1. Pengertian
Kanker paru adalah kanker pada lapisan epitel
saluran nafas (karsinoma bronkogenik). (Elizabeth J.C, 2009 ).
Penyakit kanker paru-paru adalah sebuah bentuk
perkembangan sel yang sangat cepat (abnormal) di dalam jaringan paru yang
disebabkan oleh perubahan bentuk jaringan sel. (dr. Maya I, 2009 ).
Kanker
paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami poliferasi dalam paru
(Underwood, 2000).
Menurut beberapa pengertian kanker paru
di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker paru adalah keganasan atau abnormalitas
dari sel-sel yang mengalami poliferasi pada jaringan paru, yaitu pada lapisan
epitel saluran nafas.
Gambar I . Gambaran Paru Sehat dan Sakit
2.2 Etiologi
Meskipun
etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru ( Sudoyo, et al.
2007 )
1.
Merokok
Seorang perokok
berat (lebih dari dua puluh batang sehari) mempunyai kecenderung sepuluh kali
lebih besar terserang kanker paru jika dibandingkan pada perokok ringan.
Hidrokarbon karsinogenik yang telah ditemukan dalam tar (dari tembakau rokok) dapat
menimbulkan tumor. Asap rokok
mengandung sekitar 60 macam karsinogen, seperti benzen,
nitrosamin, dan oksidan yang dapat menyebabkan mutasi DNA.
2.
Radiasi
Insiden kanker paru
yang tinggi pada penambang kobalt dan radium (lebih dari 50% meninggal akibat
kanker paru). Hal itu dikarenakan bahan-bahan tersebut berkaitan dengan adanya
radioaktif dalam bentuk radon.
3.
Kanker paru
akibat kerja.
Terdapat insiden yang
tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel),
arsenic, asbestos dan kromat.
4.
Polusi udara.
Orang yang tinggal di
kota mempunyai faktor risiko terserang kanker paru lebih tinggi dari pada orang
yang tinggal di desa. Selain itu, telah diketahui adanya karsinogen dari
industri dan uap diesel dalam atmosfer di daerah perkotaan.(Thomson, 1997).
5.
Genetik.
Terdapat perubahan/mutasi
beberapa gen yang berperan, yakni:
a.
Proton oncogen.
b.
Tumor suppressor gene
c.
Gene encoding enzyme
Teori onkogenesis yang
berhubungan dengan kanker paru:
Terjadinya kanker paru didasari oleh
tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah
gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan
(insersi) sebagian susunan pasangan basanya, Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran (sel paru) berubah menjadi sel kanker dengan sifat
pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic
yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada
jaringan sekitarnya (Sudoyo, et al. 2007)
Predisposisi Gen
supresor tumor
Inisitor
Delesi/insersi
Promotor
Tumor/autonomi
Progresor
Ekspansi/metastasis
6.
Diet.
Rendahnya konsumsi
betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker
paru
( Sudoyo, Aru W, 2007 )
2.3 Klasifikasi
Dari beberapa jenis kanker paru primer
kanker bronkogenik merupakan 95%
dari seluruh kanker paru, dan untuk menentukan terapi dibagian
( Sudoyo, Aru W, 2007 )
1. kanker paru sel kecil/Small
cell lung cancer(SCLC)
a.
Tahap terbatas
Kanker hanya ditemukan pada satu paru dan pada jaringan di
sekitarnya.
b.
Tahap ekstensif
Kanker ditemukan di jaringan dada di luar paru-paru
tempat asalnya atau di organ-organ tubuh yang jauh.
2.
kanker paru sel tidak kecil/non small cell lung cancer(NSCLC)
a.
Tahap tersembunyi
Sel kanker ditemukan
di sputum atau di dalam sampel air yang dikumpulkan saat bronkoskopi, tetapi
tumor tidak terlihat di paru-paru.
b.
Stadium 0
Sel-sel kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam
paru-paru. Tumor belum tumbuh menembus lapisan tersebut. Tumor Stadium 0 juga
disebut carcinoma in situ. Tumor ini
bukan kanker invasif.
c.
Stadium I
Tumor ini telah
tumbuh menembus lapisan terdalam paru dan masuk ke jaringan paru yang lebih
dalam. Sel-sel kanker tidak ditemukan pada kelenjar getah bening di sekitarnya.
Tumor ini bukan kanker invasif.
d.
Stadium II
Pada stadium ini tumor bisa dalam berbagai ukuran,
tetapi belum menyerang organ-organ tubuh di sekitarnya. Sel-sel kanker
ditemukan pada kelenjar getah bening di sekitarnya.
e.
Stadium III
Tumor paru telah menyebar ke organ tubuh di sekitarnya,
atau ke dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah bening di
sisi yang sama ataupun di sisi yang berlawanan dari tumor tersebut.
f.
Stadium IV
Pertumbuhan yang ganas bisa ditemukan di lebih dari satu
lobus paru yang sama atau di paru-paru yang lain. Sel-sel kanker dapat
ditemukan di bagian lain tubuh, misalnya di otak, kelenjar adrenal, hati atau
tulang
Klasifikasi menurut WHO (1977) untuk neoplasma pleura dan paru-paru:
Karsinoma
bronkogenik
a. Karsinoma epidermoid
(skuamosa)
-
Angka
insidensi 30% dari senua kanker paru
- Berasal dari permukaan epitel bronkus. Metaplasia epitel akibat
merokok jangka panjang, khas mendahului timbulnya tumor
- Biasanya terletak di hilus (sisi
tempat bronkus yang masuk ke paru-paru), yang kemudian meluas ke bronkus. Hal
ini menyebabkan bronkus mengalami obstruksi sehingga menyebabkan atelektasis,
pneumonia, dan penurunan kapasitas ventilasi
- Kanker ini berhubungan dengan asap
rokok dan pajanan toksin asbestos dan polusi udara
- Tumor tumbuh relatif lambat tetapi cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding
dada dan mediastinum
- Memiliki prognosis paling baik,
yaitu kemungkinan hidup 5 tahun jika didiagnosis sebelum terjadi metastasis
b. Adenokarsinoma (termasuk
karsinoma sel alveolar)
-
Angka
insidensi 30% dari semua jenis kanker paru
-
lebih
tinggi terjadi pada wanita
-
Berasal
dari kelenjar paru dan dapat mengandung mukus
- Biasanya terjadi di bagian perifer
paru, termasuk bronkiolus terminal dan alveolus
-
Biasanya
berukuran kecil dan tumbuh lambat
- Pada stadium dini, tumor bermetastase melalui pembuluh darah dan
limfe, namun secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala sampai
terjadinya metastasis yang jauh
-
Angka
bertahan hidup sampai 5 tahun
-
Angka
insidensi 10-15% dari semua jenis kanker paru
-
Sering
terjadi di bagian perifer dan meluas ke arah pusat paru
- Sangat anaplastik dan bermetastasis
cepat dengan penyebaran ekstensif ke tempat-tempat yang
jauh
- Berkaitan erat dengan kebiasaan
merokok dan dapat menyebabkan nyeri dada
-
Memiliki
prognosis bertahan hidup yang sangat buruk
d. Karsinoma sel kecil
(termasuk sel oat)
-
Angka
insidensi 25% dari semua jenis kanker paru
- Biasanya terletak
disekitar percabangan utama bronki atau di bagian tengah paru
-
Bersifat
sangat anaplastik dan metastasis cepat
- Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus dengan
penyebaran secara hematogen
-
Paling
sering dijumpai pada perokok
-
Menyebabkan
obstruksi aliran udara dan prognosis paling buruk
e. Gabungan adenokarsinoma
dan epidermoid.
f. Lain-lain.
a.
Tumor karsinoid (adenoma
bronkus)
b.
Tumor kelenjar bronchial
c.
Tumor papilaris dari epitel
permukaan
d.
Tumor campuran dan
Karsinosarkoma
e.
Sarkoma
f.
Tak terklasifikasi
g.
Mesotelioma
h.
Melanoma
2.4
Manifestasi Klinis
Manifestasi kanker paru (Danusantoso, 2000)
1.
Gejala awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi bronkus.
2.
Gejala umum
a.
Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai
titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap
infeksi sekunder.
b.
Infeksi
saluran nafas bawah berulang
c.
Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
d.
Anoreksia, lelah, berkurangnya
berat badan.
e.
Kelelahan
f.
Suara
serak
g.
Nyeri
atau disfungsi pada organ yang jauh menandakan metastasis
Manifestasi kanker paru
berdasarkan fase metastase tumor:
a. Lokal (tumor tumbuh setempat)
- Batuk baru atau batuk lebih hebat
pada batuk kronis
- Hemoptisis
- Terdengar wheezing, stridor karena
adanya obstruksi jalan nafas
- Kadang terdapat kavitas seperti
abses paru
- Atelektasis
b. invasi Lokal
- nyeri dada
- dispnea karena efusi pleura
- invasi ke perikardium sehingga meyebabkan
temponade atau aritmia
- suara serak karena adanya penekanan
pada nervus laryngeal recurrent
c.
Gejala
terjadinya Metastasis
- menyebarke otak, tulang, hati,
adrenal
- limfadenopati servikal dan
supraklavikula
d.
Sindrom
Paraneoplastik: terdapat pada 10% kanker paru.
- Sistemik: penurunan berat badan,
anoreksia, demam
- Hematologi: leukositosis, anemia,
hiperkoagulasi
- Neurologik: dementia, ataksia,
tremor, neoropati perifer
- Endokrin: sekresi berlebih hormon
paratiroid (hiperkalsemia)
(Sumber:
Sudoyo, dkk, 2006)
2.5
Patofisiologi
Kanker paru primer biasanya
diklasifikasikan berdasarkan histologinya, semuanya memiliki riwayat alami dan
respon terhadap pengobatan yang berbeda. Walaupun ada banyak kanker paru
primer, kaker bronkogenik merupakan 95% dari dari seluruh kanker paru.
Perubahan epitel termasuk metaplasia dan dysplasia akibat merokok
jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor. Biasanya timbul di
central di sekitar hilus dan menonjol ke dalam bronki besar. Tumor cenderung
menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan
mediastinum. Gejala yang ditimbulkan batuk, dan hemoptisis akibat iritasi dan
ulcerasi, pneumoni, dan pembentukan abses akibat obtruksi dan infeksi skunder.
Akibat obtruksi bronkus timbul mengi local dan dipsnue ringan, nyeri dada
timbul akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum.
( Price, Sylvia A. 2005 )
2.6
Stadium
Pembagian derajat tumor didasarkan pada kalsifikasi TNM yang
direkomendasikan oleh UICC 1987 (Internasional Union Against Cancer) atau AJCC (American
Joint Committee on Cancer)1983 tidak ada perbedaan yang prinsipil.
T :
adalah ukuran,lokasi dan kemungkinan invasi local tumor primer.
N ;
adalah tingkat keterlibatan kelenjar sekitar tumor.
M ;
adalah gambaran ada tidaknya metastasis jauh.
Tabel Sistem Stadium TNM
untuk kanker paru-paru: (American Joint Committee on Cancer, 1983)
Gambarn TNM
|
Defenisi
|
Tumor primer (T)
T0
|
Tidak terbukti
adanya tumor primer
|
Tx
|
Kanker yang
tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi
|
TIS
|
Karsinoma in situ
|
T1
|
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi paru-paru atau pleura
viseralis yang normal.
|
T2
|
Tumor dengan diameter 3 cm atau dalam setiap ukuran dimana sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan atelektasis yang meluas ke
hilus harus berjarak 2 cm distal dari karina.
|
T3
|
Tumor dalam setiap
ukuran dengan perluasan langsung pada dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, atau pericardium tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra atau dalam jarak 2 cm dari karina
tetapi tidak melibat karina.
|
T4
|
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah menyerang mediastinum atau
mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus, koepua vertebra, atau karina atau
adanya efusi pleura yang maligna.
|
Kelenjar limfe regional (N)
N0
|
Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar limfe regional.
|
N1
|
Metastasis pada
peribronkial dan/atau kelenjar-kelenjar hilus ipsilateral.
|
N2
|
Metastasis pada
mediastinal ipslateral/kelenjar limfe subkarina.
|
N3
|
Metastasis pada
mediastinal atau kelenjar-kelenjar limfe hilus kontralateral
kelenjar-kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau
kontralateral.
|
Metastasis jauh (M)
M0
|
Tidak diketahui
adanya metastasis jauh.
|
M1
|
Metastasis jauh
terdapat pada tempat tertentu (seperti otak).
|
Kelompok stadium
Karsinoma tersembunyi TxN0M0
|
Sputum mengandung
sel-sel ganas tetapi tidak dapat dibuktikan adanya tumor primer atau
metastasis.
|
Stadium0 TISN0M0
|
Karsinoma in situ
|
Stadium I T1N0M0
T2N0M0
|
Tumor termasuk
klasifikasi T1 atau T2 tanpa adanya bukti metastasis pada kelenjar limfe
regional atau tempat yang jauh.
|
Stadium II T1N1M0
T2N1M0
|
Tumor termasuk
klasifikasi T1 atau T2 dan terdapat bukti adanya metastasis pada kelenjar
limfe peribronkial atau hilus ipsilateral.
|
Stadium
IIIa
T3N0M0
T3N0M0
|
Tumor termasuk
klasifikasi T3 dengan atau tanpa bukti metastasis pada kelenjar limfe
peribronkial atau hilus ipsilateral, tidak ada metastasis jauh.
|
Stadium IIIb Setiap TN3M0
T4 setiap NM0
|
Setiap tumor
dengan metastasis pada kelenjar limfe hilus tau mediastinal kontralateral,
atau pada kelenjar limfe skalenus atau supraklavikular atau setiap tumor yang
termasuk klasifikasi T4 dengan atau tanpa metastasis kelenjar limfe regional,
tidak ada metastasis jauh.
|
Stadium IV Setiap T, setiap N,M1
|
Setiap tumor
dengan metastasis jauh.
|
Sumber: (Price, 1995).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik pada penderita kanker paru:
( Sumber: Slamet, 2001 )
1.
Radiologi.
a.
Foto thorax posterior-anterior
(PA) dan leteral serta Tomografi dada
Merupakan
pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Pemeriksaan Computed Tomography (CT
Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan CT scan pada thoraks dapat mendeteksi kelainan atau nodul
dengan diameter minimal 3 mm, serta untuk mengevaluasi
jaringan parenkim paru dan pleura
c. Positron Emission Tomography (PET)
untuk dapat membedakan tumor benigna dan melignant berdasarkan perbedaan
biokimia dalam metabolisme glukosa, protein, dan asam nukleat. Tumor yang
berdiameter kurang dari 1 cm sulit dideteksi dengan PET.
d. Pemeriksaan Bone Scanning
Dilakukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang.
e. Pemeriksaan Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe)
- Dilakukan bila klien ada keluhan
batuk
- Digunakan sebagai skrining diagnosis
dini kanker paru
f.
Pemeriksaan
Histopatologi
- Bronkoskopi
Untuk melihat tumor
di percabangan bronkus, memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui)
- Ultrasound Bronchoscopy untuk
mendeteksi tumor perifer, endobronkial, kelenjar getah bening mediastinum dan
lesi daerah hilus
- Trans-Bronchial Needle_Aspiration
(TBNA) untuk nodul getah bening dihilus atau mediastinum
g. Trans Torakal Biopsi
Dilakukan untuk lesi perifer dengan ukuran kurang dari 2 cm. dapat
menyebabkan komplikasi pneumothoraks dan hemoptisi, sensitivitasnya
mencapai 90 – 95 %.
h. Torakoskopi
Dilakukan untuk tumor yang letaknya di permukaan pleura visceralis.
Komplikasi yang terjadi sangat kecil.
i. Mediastinoskopi
Dilakukan untuk mendapatkan tumor metastasis ke mediastinum melalui kelenjar
getah bening.
j. Torakotomi
Untuk diagnostik kanker paru yang dilakukan bila prosedur non invasif
dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
k. Pemeriksaan Serologi atau Tumor
Marker
l. Sinar-X dada dilanjutkan dengan
biopsi dugaan lesi
2.9 PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat
berupa:
a.
Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
b.
Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c.
Rawat rumah (Hospice care) pada
kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik
pada pasien maupun keluarga.
d.
Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal
sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri
dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2007)
Penatalaksanaa terdiri
dari:
A.
Pembedahan
·
Indikasi ;
-
Tumor stadium I
-
Stadium II jenis karsinoma dan karsinoma sel besar tidak dapat di bedakan (undifferentiated).
-
Dilakukan secara khusus pada stadium III
Secara individual yang mencakup 3 kriteria;
a.
karakteristik biologis tumor
ü
Hasil baik: Tumor dari skuamosa
atau epidermoid.
ü
Hasil cukup baik :
adenokarsinoma dan karsinoma sel besar tak terdiferensiasi.
ü
Hasil buruk : oat cell
b.
letak tumor dan pembagian
stadium klinis
menentukan teknik reseksi terbaik yang dilakukan
c.
keadaan fungsional penderita
terdapatnya penyakit degeneratif lain atau penyakit
gangguan kardiovaskuler ,operasi
harus dipertimbangkan masak-masak.
·
Syarat untuk tindakan bedah:
Pengkuran toleransi berdasarkan
fungsi paru yang diukur dengan spirometri. Bila nilai spirometri tidak sesuai
dengan klinis, maka harus dikonfirmasi dengan analisis gas darah. Tekanan O2
arteri dan saturasi O2 darah arteri harus > 90 %.
·
Tujuan pada pembedahan kanker
paru untuk mengangkat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru-paru yang
tidak terkena kanker.
1.
Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi
diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk
melakukan biopsi.
2.
Pneumonektomi (pengangkatan
paru)
Karsinoma
bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat
3.
Lobektomi (pengangkatan lobus
paru)
Karsinoma
bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa, abses paru, infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4.
Reseksi segmental
Merupakan pengangkatan
satu atau lebih segmen paru.
5.
Reseksi baji
Tumor jinak dengan batas
tegas, tumor metasmetik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan
pengangkatan dari permukaan paru-paru berbentuk baji (potongan es).
6.
Dekortikasi
Merupakan
pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura viscelaris).
B. Radiasi
Indikasi dan syarat pasien dilakukan tindakan radiasi
adalah ;
-
Pasien dengan tumor yang
operabel tetapi karena resiko tinggi maka pembedahan tidak dapat dilakukan.
-
Pasien kanker jenis
adenokarsinoma atau sel skuamosa yang
inoperabel yang diketahui terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada
hilus ipsilateral dan mediastinal.
-
Pasien dengan karsinoma bronkus
dengan histology sel gandum atau
anaplastik pada satu paru tetapi terdapat penyebaran nodul pada kelenjar getah
bening dibawah supraklavikula.
-
Pasien kambuhan sesudah
lobektomi atau pneumonektomi tanpa bukti penyebaran diluar rongga dada.
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai
pengobatan kuratif dan biasa juga sebagai terapi paliatif pada tumor dengan
komplkasi, seperti mengurangi efek obsrtuksi atau penekanan terhadap pembuluh
darah atau brokus. Dosis umum 5000-6000 rad dalam jangka waktu 5-6 minggu, pengobatan
dilakukan dalam lima kali seminggudengan dosis 180-200 rad/ hari. Komplikasi:
1.
Esofagitis, hilang 7 – 10 hari
sesudah pengobatan
2.
Pneumonitis, pada rontgen
terlihat bayangan eksudat.
C.
Kemoterapi
·
Kemoterapi digunakan untuk
mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel
kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi
radiasi.
-
Pada karsinoma sel skuamosa sangat responsive
pada kemoterapi
-
Sedangkan pada non small cell
carcinoma kurang member hasil yang baik.
·
Syarat untuk pelaksanaan
radioterapi dan kemoterapi:
1.
Hb > 10 gr%
2.
Leukosit > 4000/dl
3.
Trombosit > 100.000/dl
4.
Skala
Karnofsky
·
Selama pemberian kemoterapi
atau radiasi perlu diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau
toksisiti akibat tindakan lainnya.
·
Macam-macam
kemoterapi berdasarkan klasifikasi tumor
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
-
Limited stage
diseasediobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi dan radiasi) dan
angka keberhasilan terapi 20 %.
-
Extensive
stage disease diobati dengan kemoterapi.
2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
-
Kemoterapi
adjuvant diberikan mulai stadium II dengan sasaran lokoregional tumor yang
dapat direseksi lengkap, dimana cara pemberiannya dilakukan setelah terapi
definitif pembedahan, radioteerapi, atau keduanya.
-
Kemoterapi
neoadjuvant diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional tumor
yang dapat direseksi lengkap, dimana pemberian terapi definitif pembedahan dan
radioterapi diberikan diantarra siklus pemberian kemoterapi.
-
Kemoradioterapi
konkomitan dilakukan mulai dari stage III, dimana pemberian kemoterapi
dilakukan bersamaan radioterapi.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang
sering dijumpai pada ca paru (Danusantoso, 2000, hal. 298):
-
Efusi pleura
-
Infark vaskuler
-
Metastase pada tulang pinggang/tulang
punggung
Prognosis
1. Prognosis buruk, angka bertahan
sampai 5 tahun untuk semua jenis kanker paru hanya 13%.
2. Sebagian jenis kanker paru memiliki
prognosis lebih buruk, seperti contoh pada karsinoma oat cell memiliki angka
bertahan hidup kurang dari 5%, yaitu 2 tahun setelah terdiagnosis.
Small Cell Lung Cancer (SCLC):
1.
Dengan adanya
perubahan terapi dalam 15-20 tahun kemungkinan hidup rata-rata yang tadinya
kurang 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.
2.
Pada kelompok
limited disease kemungkinan hidup rata-rata menjadi 1-2 tahun, sedangkan 20%
diantaranya dapat tetap hidup dalam 2 tahun.
3.
30 %
meninggal karena komplikasi lokal dari tumor
4.
70 %
meninggal karena karsinomatosis
5.
50 %
bermetastasis ke otak
Non Small Cell Lung Cancer (NSCLS):
1.
Pada karsinoma
skuamosa yang telah dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidupnya 5 tahun
setelah operasi sebanyak 30 %.
2.
Survial
setelah tindakan bedah, 70% pada occur
carsinoma;30-40% pada stadium I; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10%
pada stadium III.
3.
75% Karsinomaa
torakal, skuamukosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25% karena ekstra
torakal, 2% di antaranya meninggal karena gangguan sistem saraf sentral.
4.
40%
adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat komplikasi torakal, 55%
karena ekstra torakal.
5.
15%
adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan 8-9% meninggal
karena kelainan sistem saraf sentral.
6.
Kemungkinan
hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan sampai dengan
1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung pada :1.Performance status (skala Karnofsky), 2. Luasnya penyakit, 3.
Adanya penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.
2.11 Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Ca Paru
1. Pengkajian
a.
Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien (hubunganya dengan tempat kerja pasien missal: terpapar
asbes)
b.
Keluhan Utama
Sesak nafas
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Batuk yang kadang-kadang disertai sesak nafas dan batuk. Sesak yang
dirasa oleh pasien juga disertai nyeri pada dada sebelah kanan, adanya obstruksi ditandai dengan suara nafas stridor, suara serak.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit seperti ca paru, pneumoni, efusi pleura, trauma, dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi (merokok, radiasi, akibat kerja, polusi udara, genetic, diet/pola hidup) .
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita penyakit Ca paru seperti efusi
pleura, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f.
Riwayat Psikososial
cemas, takut,
menarik diri
2.
Pemeriksaan Fisik
B1: Breathing
Inspeksi: Batuk ringan atau
perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum, RR meningkat > 20x/menit, nafas pendek, hemoptisis.
Palpasi: peningkatan
fremitus taktil menunjukkan konsolidasi.
Perkusi: adanya
suara redup menandakan adanya massa
Auskultasi: krekels/mengi
pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/mengi:
penyimpangan trakeal (area yang mengalami lesi), stridor local karena obstruksi
bronkus.
B2:
Blood
JVD (obstruksi vena kava), disritmia,
tachikardi, bunyi jantung: gesekan
pericardial (menunjukkan efusi).
B3: Brain
Jika sesak semakin berat pasien gelisah, bisa
terjadi penurunan kesadaran, nyeri dada
B4: Blader
Pada pasien dengan penurunan kesadaran di
pasang kateter
B5: Bowel
Biasanya terjadinya penurunan nafsu
makan
B6: Bone
Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin.
3. Diagnosa Keperawatan Dan
Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan pre operasi
1.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
jumlah/viskositas secret paru ditandai dengan:
· Perubahan frekuensi/ kedalaman
pernafasan
· Suara nafas tidak normal (rhonki/
whezzing)
· Batuk tidak efektif
· Dispnea
2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(hipoventilasi)
ditandai dengan
· Dispnea
· Hipoksemia
Diagnosa keparawatan post operasi
1.Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan
dengan pengangkatan jaringan paru, gangguan suplai oksigen (hipoventilasi)
ditandai dengan:
· Dispnea
· Hipoksemia
· Sianosis
2.Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan peningkatan viskositas/ jumlah sekret, keterbatasan
gerakan dada/ nyeri, kelelahan/ kelemahan ditandai dengan:
· Perubahan frekuensi/ kedalaman
pernafasan
· Suara nafas tidak normal (rhonki/
whezzing)
· Batuk tidak efektif
· Dispnea
3.Nyeri (akut) berhubungan dengan
insisi bedah (trauma jaringan), terpasang drainase dada ditandai dengan:
· Laporan verbal ketidaknyamanan/
nyeri pada luka operasi atau selang dada
· Berhati-hati pada area yang nyeri,
gelisah
· TD meningkat, frekuensi jantung dan
pernafasan meningkat
4.Risiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan), ditandai dengan:
· Kondisi luka kering/ basah
· Tampak kemerahan di sekitar luka
insisi
· Peningkatan suhu tubuh
5.Ketakutan (ansietas) berhubungan
dengan krisis situasi, ancaman perubahan status kesehatan, ancaman kematian,
ditandai dengan:
· Menolak
· Ketakutan
· Marah
· Ekspresi menyangkal, syok, bersalah,
insomnia
· Hipersensitifitas
6.gangguan intoleransi aktivitas berhubungan
dengan anemia pasca kemoterapi ditandai dengan :
· Anemia HB < 10 gr%
· Konjungtiva anemis
· Semua kebutuhan ADL dibantu
7.Gangguan
konsep diri berhubungan dengan alopepsia ditandai dengan :
· Ekspresi wajah menunduk
· Rambut rontok
Intervensi
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah/viskositas secret paru
Tujuan:
Jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
-
Menyatakan/menunjukkan
hilangnya dispnea.
-
Mempertahankan jalan nafas paten
dengan bunyi nafas bersih
-
Mengeluarkan sekret tanpa
kesulitan.
-
Menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan nafas.
Intervensi:
a.
Catat perubahan upaya dan pola
bernafas.
Rasional: Penggunaan
otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya
bernafas dan jarkan batuk efektif
b.
Observasi penurunan ekspensi dinding
dada dan adanya.
Rasional: Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan
akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c.
Catat karakteristik batuk
(misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada
penyebab/etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental,
berdarah, adan/atau purulen.
d.
Ajarkan pasien batuk efektif
Rasional: Meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan
sekret
e.
Pertahankan posisi tubuh/kepala
tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan
nafas pasein dipengaruhi.
f.
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping
merugikan dari obat, contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional:
Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas
sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan
perubahan dosis/pilihan obat.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen (hipoventilasi)
Tujuan:
Pertukaran gas jaringan paru
optimal
Kriteria hasil:
-
Menunjukkan perbaikan ventilasi
dan oksigenisi adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distress pernafasan.
-
Berpartisipasi dalam program
pengobatan, dalam kemampuan/situasi
Intervensi:
a.
Kaji status pernafasan dengan
sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola
nafas.
Rasional: Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan
jalan nafas.
b.
Catat ada atau tidak adanya
bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional: Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada
area yang sakit. Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan
sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi
adalah bukti adanya tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan
mukus/edema serta tumor.
c.
Kaji adanmya sianosis
Rasional: Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis.
Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga
adalah paling indikatif.
d.
Kolaborasi pemberian oksigen
lembab sesuai indikasi
Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e.
Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional:
Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi
keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
3.
Nyeri (akut) berhubungan dengan Insisi bedah, trauma jaringan, dan
gangguan saraf internal.
Tujuan:
Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi
Kriteria hasil:
-
Melaporkan nyeri
hilang/terkontrol.
-
Tampak rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi:
a.
Tanyakan pasien tentang nyeri.
Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0-10.
Rasional: Membantu
dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu
pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b.
Kaji pernyataan verbal dan
non-verbal nyeri pasien.
Rasional:
Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/keefketifan intervensi.
c.
Catat kemungkinan penyebab
nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional: Insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker
dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d.
Dorong menyatakan perasaan
tentang nyeri.
Rasional: Takut/masalah dapat meningkatkan
tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
e.
Berikan tindakan kenyamanan.
Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi.
Rasional: Meningkatkan
relaksasi dan pengalihan perhatian.
f.
Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional:
mengurangi nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaf, Hood. 2006. Dasa-dasar ilmu penyakit paru, Surabaya:
Airlangg University pree
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi revisi. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Holistik. Bandung:
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi.
Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2009. Keperawatan Medikal Bedah
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan, cetakan kedua.
Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, Aru W, 2007, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Suyono, Slamet, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Underwood, J.C.E,
1999, Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, Jakarta:
EGC
Ward, Jeremy P.T, dkk,2008, Sistem Rispirasi Edisi 2,Jakarta: Erlangga
_________, 2010, Askep
Ca Paru, http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/09/askep-kanker-paru-paru.html,
diakses 26 September 2011
http://books.google.co.id/books.Tumor-mediastinum dan source, diakses 24 november 2011
http://wikipedia.org/wiki/tumor_Mediastinum. Diakses 20
November 2011
It is interesting to read, I hope the future is much better
BalasHapusOBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
The information is so exciting, very enjoyable to be listened
BalasHapusOBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
terima kasih sudah berbagi infonya
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK