Sabtu, 13 Juli 2013

ASKEP OTITIS MEDIA KRONIK



A.      Definisi Otitis Media Kronik (OMK)
Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irrefersibel dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah proses peradangan ditelinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu. Otitis media kronik adalah peradangan telinga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya 1bulan. Orang awam biasanya menyebut congek (Alfatih, 2007).

B.       Etiologi
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi) (Mediastore, 2009). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba eustacius cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan, antara lain:
1.    Stapilococcus
2.    Diplococcus pneumonie
3.    Hemopilus influens
4.    Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus
5.    Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
6.    Kuman anaerob :  alergi, diabetes mellitus, TBC paru.

Sedangkan penyebab lain, yaitu:
1.        Lingkungan
Kelompok sosial ekonomi rendah memiliki insiden OMK lebih tinggi.
2.        Genetik
Luasnya sel mastoid yang dapat dikaitkan dengan faktor genetik. Sistem-sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media.
3.        Riwayat otitis media sebelumnya
Otitis media kronik merupakan kelanjutan dari otitis media akut atau otitis media dengan efusi, tapi tidak diketahui
4.        Infeksi
Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram (-), flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5.        Infeksi saluran nafas atas
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yangs ecara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6.        Autoimun
Memiliki insiden lebih besar terhadap OMK.
7.        Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi.
8.        Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada telinga yang inaktif berbagai metoda telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tidak mungkin mengembalikan tekanan menjadi negatif.

C.      Klasifikasi
1.      Otitis Media Kronik (OMK) tipe benigna
2.      Otitis Media Kronik (OMK) dengan kolesteatoma

D.      Manifestasi Klinis
Gejala berdasar tipe Otitis Media Kronik:
1.    Otitis Media Kronik (OMK) tipe benigna
Gejala berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat hilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu di dapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit. Perforasi membran timpani terbatas pada mukosa sehingga membran mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membran mukosa dapat tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip di dapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membran timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat. Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid dan setelah satu atau dua kali pengobatan lokal bau busuk akan berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau, datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membran mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada OMKS tipe benigna.

2.    Otitis Media Kronik (OMK) dengan kolesteatoma
Kolesteatoma atau benjolan mutiara (tumor mutiara) disebabkn oleh pertumbuhan kulit  liang telinga atau lapisan epitel gendang telinga yang masuk ke telinga tengah atau mastoid. Mengenai patogenesisnya secara tepat, dalam kurun waktu bertahun- tahun, ada banyak spekulasi serta banyak macam teori.
Kolesteatoma dapat tumbuh masuk mellui pars flakisda(membrn shrapnell) maupun melalui pars tensa. Selaput gendang telinga mendesak ke dalam dan melekat pada dinding medial atik atau dengan rangkaian tulang pendengaran. Akibatnya timbul retraksi berupa kantong pada gendang telinga, karena epitel mati tertimbun secara berlapis. Sumbatan debris yang demikian tidak dapat lagi tumbuh secra alami keluar bersama bersama gendang telinga, sehimgga seolah-olah terperangkap dalam struktur telinga tengah. Akibat penimbunan epitel yang progresif itu sumbatan jaringan memberi tekanan pada tulang sekitarnya, sehingga lama-lama jaringan tulang ini pun mengalami erosi. Kadang-kadang, proses ini berjaln tanda gejala, namun sering timbul infeksi sekunder dengan keluhan mengeluarkan cairan telinga yang berbau, gangguan pendengaran, atau komplikasi yang disebaban oleh kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan pada n. Fasialis atau labirin. Pada pemeriksaan otoskopi, ditemukan debris epitel dalam liang telinga. Di belakangnya tampak kolesteatoma dengan sisik kreatin putih. Kadang-kadang, tampak granulasi atau polip di dalam lubang perforasi (kadang-kadang disebut pertanda polip).
Kolesteatoma dapat tumbuh ke dalam os petrosum, bahkan intrakranial. Rasa pusing yang di provokasi oleh tekanan pada liang telinga luar merupakan tanda bahwa ada hubungan terbuka dengan labirin.(gejala fistula positif). Pengobatan koleasteatoma hampir mengeluarkannya secara operatif. Pad pasien usia lanjut, pada umumnya pembentukan kolesterol lambat. Lekukan yang berup kantong itu dapat di bersihkan  di bawah mikroskop dengan alat penghisap secara teratur.
Adapula bentuk koleasteotoma “primer”, disebut koleasteotoma kongenital, yang terbentuk dari sel-sel benih (kiembladcellen) dalam os petrosis yang dalam sekali. Dalam hal ini tidak tampak adanya lubang perrforasi pada gendang telinga.

E.       Patofisiologi
Ada celah/ liang tengah yang pneumatisasinya terhalang. Diduga tuba eustachius tidak berhasil membuka secukupnya sehingga tekanan udara diruang kedua sisi gendang telinga tengah lebih rendah dari pada udara telinga luar. Otitis media yang berulang akan menghancurkan pars tensa dan tulang pendengaran, luasnya kerusakan tergantung dari berat dan seringnya penyakit kambuh. Prosessus longus inkus menderita paling dini karena aliran darah kedaerah ini berkurang. Infeksi sekunder oleh bakteria dari liang telinga luar menyebabkan keluarnya cairan yang menetap.

F.       Pemeriksaan Diagnostik
1.    Otoskop, dilakukan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga dengan.
2.    Pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga, berfungsi untuk mengetahui organisme penyebabkan otitis media kronik (OMK)
3.    Rongen mastoid atau CT scan kepala untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur disekeliling telinga.
4.    Tes Audiometri dilakukan untuk mengetahui adanya penurunan  pendengaran
5.    X-ray dikukan terhadap kalestatoma dan kekaburan mastoid.

G.      Penatalaksanaan
1.    OMK Benigna
a.    OMSK Benigna Tenang
Pemberian healt education dengan tidak mengorek telinga, tidak memasukkan air ke dalam telinga saat mandi, tidak berenang saat fase-fase pengobatan. Tindakan selanjutnya lakukan operasi rekonstruksi (miringioplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang dan gangguan pendengaran).

b.    OMSK Benigna Aktif
1)        Pembersihan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga).
Hal ini dilakukan agar lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
2)        Pemberian antibiotik topikal
Antibiotik topikal berupa Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin, Kliramfenikol, Koli 96%,
3)        Pemberian antibiotik sistemik
Diberikan berdasarkan kultur kuman penyakit. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus.
2.    OMK Maligna
Tindakan yang tepat untuk OMK adalah operasi. Jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan yaitu:
a.    Mastoiditis sederhana
b.    Mastoidektomi radikal
c.    Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
d.   Miringioplasti
e.    Timpanoplasti
f.     Timpanoplasti dengan pendekatan ganda

H.      Komplikasi
Menurut Shangbough (2003) komplikasi OMK terbagi atas:
a.    Komplikasi Intratemporal
·      Perforasi membran timpani
·      Mastoiditis akut
·      Parese nervus fasialis
·      Labrinitis
·      Petrositis
b.    Komplikasi Ekstratemporal
·      Abses subperiosteal
c.    Komplikasi Intrakranial
·      Abses otak
·      Tromboflebitis
·      Hidrocepalus otikus
·      Empiema subdural/ ekstradural
J.        Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Riwayat
1)         Identitas Pasien
2)         Riwayat adanya kelainan nyeri
3)         Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
4)         Riwayat alergi.
5)         OMA berkurang.

b.      Pengkajian Fisik

1)        Nyeri telinga
2)        Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
3)        Suhu Meningkat
4)        Malaise
5)        Nausea Vomiting
6)        Vertigo
7)        Ortore
8)        Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.

c.       Pengkajian Psikososial

1)        Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2)        Aktifitas terbatas
3)        Takut menghadapi tindakan pembedahan.

d.      Pemeriksaan Laboratorium.

e.       Pemeriksaan Diagnostik

1)        Tes Audiometri : AC menurun
2)        X ray : terhadap kondisi patologi
3)        Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.

f.       Pemeriksaan pendengaran

1)        Tes suara bisikan
2)        Tes garputala




2.      Diagnosa Keperawatan
a.      Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dengan gangguan lewatnya gelombang suara.
Tujuan :   Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil :
Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran sampai pada tingkat fungsional.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.

2.      Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.


3.      Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.


4.      Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).


1.      Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
2.      Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
3.      Diagnosa dini terhadap keadaan  telinga atau terhadap masalah-masalah  pendengaran rusak secara permanen.
4.      Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.



b.      Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan :  Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
T   Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
T   Respon klien tampak tersenyum.


INTERVENSI
RASIONAL
1.      Diskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.

2.      Berikan informasi mengenai klien yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien danmenjalani operasi
3.      Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien (persiapan preoperasi, intraoperasi dan post opersi)


4.      Berikan support sistem (perawat, keluarga atau teman dekat dan pendekatan spiritual)

5.      Reinforcement terhadap potensi dan sumber yang dimiliki berhubungan dengan tindakan operasinya.
1.      Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
2.      Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan,  justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat.
3.      Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dnegan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
4.      Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
5.      Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.


 DAFTAR PUSTAKA

Latief, Abdul. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Marlyn E. Dongoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000). Rencana asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Kedokteran EGC.
Reeves. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC
Wilkinson. 2007. Buku Ajar Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar