2.1 Pengertian
Sex ambiguity adalah kelainan bentuk genetalia eksterna atau
fenotip yang tidak jelas kali-laki atau perempuan (Faizi, 2011).
Sex
ambiguity adalah merupakan suatu keadaan dimana sulit menentukan jenis kelamin
karena ketidak cocokan antara dua bentuk fisik badan, alat kelamin terutama alat kelamin luar, status kromoson
dan hormonnya.
Sex ambiquity adalah jenis kelamin yang meragukan, namun
belakangan ini para ahli endokrin menggunakan istilah Disorders of Sexual
Development(Sultana,2011).
Sex
ambiquity adalah kelainan dimana memiliki alat kelamin luar
yang meragukan, dan kadang-kadang organ sexual yang tampak di luar tidak sesuai
dengan organ sexual di dalamnya (www.healindonesia,
2011)
Gambar:
pasien dengan 46,XY gangguan perkembangan seksual. Dari penampilan maskulin
disertai alat kelamin dengan sebuah lingga besar dan penampilan dari labia
skrotum (Hutcheson,2004)
2.2 Etiologi
2.2.1.1
Penyebab ambiguity
dalam alat kelamin perempuan
a.
Hiperplasia adrenal
kongenetal (CAH)
Kelenjar adrenal mensintesis tiga kelas utama
hormon, yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid dan androgen, misal:
testosteron. Sintesis hormon golongan mineralortikoid terjadi dalam zona
glomerulosa korteks adrenal, sedangkan hormone glukokortikoid dsintesis di zona
fasikulata dan retikularis korteks adrenal.
Ketiga hormon ini sangat penting bagi tubuh.
Fungsi dari masing-masing hormone tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kortisol membantu tubuh dalam mengatasi stress ataupun tekanan
seperti pada kondisi luka maupun sakit
2) Aldosteron berperan dalam memastikan agar tubuh dapat menyimpan
garam dalam jumlah yang cukup, sedangkan
3) Testosteron terlibat dalam pembentukan sifat maskulin manusia,
seperti distribusi rambut pada tubuh dan perkembangan organ seks laki-laki.
Baik laki-laki maupun perempuan, keduanya memproduksi testosteron. Namun, pada
laki-laki produksi hormon ini jumlahnya lebih banyak
Beberapa
bentuk kondisi genetik menyebabkan kelenjar adrenal untuk membuat hormon pria
(androgen) secara berlebihan. Hiperplasia adrenal congenital adalah penyebab paling
umum gangguan perkembangan. CAH merupakan penyakit yang diturunkan secara
autosomal resesif. Penyakit ini ditandai oleh defisiensi enzim yang terlibat jalur
steroidogenesis pada kelenjar adrenal.
Ada
beberapa klasifikasi CAH yang dapat menyebabkan genetalia ambigua yaitu:
1.
Hiperplasia Adrenal
Kongenital Non Klasik
Bayi
perempuan dilahirkan dengan genetalia eksterna yang normal. Manifestasi paling
dini ditemukan pada anak perempuan usia 6 bulan yang telah menunjukkan
pertumbuhan rambut pubis. Pada masa anak-anak atau remaja, symptom pada wanita
dapat berupa hirsutisme, kebotakan temporal, akne kistik yang berat,
keterlambatan menarche, gangguan menstruasi dan infertilitas.
2.
Hiperplasia Adrenal
Kongenital Klasik “non salt-losing”
Karena fungsi adrenokortikal mulai aktif pada janin
usia kehamilan 3 bulan, maka janin dengan gangguan ini mengalami peningkatan
hormon androgen justru pada masa kritis berlangsungnya diferensiasi seksual.
Oleh sebab itu bayi perempuan mungkin lahir dengan genetalia ambigua. Pada
kasus yang berat maskulinisasi dapat terjadi dengan sangat nyata, sehingga
uretra terbentuk sebanyak falus dan sercara fenotipik sulit dibedakan dengan
laki-laki normal. Namun demikian, pada umunya fenotip genetalia yang ditemukan
adalah pembesaran klitoris dengan fusi lipatan labios krotal. Pembentukan 2/3
bagian distal dari vagina dan uretra ada dibawah kontrol androgen, Oleh karena
itu mungkin terbentuk sinus urogenital. Perkembangan organ genetalia interna
adalah normal. Bayi laki-laki mempunyai genetalia eksterna yang normal, oleh
sebab itu diagnosis difisiensi 21-hidroksilase pada bayi laki-laki dan
perempuan yang keliru dianggap laki-laki sering terlambat sampai terlambat
timbulnya firilisasi yang progresif. Bayi-bayi ini menunjukkan pembesaran falus
dan pada masa anak-anak dapat timbul pubertas prekoks acne, suara besar dan
berat, percepatan pertumbuhan tinggi dan muskuloskeletal. Disusul dengan fusi
prematur epifisis. Jadi walaupun pertumbuhan tinggi sangat cepat, potensi untuk
mencapai tinggi yang sharusnya menjadi berkurang dan anak-anak ini akan
mempunyai perawakan pendek.
3.
Hiperplasia Adrenal
Kongenital Klasik “salt-losing”
Kehilangan garam
terjadi sebagai akibat terjadi dari kurangnya produksi aldosteron yang
dibutuhkan untuk membantu tubulus renalis distal mereabsorbsi natrium. Bentuk
ini terjadi pada 70-75% dari semua kasus defisiensi 21 hidroksilase klasik.
Gejala klinis lain pada bentuk ini sama
seperti pada defisiensi 21-hidroksilase klasik non salt-losing. Hilangnya garam
dapat lebih berat karena adanya efek matri uresis pada prekursor kortisol.
Kehilangan garam dan volume plasma disertai dengan hiperkalemia dapat menuju
krisis adrenal. Dehedrasi dan syok karena hilangnya garam dapat terjadi pada
minggu I-IV kehidupan. Pada saat dimana diagnosis sering kali baru ditegakkan
atau pada saat timbul pencetus seperti misalnya infeksi sistemik. Bayi
laki-laki mempunyai resiko tinggi untuk jatuh dalam krisis adrenal karena tidak
didapatkannya genetalia ambigua yang dapat dipakai sebagai rambu. Pencegahan
krisi adrenal merupakan salah satu alasan diperlukannya program skrening bayi
baru lahir dan diagnosis
b.
Prenatal terpapar zat
yang dengan aktivitas hormon laki-laki
Beberapa
obat, termasuk progesterone (diambil pada tahap awal kehamilan untuk
menghentikan perdarahan) dan steroid anabolic, dapat menyebabkan alat kelamin
perempuan menjadi maskulin.
c.
Tumor
Tumor jarang menjadi
penyebab pada ambiguity genetalia. Tumor ini di janin atau ibu dapat
menghasilkan hormone laki-laki. Berbagai tumor ovarium (tumor sel stroma
ovarium) dilaporkan telah menghasilkan virilisasi dari janin perempuan.
2.2.1.2
Penyebab ambiguity dalam alat kelamin laki-laki
a.
Kekurangan MIS
(Mullerian Inhibiting Substance)
Kekurangan MIS adalah
sindrom yang jarang dan biasanya tidak terlihat pada periode bayi baru lahir
karena alat kelamin tampak seperti laki-laki dengan testis yang tidak turun.
Sindrom ini menarik karena fenotipik tepat sesuai yang diharapkan dalam 46,XY
genetik dan gonad laki-laki namun mengalami kelainan testis berupa kegagalan
yang lengkap untuk menghasilkan MIS.
b.
Adrogen insetivitas
sindrom
Dalam kondisi ini,
jaringan genetalia berkembang tidak merespon terhadap hormon laki laki normal.
c.
Kelainan dengan testis
atau testoteron
Berbagai kelainan dapat
menggangu aktivitas testis. Hal ini dapat meliputi masalah struktur dengan
testis, masalah dengan produksi hormon testosteron laki-laki atau masalah
dengan reseptor seluler yang menggapai testosterone.
·
Kekurangan
5 alpha-reductase. Ini merupakan cacat
enzim yang mengganggu produksi hormone laki-laki normal.
d.
Prenatal terpapar zat
dengan aktivitas perempuan
Jika seorang wanita
terus minum pil KB selama kehamilan, perkembangan janin dapat terpapar hormone
estrogen wanita. Beberapa obat, termasuk fenitoin atau anti-kejang (dilantin).
2.3 Manifestasi klinik
Beberapa keadaan
dibawah ini harus dipertimbangkan sebagai kasus genetalia ambiguity secara
umum:
1.
Tampak laki-laki:
a)
Testis tidak teraba
pada bayi aterm
b)
Hipospadia dengan
skrotum bifidum
c)
Kriptorkismus dengan
hipospadi
2.
Inderteminate/meragukan:
Genetalia ambigius
3.
Tampak perempuan:
a)
Hipertropi klitoris
dalam berbagai derajad
b)
Vulva dangkal hanya
dengan satu lubang (vulva yang sempit)
c)
Hernia inguinal yang berisi
gonad
Pada kelainan CAH dapat menunjukkan
beberapa manifestasi klinis yang berbeda yaitu:
1. Salt losing/wasting HAK
-
Hiponatremia
-
Gagal tumbuh
-
Dehidrasi
-
Hiperkalemia
-
Krisis adrenal:
-
bayi tidak mau minum, muntah, diare, BB turun drastis, dehidrasi,
hiperkalemia,
hiponatremia,
asidosis, hipoglikemia, hiperpigmentasi
a. Ambigous
Genitalia
-
Pseudohermafoditisme dengan klitoromegali
-
Fusi partial komplet lipatan labioskrotal
-
Gradasi dengan skala Prader
Prader 0 : Genitalia eksternal
wanita normal
Prader 1 : Genitalia eksternal
wanita dengan klitoromegali
Prader 2 : Klitoromegali dengan
fusi parsial labia
Prader 3 : Peningkatan pembesaran
phallus dan sinus urogenital
dengan satu lubang
Prader 4 : Fusi scrotal komplit
dengan muara urogenital di dasar
Phallus
Prader
5 : Genitalia eksternal laki-laki normal
-
Biasanya ada korelasi antara gambaran genitalia dengan ada/tidaknya salt
losing atau kadar hiponatremia
b. Postnatal virilization
-
Laki-laki:
Terdiagnosa usia 3-7 tahun isoseksual prekok
Usia tulang
maju
Karakterisktik
prapubertas prekok
-
Remaja dan wanita dewasa:
Klitoromegali,
virilisasi, hirsutisme, menstruasi iregular, infertilisasi, jerawat
Cryptic
c. Pertumbuhan Linear
-
Percepatan laju pertumbuhan
-
Umur tulang maju
-
Mempercepat penutupan epifisis
-
Tinggi dewasa pendek
-
Efek androgen
Mengurangi tinggi potensi dewasa
- Efek
glukokortikoid
d. Fungsi reproduksi
-
Oligocy, amenore, menstruasi iregular, infertilisasi
-
Androgen pranatal wanita seperti laki-laki
-
Laki-laki tidak diterapi
o
defisiensi spermatogenesis
-
Simple virilization
-
Bayi laki-laki tidak
terdiagnosis, diagnosis setelah kelebihan androgen
-
Bayi wanita tanda-tanda
seks ambigus
2. Tipe Non klasik
-
Pubertas prekoks, usia tulang maju, pertumbuhan yang pesat
-
Perempuan:
ovarium polikistik, hirsutisme, menstruasi tidak
teratur, perawakan pendek, fertilitas menurun
-
Heterozigot
Kelebihan androgen walaupun ringan
2.4 Klasifikasi
Berikut ini
mencerminkan seks kromoson atau jaringan gonad yang terkait dengan gangguan ini
dan menjadi contoh klasifikasi DSD berdasarkan nomenklatur baru:
1.
Seks kromoson DSD
ü 45,X
(sindrom turner dan varian)
ü 47,XXY
(Klinefelter syndrome dan varian)
ü 45,X/46,XY
(disgenesis gonad campuran, DSD ovotesticular)
ü 46,XX/46.XY(Chemiric,
DSD ovotesticuler)
2.
46, XY DSD
ü Gangguan
perkembangan testis
ü Gangunan
sintesis androgen
ü Hipospadi
3.
46,XX DSD
ü Gangguan
perkembangan ovarium
ü Kelebihan
adronogen
ü Vagina
atresia
Klasifikasi
yang lain yaitu:
a)
HERMAPRODITISMA SEJATI
(TRUE HERMAPHRODITISM)
Sebenarnya
jarang dijumpai orang yang hermaprodit sejati. Biasanya individu hermaprodit
sejati telah dapat diidentifikasi di saat kelahiran karena struktur alat
kelamin yang tidak jelas atau meragukan. Pemeriksaan histologist maupun
sitologis biasanya memperlihatkn bahwa jaringan individu hermaprodit sejati
terdiri dari dua tipe sel yang berbeda(Maxson dkk,1985 dalam Corebima 1997).
Tubuh individu sejati tersusun dari dua tipe sel yang memiliki kariotip
berbeda, hal ini dapat dijelaskan sebagai hasil mekanisme fusi sel pada awal
perkembangan, antara zigot-zigot yang
berbeda. Individu-individu semacam itu disebut chimera.
Individu-individu
hermaprodit sejati dapat juga muncul sebagai suatu akibat dari kejadian gagal
berpisah mitosis. Kejadian awal berpisah tersebut berlangsung pada awal
perkembangan suatu embrio berkromosom kelamin XY atau XXY, yang menghasilkan
suatu mosaic dari galur-galur sel XO/XX/XY dan sebagainya.
Kebanyakan
chimera ditemukan karena zigot-zigot yang mengalami fusi berkelamin berbeda.
Kariotip chimera semacam itu adalah chi
46XX/46XY. Selain itu chimera dapat
terbentuk melaluiseatu polar body
dibuahi oleh sperma pada waktu bersamaan di saat ovum atau sel telur dibuahi
oleh sperma yang lain. Dalam hal ini jika satu sperma memiliki kromosom kelamin
X, sedangkan lainnya kromosom Y, maka zigot-zigot yang terbentuk memiliki
kelamin yang berbeda, dan fusi yang terjadi kemudian antara kedua zigot akan
menghasilkan individu yang memiliki dua tipe sel yang berbeda (dua kariotip
yang berbeda).
Macam-macam chimera antara lain:
a)
chi
46,XX/ 46,XY yang paling umum
b)
chi
45,XX / 46,XY
c)
chi
46,XX/ 47,XXY
d)
chi
45,XO/ 46,XY/ 47,XYY
b)
FEMINIZING MALE
PSEUDOHERMAPHRODITISM
Feminizing male pseudohermaphroditism adalah
pseudohermaphroditisma jantan yang bersifat kebetinaan. Ada telaah yang
menghubungkan feminisasi tersebut dengan suatu gen muatan dominan autosomal
yang dipengaruhi kelamin di samping menghubungkannya dengan suatu gen muatan
resesif yang terpaut kromosom X (Suryo,1989 atas dasar Boczkowsky,1967 dan
Bacrcley,1966 dalam Corebima 1997).
Kariotip
dari macam pseudohermaphroditisma ini adalah 46,XY, 46XY/45X (atau mozaik
lainnya). Secara keseluruhan pengidap Feminizing
male pseudohermaphroditism berfenotip perempuan, seringkali karakteristik
kelamin sekunder kurang berkembang.
c)
MASCULINIZING MALE
PSEUDOHERMAPHRODITISM
Kariotip
semacam pseudohermaproditisma ini lebih sering 46,XY atau mosaic 46,XY/45,X
(Burns, 1983 dalam Corebima, 1997). Secara umum individu pseudohermaprodit ini
tidak jelas tampak laki-laki ataupun perempuan, testis tidak sempurna, penis
meragukan, tetapi payudara tidak berkembang dan tubuh seperti rambut laki-laki
(Suryo, 1989 dalam Corebima, 1997).
Menurut
Stren (1973) menyamakan male pseudohermaphroditism
dengan testicular feminization tanpa
perbedaan antara feminizing male pseudohermaphroditism dan masculinizing male pseudohermaphroditism. Akan tetapi Burns (1983)
menyatakan bahwa male
pseudohermaphroditism dibedakan dari
testicular feminization (Corebima, 1997).
d)
GUEVODOCES
Di
Republik Dominika (di desa Salinas) ditemukan 24 individu psedohermaprodit
berkariotip 46,XY (Maxson dkk, 1985). Frekuensi macam pseudohermaprodit
tersebut yang tinggi terjadi karena perkawinan sedarah yang berlangsung di desa
Salinas yang terpencil. Pada ke 24 individu pseudohermaprodit itu, scrotum tampak sebagai labia, ada
kantung vagina buntu, dan penis serupa clitortis. Pada mulanya ke 24 individu pseudohermaprodit itu
berkembang menjadi gadis.
Individu-individu
pseudohermaprodit berkariotip 46,XY tersebut yang memperlihatkan alat kelamin
luar membingungkan dinamakan guevodoces
(Maxson dkk, 1985). Pada mas apubertas ke 24 individu pseudohermaprodit itu
memperlihatkan virilisasi struktur kelamin sekunder eksternal. Dalam hal ini
suara menjadi besar, perkembangan otot bersifat maskulin, dan clitoris membesar
menjadi suatu penis. Itulah sebabnya mereka dinamakan guevodaces, yang secara harfiah berarti “penis pada usia ke-12”.
Para guevodoces tersebut akhirnya fungsional penuh sebagai jantan (laki-laki),
berorientasi psikologis maskulin secara fertile.
Kariotip,
alat kelamin eksternal yang semula mebingungkan serta virilisasi selama masa
pubertas sangat mendukung katakter masculinizing
male pseudohermaphroditism. Kelainan pada guevodoces disebabkan adanya suatu alela autosomal resesif yang
mempengaruhi penggunaan testosterone (Maxson dkk 1985 dalam Corebima,1997).
Testosterone secara langsung bekerja atas saluran Wolff, tetapi sebelum
menyebabkan virilisasi alat-alat kelamin eksternal, secara biokimiawi harus
diubah menjadi suatu senyawa serumpun yaitu diydrotestosteron.
Seorang individu jantan (laki-laki) bergenotip homozigot resesif untuk alela
yang mengontrol enzim yang mengkatalisir testosterone menjadi dihydrotestosteron, tidak memperlihatkan
virilisasi struktur alat kelamin eksternal. Tampaknya, efek testosterone
sendiri cukup untuk menginduksi virilisasi struktur alat kelamin pada masa
pubertas.
e)
FEMALALE
PSEUDOHERMAPHRODITISM
Kariotip
dari pseudohermaproditisma ini adalah 46,XX (Burns,1983). Seharusnya individu
semacam itu berkelamin betina (perempuan) tetapi tanda-tanda kelamin mengarah
kepada ciri jantan (laki-laki). Fenotip umum individu ini pseudohermaprodit ini
adalah seperti pria; alat kelamin eksternal meragukan, sedangkan ovarium asa
tetapi tidak sempurna. Penyebabnya adalah proliferasi kelenjar adrenalin janin
perempuan atau ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran anak
pseudohermaprodit tersebut.
Berkenaan
dengan proliferasi kelenjar anak ginjal sebagai suatu alternative penyebab female pseudohermaphroditsm seperti
tersebut, dalam Stren (1973) dinyatakan bahwa yang mengalami proliferasi atau
pertumbuhan berlebih adalah korteks kelenjar anak ginjal, sebagai akibatnya
adalah hormone laki-laki berlebih. Selain itu pertumbuhan berlebih dari korteks
anak ginjal janin itu disebabkan oleh homozigotas enzim-enzim pada metabolism
steroid. Pada umur lanjut dapat muncul female
pseudohermaphroditism, penyebab utamanya kadang-kadang adalah tumor
kelenjar.
f)
SINDROM TURNER
Sindrom
turner terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin. Kariotip sindrom Tuener
adalah 45,XO, fenotip yang bersangkutan betina (perempuan) tetapi ovarium
kurang berkembang hanya terdapat sebagai ‘garis’ fibrosa sehingga terjadi
kegagalan pubertas dan amenorea primer, karakteristik kelamin sekunder
berkembang tidak sempurna, tubuh pendek tetapi dapat berespon terhadap terapi
hormone pertumbuhan (GH), leher bergelambir, serta mengalami keterbelakangan
mental.
Individu
betina (perempuan) pengidap sindrom Turner biasanya bersangkut-paut dengan
peristiwa gagal berpisah selama meiosis pada gametogenesis (Maxson dkk 1985
dalam Corebima, 1997) tetapi dapat juga bersangkut-paut dengan peristiwa gagal
berpisah selama mitosis pada masa perkembangan embrio awal. Dalam hubungan ini,
jika sindrom Turner terjadi karena gagal berpisah selama mitosis, maka
kariotipnya merupakan mosaic jaringan XX dan XO. Oleh karena itu, individu
perempuan dengan sindrom Turner tergolong hemizigot untuk kromosom kelamin X
seperti layaknya pria, serta memperlihatkan suatu peningkatan frekuensi
ekspresi sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X.
Terapi selalu bersifat individual pada remaja putri ini
yaitu berupa terapi hormone dan konseling psikologis baik untuk anak maupun
orang tua. Pertumbuhan linear sering kali dapat ditingkatkan dengn pemberian
hormone pertumbuhan yang diberikan sejak dini. Terapi estrogen diawali selama
masa pubertas normal untuk meningkatkan perkembangan karakteristik seks
sekunder.
g)
SINDROM KLINEFELTER
Sindrom
Klinefelter terjadi karena aneuploidi kromosom kelamin. Pengidap sindrom
Klinefelter pada dasarnya berkelamin jantan (pria). Kariotip yang umum
(trisomi) adalah 47,XY (Maxson dkk,1985). Akan tetapi, konstitusi kromosom
kelamin lain seperti XXYY (tetrasomi), XXXY (tetrasomi), XXXXY (pentasomi), dan
XXXXYY (heksasomi), juga dikaitkan dengan sindrom Klinefelter (Ayala dkk,1984;
Gardner dkk,1991), dan konstitusi kromosom kelamin seperti XXXYY (pentasomi)
dan XXXXY (heksasomi) dikaitkan pula dengan sindrom ini (Gardner dkk,1991).
Sindrom
Klinefelter mempunyai ciri-ciri feminisasi, terdapat disgnesis tubulus
seminiferus yang menyebabkan berkembangnya testis yang padat dan kecil
tanpa mampu mengalami spermatogenesis,
infertile, sering berintelegensi rendah, cenderung mempunyai anggota gerak yang
lebih panjang dari pada biasanya, serta mengalami ginekomastia.
Pria
pengidap sindrom Klinefelter yang mempunyai konstitusi kromosom kelamin XXXY
dan XXXXY (berkariotip 48,XXXY dan 49,XXXXY) hamper selalu mengalami
keterbelakangan mental. selain itu pria dengan kromoso kelamin XXYY dan XXXYY (
berkariotp 48,XXYY dan 49,XXXYY) cenderung lebih tinggi daripada tinggi
rata-rata pria normal, serta kurang cerdas (Maxson dkk,1985 dalam Corebian,
1997).
Upaya utama dalam terapi medis diarahkan pada peningkatan
karakteristik maskulin melalui pemberian hormone pria, terutama testosterone.
Pembedahan kosmetik akan menghilangkan rasa malu pada remaja putra yang
mengalami ginekomastia.
h)
PRIA XY
Sindrom
pria XYY terjadi karena aneuploidi kromosom kelamin. Kariotip sindrom ini
adalah 47,XYY. Secara umum pria XYY terlihat sebagai pria normal termasuk
fertile, tetapi lebih tinggi daripada rata-rata pria normal umunya (Ayala
dkk,1984;Maxson dkk,1985). IQ pria ini aga rendah yaitu antara 80-118
(Burns,1983). Kadang-kadang pada beberapa pria XYY ditemukan kelainan alat
kelamin eksternal maupun internal.
i)
PENYIMPANGAN KARENA
ANEUOPLOIDI KELAMIN YANG LAIN
Individu
perempuan berkriotip 47,XXX (trisomi), 48,XXXX (tetrasomi), serta 49,XXXXX (pentasomi)
juga disebabkan karena aneuploidi kromosom kelamin. Semua individu perempuan
(trisomi,tetrasomi,dan pentasomi) disebut sebagai “:betina super” atau metafemales. Selain itu individu
perempuan berkariotip 47,XXX memiliki alat kelamin yang kurang berkembang,
kesuburan terbatas, serta biasanya mengalami keterbelakangan mental (Ayala
dkk,1984).
Menurut
Maxson (1985) menyatakan individu perempuan bergebotip 47,XXX memiliki fenotip
yang relative normal, tetapi kariotip 48,XXXX sering bersifat fertil. Disamping
itu individu perempuan berkariotip 48,XXXX maupun 49,XXXXX hamper selalu
mengalami keterbelakangan mental.
2.5 Pemeriksaan penunjang
1.
L aboratorium
Pemerikasaan termasuk
serum elektrolit, kadar gula darah,17-OH progesterone (Normal:
82-400ng/dl),LH,FSH,DHEA, Rasio testosterone /DHT.
2.
USG
Untuk mengetahui
keadaan pada pelvis, gonad ragio ingunal, testis intra abdominal
3.
CT scan
Untuk memperjelas
keadaan anatomis millier
4.
MRI
Untuk menggambarkan
anatomis bagian tubuh organ dalam (organ kandungan dan organ testis)
5.
Karyotype
6.
Genitografi
Untuk mengidentifikasi
adanya vagina, kanals uteri, tuba falopi, vasa deferentia, melihat sinus
uregenetalis, termasuknya urether ke vagina dan adanya bentuk serviks.
7.
Laparaskopi/biopsy
gonad
Untuk menentukan
histology gonad, setelah biopsy gonad dapat mengidentifikasi jaringan ovarium,
jaringan tetis, ovotetis/lapisan gonad.
8.
Pemeriksaan
psikologis/psikiatri.
2.6 Penatalaksanaan
1.
Penentuan jenis kelamin
(sex assessment)
2.
Pola asuh seksual (sex
rearing)
3.
Pengobatan hormonal:
Yaitu obat endrogin
(glukokortikoid) hormone untuk menekan retensi garam, fungsinya untuk menekan
perkembangan maskulin dan feminim diberikan pada saat pubertas dan di minum
seumur hidup.
4.
Pembedahan/operasi
Tindakan operasi pada
laki-laki pada umur 6 bulan -11 ½ bulan, sedangkan pada perempuan pada usia
pubertas karena keadaan organ lebih jelas, estrogen meningkat sehingga vagina
dapat ditarik ke bawah lebih muda
5.
Faktor psikologis
a. Penanganan
psikososial pada masa bayi
Berikan
penjelasan mengenai diagnosis awal, orang tua juga perlu diberi informasi
tentang transmisi genetic, obat-obatan yang diperlukan dan jenis serta tahapan
operasi rekonstruksi.
b. Penanganan
psikososial pada masa anak
Pada
masa ini, anak-anak sudah mulai bertanya-tanya tentang masalah yang tidak mudah
dijawab, misalnya bagaimana status dia waktu lahir, pengobatan dan operasi apa
yang pernah dia jalani dan yang mungkin masih harus dijalani. Penderita mungkin
mulai merasa adanya perbedaan antara dia dan teman-temannya, baik secara emosi
maupun perilaku. Mungkin dia akan bereaksi negative bila dicemoohkan oleh
kawan-kawannya. Di samping itu mungkin juga timbul masa ketidakpatuhan dalam
makan obat-obatan yang diperlukan. Dalam keadaan ini orang tua perlu didampingi
oleh psikolog anak. Sebagai tambahan informasi dasar dan pengaruhnya terhadap
perkembangan personal interpersonal, perlu juga dibahas tentang perkembangan
seksual, karena mereka sudah mulai ada keinginan kepada bentuk badannya yang
mungkin berbeda dengan yang lain.
c. Penanganan
psikososial pada masa remaja
Operasi
rekonstruksi, walaupun dapat memperbaiki genetalia eksterna secara anatomi dan
fungsional tetapi tidak menjamin tercapainya fungsi psikoseksual yang adekuat.
Penderita yang secra genotip laki-laki tetapi dibesarkan sebagai perempuan,
atau penderita genotip perempuan yang terpapar kepada hormone androgen, mungkin
mempunyai beberapa reaksi yang berbeda. Oleh karena itu mereka sangat
membutuhkan pengarahan psikologi, yang mungkin dalam waktu yang cukup lama.
Karena itu, banyak ahli yang sepakat bahwa operasi ulang sebaiknya dilakukan
setelah umur 16 tahun, dimana pada saat keadaan psikoseksualnya sudah lebih
stabil. Dimana merupakan saat yang menentukan agar penanganan interseks dapat
berhasil secara maksimal, dengan keharusan untuk melanjutkan terapi hormone dan
pelaksanaan operasi ulang
d. Penanganan
psikososial pada masa dewasa
Pada
saat memasuki usia dewasa, mereka kesulitan dalam mempertahankan hubungan
jangka panjang dengan pasangannya antara lain karena: adanya kelainan fisik,
tidak yakin akan identitas atau orientasi gendernya, serta karena mereka
melakukan hubungan yang bersifat heteroseksual. Meskipun ada yang bisa hamil
tetapi banyak diantaranya yang bisa, kecuali bila tanpa intervensi khusus.
Untuk genotip perempuan yang mempunyai hubungan hetero atau homoseksual,
pilihannya yaitu: inseminasi buatan, adopsi, surogasi atau anak tiri. Sedangkan
untuk genotip laki-laki tetapi fenotip perempuan pilihannya yaitu: adopsi atau
anak tiri.
2.7 Komplikasi
1.
Krisis adrenal
2.
Depresi
3.
Gangguan orentasi seksual
4.
Keganasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar