Sabtu, 13 Juli 2013

ASKEP FLU BURUNG



Pengertian
Avian influenza atau flu burung adalah suatu penyakit menular pada hewan (unggas) yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (Depkes, 2007). Menurut Retnowati (2007) penyakit flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang dditularkan oleh jenis unggas.

2.2  Etiologi
Virus avian influenza termasuk genom RNA dari family Orthomyxoviridae. Tersusun atas dua komponen utama, masing-masing selubung virus terdapat glikoprotein yang penting yaitu Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Virus flu burung (H5N1) ini sangat tahan dalam air dengan suhu 220C selama 4 hari, pada suhu 00C tahan > 30 hari, sedangakn pada tinja unggas virus ini bertahan selama 32 hari. Virus  H5N1   akan mati dengan pemanasan suhu 560 C selama 3 jam dan suhu 600C selama 30 menit. Pada telur, virus ini akan matti dengan pemanasan 640C selama 5 menit. Selain itu virus ini akan mati dengan deterjen, alkohol 70%, hipoklorit dan desinfektan.

2.3  Penyebaran Flu Burung di Dunia dan Indonesia
Kasus flu burung pada manusia dimulai tahun 1997 di Hongkong kemudian menyebar ke thailand, Vietnam, Kamboja, Cina, Indonesia, Turki, Irak dan di dunia telah menelan korban manusia sebanyak 157 meninggal dari 275 kasus terkonfirmasi (WHO, 2007).

2.4 PATOFISIOLOGI
            Penyebaran virus Avian Influenza (AI) melalui udara (droplet infection) dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel pada permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi didalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkatvirus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengerut dan mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.

2.5 MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi avian influenza sangat pendek yaitu 3 hari dengan rentang 2-4 hari. Manifestasi klinis avian influenza pada manusia terutama terjadi disistem respiratorik mulai dari ringan sampai dengan berat. Manifestasi klinis avian influenza hampir sama dengan gejala ILI (Influenza Like Ilness) yaitu batuk, pilek dan demam > 380C . gejala lain berupa sefalgia, mialgia, nyeri tenggorokan dan malaise.
Adapun keluhan gastrointestional berupa diare dan keluhan lain berupa konjungtivitis. Spektrum klinis bisa sangat bervariasi mulai dari asimptomatik, flue ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak berakhir dengan ARDS. Perjalanan klinis avian influenza, pasien sudah meninggal. Moratlitas penyakit ini hingga laporan terakhir sekitar 50%.
Kelainan laboratorium rutin yang hampir selalu dijumpai adalah lekopenia, limfopenia dan trombositopenia. Cukup banyak kasus yang mengalami gangguan ginjal berupa peningkatam nilai ureum dan kretainin. Kelainan gambaran radiologis toraks berlangsung sangat progresif dan sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto thoraks bisa berupa infiltrat bilateral luas infiltrat difus, multilokal dan dapat berupa kolaps lobar.

2.6 Pemeriksaan Penunjang
1.      Kultur dan identifikasi virus H5N1
2.      Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
3.      Uji serologi:
-          Imunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza H5N1.
-          Uji netralisasi: didapatakn kenaikan titer antibodi spesifik influenza H5N1 sebanyak 4x dalam paired serum dengan uji netralisasi.
-          Uji penapisan: Rapid Test utnuk mendeteksi influenza, Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.
4.      Hematologi: Hb, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umumnya ditemukan leukopenia, limfositopeni, limfositosis relatif dan trombositopenia.
5.      Kimia darah: Albumin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase, analisa gas darah. Umumnya ditemukan penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kreatini, peningkatan kreatin kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnormal.
6.      Pemeriksaan radiologi: foto toraks PA dan lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah penumonia.


2.7 Diagnosis
Departemen kesehatan RI membuat kriteria diagnosis flu burung sebagai berikut:
1.      Pasien dalam Observasi
Seseorang yang menderita demam > 38C disertai satu atau lebih gejala dibawah ini:
a.       Batuk
b.      Sakit tenggorokan
c.       Pilek
d.      Napas pendek/ sesak napas (pneumonia) dimana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas mati/sakit mendadak yang belum diketahui penyebabnya.
2.      Kasus Suspek
Seseorang yang menderita demam > 38C disertai satu atau lebih gejala dibawah ini:
a.       Batuk
b.      Sakit tenggorokan
c.       Pilek Napas pendek/ sesak napas (pneumonia) dimana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas mati/sakit mendadak yang belum diketahui penyebabnya.
d.      Pernah tinggal di daerah yang etrdapat kematian unggas yang tidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala.
e.       Pernah kontak dengan penderita AI dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala.
f.       Pernah kontak dengan spesimen AI dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala.
g.      Ditemukan lekopenia ≤ 3000/µl atau mm.
h.      Tes ELISA untuk influenza A tanpa subtipe.
i.        Kematian akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
-          Lekopenia atau limfopenia, trombositopenia (<150.000).
-          Foto toraks menggambarkan pneumonias atipikal atau infiltrat di kedua sisi aparu yang makin meluas.
Kasus Probabel AI H5N1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
-          Ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test atau ELISA test.
-          Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik H5 dalam spesimen tunggal).
-          Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/ gagal napas/ meninggal dan terbukti tidak ada penyebabnya.
Kasus konfirmasi AI/H5N1
Kasus suspek atau probabel dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
-          Kultur virus positif influenza A/H5N1.
-          PCR positif influenza A/H5N1.
-          Pada Immunofluorescebce (IFA) test ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza A/H5N1.
-          Kenaikan titer antibodi spesifik influenza A/ H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.

Kelompok Risiko Tinggi
Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi infeksi flu burung adalah:
1.      Pekerja peternakan/pemrosesan unggas (termasuk dokter hewan/ Ir. Peternakan).
2.      Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien/ unggas terjangkit.
3.      Pengunjung peternakan/ pemrosesan unggas (1 minggu terakhir).
4.      Pernah kontak dengan unggas sakit/ mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dalam 7 hari terakhir.
5.      Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.




Kriteria Rawat
1.      Suspek flu burung dengan gejala kllinis berat yaitu: sesak napas dengan RR > 30X/menit, Nadi >100X/menit, adanya gangguan kesadaran, kondisi umum lemah.
2.      Suspek dengan leukopenia.
3.      Suspek dengan gambaran radiologi pneumonia.
4.      Kasus probable dan confirm

2.8 Penatalaksanaan
            Prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah: istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi dan imunomodulator.
Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obat:
1.      Penghambat M2:
a.       Amantadin (Symadine)
b.      Rimantidin (flu-madine) dengan dosis 2x/hari 100mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.
2.      Penghambat neuramidase:
a.       Zanamivir (relenza)
b.      Oseltamivir (tami-flu)  dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannay memberikan petunjuk sebagai berikut:
1.      Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi.
2.      Pada kasus probable flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang menacakup kuman tipik dan tipikal dan steroid jika perlu seperti pada kaksu penumonia berat dan ARDS. Respiratory Care di ICU sesuai indikasi.
3.      Sebagai profilaksis, bagi mereka yang berisiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari- 6 minggu.

PENATALAKSANAAN
1.      Karena penyebabnya virus, maka diperlukan antivirus. Amantadine hydroclorida. Pemberian obat tersebut dapat menurunkan derajat beratnya penyakit influenza tipe A pada manusia.
2.      Tersedia 2 golongan obat antivirus (neuraminidase inhibitors)
-          Obat neuraminidase inhibitor seperti Seltamivia dan Zamivia.
-          Amantadine hydrochlorida atau rimantidine (flumadine).
Amantadine atau rimantidine diberikan pada awak infeksi pada 48 jam pertama, diberikan 3-5 hari dosis 5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis.
Oseltamivir 1x 75 mg sehari selama 1 minggu.
Perawatan
-          Pasien dirawat dalam ruang isolasi. Petugas memakai alat pelindung diri, waspada terhadap penularan melalui udara selama masa penularan yaitu 7 hari pertama sejak gejala timbulnya demam (>380C).
-          Diruang rawat biasa
1.      Setelah hasil usap nasofaring negatif berulang kali dengan CPR atau biakan.
2.      Setelah hari ke 7 bebas demam kecuali demam berlanjut sampai 7 hari sesuai pertimbangan dokter yang merawat.

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1    Pengkajian
3.1.1  Identitas Pasien
(meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin dan penanggung jawab).
3.1.2 Keluhan Utama
Demam, batuk dan pilek
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Demam, nyeri tenggorokan, nyeri otot, nyeri kepala, malaise, diare, konjungtivitis.
3.1.4 Riwayat penyakit Dahulu
Pernah kontak dengan unggas yang mati/sakit secara mendadak dalam 7 hari terakhir, pernah kontak dengan penderita AI dalam 7 hari terakhir.
3.1.5 Pemeriksaan Fisik
B1:
Inspeksi : Sesak, batuk, nyeri dada, penggunaan otot bantu pernafasaan, pernafasaan diafragma dan perut meningkat, pernafasan cuping hidung, pola nafas cepat dan dangkal, retraksi otot bantu pernafasan, RR > 30x/menit.
Palpasi : fremitus vokal menurun.
Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak.
Auskultasi: Ronkhi basah, suara napas bronkial.
B2:
Sianosis, nadi > 100x/menit, CRT > 3 detik, BGA menunujukkan hipoksemia, S1 dan S2 tunggal.
B3:
Nyeri kepala, terjadi penurunan kesadaran.
B4:
Terkadang produksi urine menurun
B5:
Mual, muntah, diare, bising usus meningkat, nafsu makan menurun.
B6:
Nyeri otot, kelemahan pada otot.
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
  1. Kultur virus
  2. PCR
  3. Uji serologi: ELISA
  4. Hematologi: leukopenia, limfositopenia, limfositosis relatif, trombositopenia.
  5. Kimia darah: BGA dapat normal atau abnormal, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan albumin, peningkatan ureum dan kreatinin.
  6. Pemeriksaan Radiologi: infiltrasi di paru.
3.2    Diagnosa Keperawatan
  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan O2 dalam udara inspirasi.
  3. Hipertermi berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperatur.
  4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, muntah, hiperventilasi).
  5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh peningkatan kebutuhan metabolik sekunder, anoreksia.
6.      Intoleran aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
  1. Resiko tinggi penularan infeksi b.d proses penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar