapat bercak-bercak nodular
Adanya jaringan parut di alveoli
Gangguan Pertukaran gas
DS : Demam
DO : Suhu tubuh lebih dari 37 ° C
Peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
Hipertermi
DS : Klien merasa lemah, tidak nyaman
DO : denyut jantung meningkat, TD meningkat.
Kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Intoleransi Aktivitas
DS : Klien merasa lemas
DO : kurus, BB menurun, albumin << 3,2  , Hb << 11g/dl  , rambut terlihat memerah pada anak-anak, lapisan subkutan tipis.
Intake makanan kurang dari kebutuhan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

1.3    Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
2.      Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
3.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan

1.4    Intervensi dan Rasional
1.         Gangguan pertukaran gas b.d adanya jaringan parut di alveoli
Tujuan : Pertukaran gas tidak terganggu
Kriteria hasil : status neurologis dalam rentang yang diharapkan; dispnea saat istirahat dan aktivitas tidak ada; gelisah, sianosis, dan keletihan tidak ada; PaO2, PaCO2, dan pH arteri, dan saturasi O2 dalam batas normal
Intervensi
Rasional
Observasi
·         Monitor  bunyi paru; frekuensi napas, kedalaman, dan usaha dan produksi sputum sesuai dengan indikator dari penggunaan alat penunjang yang efektif.
·         Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara atau bunyi tambahan
·         Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.



Mandiri
·         Jelaskan prosedur pengobatan kepada klien

·         Awasi tanda vital dan irama jantung


Kolaborasi
·         Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu yang dianjurkan.
·         Siapkan klien untuk ventilasi atau oksigenasi mekanis bila perlu.



Health edukasi
·         Jelaskan penggunaan alat bantu pernafasan.

·         Ajarkan kepada pasien tekhnik bernapas dan relaksasi


·         Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya proses penyakit.



·         Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau konsolidasi
·         Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. AGD memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia.

·         Menurunkan kecemasan klien terhadap prosedur tindakan yang dilakukan.
·         Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung

·         Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.


·         Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup


·         Memberikan informasi kepada pasien tentang tata cara menggunakan alat bantu.
·         Dengan adanya tekhnik bernapas dan relaksasi dapat mengurangi hipoksia

2.      Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis asbes
Tujuan : pasien mempertahankan suhu tubuh
Kriteria Hasil: suhu tubuh normal (36-37°C).
Intervensi
Rasional
Observasi:
·         Pantau  tanda vital tiap tiga jam atau lebih sering



Mandiri
·         Berikan kebutuhan cairan ekstra




·         Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang minimal
·         Berikan kompres dingin

Kolaborasi
·         Berikan antipiretik

Health Edukasi
·         Ajarkan pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat

·         Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.

·         Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan intake cairan yang banyak
·         Pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
·         Konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh

·         Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh

·         Agar pasien dapat mempertahankan asupan cairan tubuhnya

3.      Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas
Tujuan : pasien menunjukkan penghematan energi untuk aktivitas
Kriteria Hasil: menyadari keterbatasan energi, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas.
Intervensi
Rasional
Observasi
·         Monitor  respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

·         Pantau asupan nutrisi

·         Pantau/dokumentasikan pola istirahat pasien dan lamanya waktu tidur

Mandiri
·         Hindari menjalankan aktivitas perawatan selama periode istirahat


·         Bantu dengan aktivitas fisik teratur



·         Batasi rangsangan lingkungan




Kolaborasi
·         Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan atau rekreasi
·         Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah

·         Rujuk pada ahli gizi untuk merencanakan makanan

Health Edukasi
·         Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu.
·         Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

·         Menetapkan kemampuan, kebutuhan dan memudahkan pilihan intervensi pasien
·         Asupan nutrisi yang cukup dapat menjaga keadekuatan energi.
·         Dengan istirahat yang cukup dan teratur dapat membantu untuk menyiapkan energi yang cukup bagi klien


·         Aktivitas di periode istirahat dapat menyebabkan pasien kekurangan tenaga sehingg pasien lemas.
·         Dengan aktivitas yang teratur menyebabkan tubuh terbiasa sehingga klien bisa lebih kuat melakukan aktivitas
·         Dengan membatasi rangsangan dapat mengurangi tingkat distress klien yang membutuhkan tenaga


·         Merencanakan dan memantau program aktivitas
·         Mendapatkan pelayanan tentang bantuan perawatan di rumah sesuai dengan kebutuhan
·         Meningkatkan asupan makanan yang tinggi energi


·         Mencegah kelelahan


·         Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan

4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan
Tujuan : status gizi baik
Kriteria Hasil :
ü Antropometri : BB tidak turun (stabil), Tinggi badan, lingkar lengan
ü Biokimia : Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dL, Hb Normal anak 11-13 g/Dl
ü Klinis : Tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah.
ü Diet : Klien menghabiskan porsi makan dan nafsu makan bertambah
Intervensi
Rasional
Observasi
·         Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.
·         Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik.
·         Monitor turgor kulit pasien


·         Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah

Mandiri
·         Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
·         Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

·         Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Kolaborasi
·         Pastikan diet memenuhi kebutuhan pernafasan sesuai indikasi.

Health Edukasi
·         Ajarkan metode untuk perencanaan makan
·         Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

·         Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
·         Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan
·         Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
·         Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah


·         Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
·         Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
·         Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

·         Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.

·         Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
·         Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar