2.1 Pengertian WSD
Pemasangan water sealed drainage thoraks adalah tindakan invasive dengan cara memasukkan selang / tube ke dalam rongga thorax melalui muskulus interkostalis (Wiwik,2000). WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. (Baughman, 2000).
Pada trauma thoraks water sealed drainage (WSD) dapat berarti :
1.
Diagnostik, untuk menentukan
perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil sehingga dapat ditentukan perlu
operasi Thoraksotomi atau tidak sebelum penderita jatuh dalam keadaan renjatan.
2.
Terapi, untuk mengeluarkan
uadara atau darah yang terkumpul di rongga pleura.
3.
Preventif, untuk mengeluarkan
udara atau darah yang masuk rongga pleura sehingga mekanisme mekanisme
pernafasantetap baik. (kapita selekta kedokteran, 2001).
2.2 Tujuan pemasangan WSD
Tujuan
pemasangan WSD adalah memelihara tekanan rongga thorak dalam batas normal,
dengan cara mengeluarkan udara, cairan, atau darah dari rongga Thoraks.
2.3 Indikasi pemasangan WSD
·
HemoThoraks
·
PneumoThoraks
·
HemopneumoThoraks
·
Fistula bronkopleural
·
Efusi pleura
2.4 Manifestasi klinis
·
Sesak
·
Bernafas berat
·
Adanyan cuping hidung
·
Adanya penggunaan otot-otot
aksesoris
·
Hipotensi
·
Penurunan kesadaran
·
Nyeri dada hebat
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1.
Persiapan alat-alat untuk pemasangan Drainage thoraks :
1)
Persiapan Drainage Thoraks
- Drain steril terdiri dari :
Dengan satu botol
Merupakan sistim drainage dada yang paling sederhana.Sistim ini
terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang,satu
untuk ventilasi udara dan yang lainnya memungkinkan selang masuk sampai dasar
botol.
2)
Persiapan Obat- obatan.
- Spuit dan jarum steril.
- Obat untuk anestesi local, (lidokain 2%).
- Betadin.
- Alkohol 70%.
3)
Persiapan alat-alat steril
untuk pemasangan Drainage thorak.
- Selang untuk rongga Thoraks yang sesuai ukurannya.
- Klem desinfeksi.
- Doek klem.
- Kasa.
- Doek lubang.
- Gunting.
- Trocar.
- Scapel / Bisturi.
- Pinset.
- Beberapa klem.
- Jarumjahit dan benang.
- Pemegang jarum.
- Sarung tangan.
4)
Persiapan alat-alat non steril
untuk pemasangan Drainage Thoraks.
- Bengkok.
- Ember / Kom.
- Plester / hipafyx.
- Gunting plester.
- Perlak dan pengalas.
2.5.2.
Tempat Pemasangan WSD
1)
Bagian apex paru (apical)
a.
anterolateral interkosta ke 1-2
b.
fungsi : untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura
2)
Bagian basal
a.
Postero lateral interkosta ke
8-9
b.
Fungsi : untuk mengeluarkan
cairan (darah, pus) dari rongga pleura
2.5.3.
Persiapan pasien
1)
Pasien diberi tahu tentang
tujuan pemasangan selang drainage Thoraks.
2)
Atur posisi pasien setengah duduk,+ 45derajat.
3)
Mengajarkan untuk mengurangi
rasa nyeri dengan nafas dalam atau distraksi selama pemasangan alat.
2.5.4.
Prosedur pemasangan
Prosedur
ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat dilaksanakan
dengan baik , dan perawat memberi dukungan moril pada pasien.
1.
Beritahu pasien tentang tujuan
pemasangan drainase Thoraks.
2.
Alat- alat didekatkan ke
pasien.
3.
Amati terus pernafasan dan
tekanan darah pasien.
4.
Siapkan botol dan selang
transparan steril.
5.
Atur dan Bantu pasien untuk
menentukan posisi yang enak.
6.
Beritahu pasien bila dokter akan
memberikan local anestesi.
7.
Anjurkan untuk bernafas
panjang, waktu dokter memasukkan tracar.
8.
Setelah dipasang langsung disambung pada botol
drainase yang telah disiapkan.
9.
Tempat penusukan ditutup kasa
steril dan diplester.
10.
Drainase difiksasi yang benar.
2.5.5.
Hal-hal yang harus diperhatikan
1.
Jaga selang agar tidak
tertekuk, cairan secret harus jatuh lurus.
2.
Botol drainage harus lebih rendah dari pasien.
3.
Letak pipa drainase :
- Bulleu kearah lateral.
- Monaldi kearah kontra lateral.
4.
Cek tekanan bulleau sesuai permintaan dokter:
- Dewasa : 18-20 cm H2O.
- Anak-anak : 8-10 cmH2O.
5.
Pompa hisapan maximal
bertekanan negative 100 cm H2O.
6.
Cara fiksasi drainase.
7.
Observasi gelembung air
berjalan atau tidak.
8.
Observasi produksi drainase.
9.
Observasi Tanda – tanda vital
10.
Observasi lokasi tusukan apakah
ada perdarahan, udara keluar atau cairan.
2.5.6.
Prosedur perawatan
1.
Memberikan Posisi
Posisi
yang ideal adalah semifowler. Sangat
berguna untuk meningkatkan evakuasi udara dan cairan. Ubah posisi kien setiap
dua jam. Perlihatkan pada klien cara menyokong dinding dada dekat sisi
pemasangan selang dada. Motivasi batuk efektif, napas dalam, dan ambulasi.
Kolaborasi dalam pemberian obat nyeri dan meningkatkan ekspansi paru.
2.
Mempertahankan kepatenan system
Mempertahankan
kepatenan dan fungsi dari system drainage selang dada adalah dengan mengangkat
selang sesering mungkin untuk mendrainase cairan kedalam wadah,belitkan selang
pada tempat tidur untuk mencegah terlipat dan terkumpulnya darah pada selang
yang tergantung dilantai, serta jangan naikkan system drainase selang dada
diatas dada atau drainase akan kembali ke dalam dada tindakan ini dapat
meminimalkan resiko komplikasi dari pemasangan selang dada seperti adanya Tension pneumothorak yang dapat
mengancam jiwa penderita.
3.
Memantau Drainase
Perhatikan
warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk menandai tingkat
sistem drainase pada akhir tugas jaga. Waspada terhadap perubahan tiba-tiba
jumlah drainase. Peningkatan tiba-tiba menunjukkan perdarahan perdarahan atau adanya
pembukaan kembali obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi
selang atau kegagalan system drainase.
4.
Memantau Segel Air (Waterseal)
Pemeriksaan secara Visual untuk
meyakinkan ruang water seal terisi
sampai garis 2 cm. observasi segel di bawah air terhadap fluktuasi pernapasan.
Tidak adanya fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru re-ekspansi atau ada
obstruksi pada system. Gelembung yang terus-menerus pada water seal tanpa penghisap dapat menunjukkan bahwa selang telah
berubah tempat atau terlepas.
5.
Perawatan luka
Tindakan perawatan luka dilakukan untuk mencegah
infeksi dengan membebaskan kuman dan mikroorganisme serta mempertahankan
integritas jaringan pada tempat pemasangan WSD
Persiapan alat :
a.
Pinset anatomi dan cirurgie
b.
Sarung tangan
c.
Kasa
d.
Kom / mangkok kecil
e.
NaCl 0,9 %
f.
Gunting perband
g.
Antiseptik / sabun antiseptik
h.
Antibiotik
i.
Bengkok
j.
Perlak
k.
Alkohol 70 % + kapas
Persiapan pasien :
a.
Pasien diberitahu tentang
tindakan yang akan dilakukan
b.
Mengatur posisi yang nyaman dan
aman.
Prosedur kerja :
a.
Mencuci tangan dengan
menggunakan sabun atau larutan antiseptik.
b.
Pasang perlak
c.
Pasang sarung tangan
d.
Kaji kondisi luka
e.
Bersihkan luka dengan NaCl 0,9%
dari pusat ke arah luar
f.
Keringkan luka dengan kasa
steril dengan lembut
g.
Bersihkan kulit utuh sekeliling
luka dengan alkohol 70% (radius 3 – 5 cm dari tepi luka)
h.
Tutup luka dengan dengan steril
dan paten
2.6.
Indikasi Pengangkatan Selang
1.
Satu hari setelah berhentinya
kebocoran uadara.
2.
Drainase kurang < 50-100 cc
cairan perhari.
3.
1-3 hari pasca operasi jantung.
4.
2-6 hari pascaoperasi Thoraks.
5.
Obliterasi rongga empiema.
6.
Drainase serosangionosa
(keluarnya cairan serous) dari sekitar sisi pemasangan selang dada.
2.7.
Komplikasi
1.
Perdarahan
2.
Empisema Kutis
3.
Infeksi
4.
PneumoThoraks
2.9.
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen dada merupakan tindadakan untuk mendiagnosis
efusi pleura atau adanya trauma Thoraks sehingga membutuhkan tindakan WSD atau
tidak, serta untuk evaluasi keberhasilan pemasangan WSD biasanya 24 jam setelah
pemasangan apakah paru-paru mengembang atau tidak. Pada kasus pneumoThoraks
akan membutuhkan foto rontgen berkali-kali.
2.10. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a.
Biodata
Sesuai dengan indikasinya pemasangan
WSD biasa dilakukan pada kasus kegawatan paru seperti pada kasus ruda paksa
yang menyebabkan trauma Thoraks sehubungan dengan pengumpulan udara (pneumoThoraks),
darah (hemoThoraks) dan atau cairan lain (efusi pleura). Status ekonomi, social
dan usia tidak berpengaruh keculi jika pemasangan WSD pada kasus efusi pleura
berat karena infeksi TB.
b.
Riwayat Kesehatan
a)
Keluhan Utama :
Sesak, Nyeri dada hebat
b)
Riwayat penyakit dahulu :
Pada kasus trauma Thoraks (-), pada efusi pleura adanya infeksi
seperti penyakit TB.
c)
Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak ada (-) baik trauma Thoraks maupun kasus efusi pleura.
c.
Pemeriksaan Fisik :
a)
B1 Breathing (Sistem Pernapasan)
:
- Sesak napas
- Batuk-batuk.
- Terdapat retraksi
klavikula/dada.
- Pengambangan paru tidak
simetris.
- Fremitus menurun dibandingkan
dengan sisi yang lain.
- Pada perkusi ditemukan Adanya
suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
- Pada auskultasi suara nafas
menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
- Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
- Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
- Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
- Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b)
B2 Blood (Sistem Kardiovaskuler
:
Takhikardia, lemah Pucat, Hb turun / normal, Hipotensi
c)
B3 Brain (Sistem Persyarafan) :
Tidak ada kelainan.
d)
B4 Blass (Sistem Perkemihan)
Tidak ada kelainan.
e)
B5 Bowel (Sistem Pencernaan) :
Tidak ada kelainan.
f)
B6 Bone (Sistem Muskuloskeletal)
- Integumen.
Kemampuan sendi terbatas, ada luka bekas tusukan benda tajam, terdapat
kelemahan, kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g)
Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme, kelemahan.
h)
Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
i)
Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
d.
Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
B. Diagnosa keperawatan :
1.
Nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan akibat prosedur tindakan invasive pemasangan WSD.
2.
Gangguan pola pernafasan
berhubungan dengan nyeri pada area
pemasangan WSD
3.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan prosedur tindakan invasive pemasangan WSD.
4.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow WSD.
5.
Resiko terhadap infeksi
berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma atau
prosedur pemasangan WSD.
6.
Ansietas berhubungan dengan
prosedur tindakan invasive pemasangan WSD.
C.
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan
dengan trauma jaringan akibat tindakan invasive pemasangan alat WSD.
Tujuan :
Tujuan :
Nyeri berkurang/hilang dengan
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
a.
Nyeri berkurang/ dapat
diadaptasi.
b.
Dapat mengindentifikasi
aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
c.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi
a.
Jelaskan dan bantu klien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
ð Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1)
Ajarkan Relaksasi :
Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masage.
ð Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2)
Ajarkan metode distraksi selama
nyeri akut.
ð Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b.
Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ;
ð Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
c.
Tingkatkan pengetahuan tentang
: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
ð Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan
dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d.
Kolaborasi dengan dokter,
pemberian analgetik.
ð Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik
klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
ð Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif
untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
2. Risiko terhadap perubahan pola
pernapasan berhubungan dengan nyeri pada area invasif WSD.
Tujuan :
ð
Pola pernafasan tetap normal
Kriteria hasil :
a.
Klien tidak mengalami sesak RR
18-21x/mnt.
b.
Klien mampu melakukan latihan
nafas dalam dan batuk efektif sesuai kebutuhan.
c.
Klien mampu mengutarakan
pentingnya latihan nafas dalam.
Intervensi :
a.
Dengan Kaji terhadap adanya
penurunan nyeri optimal dengan periode keletihan atau depresi pernapasan
normal.
ð Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif
untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
b.
Catat perubahan upaya dan pola
pernafasan.
ð Penggunaan otot interkostal / abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan upaya bernafas.
c.
Berikan posisi semi fowler,
bantu pasien untuk nafas dalam serta batuk efektif.
ð Posisi semi fowler dan latihan nafas dalam membantu memaksimalkan
ekspansi paru menurunkan upaya
pernafasan.
d.
Jelaskan pada pasien pentingnya
melakukan latihan aktivitas secara bertahap.
ð Dengan melakukan aktivitas secara bertahap diharapkan fungsi pernafasan
akan meningkat dan dispneu akan menurun.
e.
Ajarkan individu untuk
menggunakan balon atau spirometer setiap jam saat bangun.
ð Dengan latian meniup balon atau spirometer dapat membantu klien mengoptimalkan fungsi paru - parunya.
f.
Auskultasi bidang paru setiap 8
jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan nafas.
ð Bunyi nafas dapat menurun atau tidak jika terjadi komplikasi,
sumbatan selang WSD atau terlepasnya selangWSD.
3. Resiko terhadap infeksi
berhubungan dengan prosedur pemasangan WSD.
Tujuan :
Infeksi sekunder tidak terjadi.
Kriteria hasil:
a.
Mencapai penyembuhan luka tepat
waktu.
b.
Luka bebas eksudat purulen.
c.
Tidak terjadi demam.
d.
Bebas dari proses infeksi
nosokomial selama perawatan di rumah sakit.
e.
Memperlihatkan kemampuan
tentang factor-faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan
tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.
Intervensi:
a.
Identifikasi individu yang
berisiko terhadap infeksi nosokomial.
Kaji terhadap
predictor
·
Infeksi (prabedah)
·
Tindakan operasi lebih dari 2
jam
Kaji terhadap
faktor-faktor yang mengacaukan
·
Usia lebih muda dari 1 tahun,
atau lebih tua dari 65 tahun.
·
Kondisi-kondisi penyakit yang
mendasari (PPOK, DM, Penyakit kardiovaskuler)
·
Penyalahgunaan obat terlarang
·
Status nutrisi
·
Perokok
ð
mempermudah kita untuk memberikan
intervensi lebih lanjut.
b.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan sebelum melakukan tindakan prosedural.
ð Untuk mencegah infeksi nosokomial.
c.
Lakukan perawatan luka setiap
hari sekali dengan memperhatikan tekhnik antiseptic.
ð Memperkecil proses infeksi pada luka.
d.
Observasi luka area pemasangan
WSD.
ð Untuk mengetahui apakah terjadi infeksi sekunder seperti timbulnya
pus, warna kemerahan,
e.
Observasi warna / bau /
karakteristik, cairan, catat drainase sekitar selang WSD.
ð Warna cairan purulen merah kekuningan menunjukkan adanya infeksi.
f.
Pertahankan hidrasi adekuat dan
nutrisi.
ð Membantu memperbaiki tahanan umum untuk penyakit dan menurunkan
resiko infeksi.
g.
Amati terhadap manifestasi
klinik infeksi (missal : demam, urine, keruh drainase purulen)
ð Untuk menentukan adanya tanda-tanda infeksi.
h.
Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
ð Untuk membunuh bakteri pathogen bila infeksi terjadi, sebaiknya
dilakukan kultur sebelum pemberian antibiotik.
4. Kerusakan mobilitas fisik
ekstremitas atas, berhubungan dengan terpasangnya WSD.
Tujuan :
Mencegah terjadinya kekakuan bahu yang menimbulkan nyeri dan
memperbaiki kekuatan otot.
Intervensi:
Ajar klien
aktivitas sederhana dengan:
a.
Tahan tangan dari sisi dari
sisi yang sakit dengan tangan yang lainnya, dengan telapak menghadap kedalam.
Angkat tangan kedepan, keatas, dan kemudian keatas kepala sambil nafas dalam.
Hembuskan ketika menurunkan lengan.
b.
Angkat tangan kearah samping,
keatas, dan dan kebawah dalam gerakan bergelombang.
c.
Letakkan lengan samping. Angkat
lengan kearah samping, dan melewatikepala.
d.
Saat pasien sudah siap untuk
melakukan latihan bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
e.
Rentangkan tangan keatas
kebelakang, kebawah dan kesamping belakang.
f.
Letakkan tangan pada pinggang
belakang. Dorong bahu sejauh kebelakang mungkin kebelakang.
g.
Duduk tegak dikursi dengan
penyangga lengan: letakkan tangan kiri dan kanan pada masing-masing penyangga.
Tekan kebawah pada lengan. Dengan sadar tarik abdomen kedalam dan merenggang
keatas dari pinggang. Hirup nafas ketika mengangkat tubuh sampai siku ekstensi
sempurna. Tahan posisi beberapa saat hembuskan nafas dalam ketika menurunkan
tubuh dengan lambat ke posisi sebelumnya.
ð Latihan pergerakan sendi ekstremitas atas diatas dapat membantu
pasien untuk meningktkan fungsi skeletal, otot skeletal bagian atas serta
system saraf dalam melakukan pergerakan. Latian ini juga berdampak
mengoptimalkan ekspansi paru.
5. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan prosedur invasive pemasangan alat wsd
Tujuan:
Mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit selama pemasangan
alat WSD.
Kriteria hasil:
a.
Menunjukkan waktu penyembuhan
luka tepat waktu.
Intervensi:
a.
Kaji warna kulit dan pengisian
kapiler pada area pemasanagan WSD.
ð Kulit harus berwarna merah muda atau mirip dengan warna kulit
sekitarnya.
b.
Lindungi jahitan dari tegangan
atau tekanan. Berikan fiksasi yang tepat sehinnga posisi selang aman.
ð Tekanan dari selang dan plester atau tegangan pada jahitan dapat
menganggu sirkulasi sekita area penusukan.
c.
Berikan posisi semi fowler.
ð Meminimalkan kerusakan jaringan dan mengoptimalkan fungsi paru –
paru.
d.
Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik topical sesuai indikasi.
ð Mencegah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto, R.D. (2009). Respirologi. Jakarta: EGC
Doenges, M.E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Engran, B. (1994), Rencana asuhan
keperawatan medikal bedah, Volume 1,. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G. (2002), Buku ajar: keperawatan medikal-bedah
brunner&suddarth, volume 1, Edisi 8 Jakarta: EGC.
Mansyur, A., dkk. (2000), Kapita
selekta kedokteran, Jilid I, Edisi 3,Media Aesculapius, Jakarta: Balai
penerbit buku FKUI.
Lab.SMF Anestesi-Reanimasi. (2000).
Pelatian ICU tingkat dasar, Surabaya:
F.K Unair-RSUD Dr. Soetomo
Somantri Irman. (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar