BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang
pertama kali ditemukan oleh Addison tahun 1885 ini disebabkan oleh kerusakan
jaringan adrenal. Penyakit ini biasanya bersifat autoimun dan autoantibodi
adrenal dalam plasma ditemukan pada 75-80% pasien. Penyakit
Addison sangat jarang ditemukan. Dari hasil penelitian di Inggris didapatkan
hasil dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus saja. Kebanyakan kasus terjadi
antara umur 20 sampai 50 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada semua umur. Penyakit ini dapat
muncul pertama kali sebagai krisis addison dengan demam, nyeri abdomen, kolaps
hipotensi, serta pigmentasi kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi ACTH
yang sangat tinggi dalam sirkulasi.
Area yang sering
terkena dini adalah kulit bantalan kuku, jaringan parut dan mukosa bukal.
Adanya autoantibodi adrenal merupakan indikator diagnostik yang berguna. Dapat
terjadi hiperkalemia, hiponatremia, hipoglikemia dan Na+ urin
yang tinggi. Sekitar 50% pasien dengan penyakit addison autoimun memiliki
antibodi tiroid yang positif dan feomena endokrin autoimun lainnya. Di negara
barat, penyakit autoimun merupakan penyebab sebagian besar insufisiensi
adrenal, walaupun di seluruh dunia tuberkulosis, yang menyebabkan infeksi dan
selanjutnya fibrosis kelenjar adrenal, tetapi merupakan diagnosis yang sering.
1.2 Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswa
memahami tentang penyakit addison disease dan asuhan keperawatannya
Tujuan khusus
1
Mahasiswa memahami
tentang pengertian addison disease
2
Mahasiswa memahami
tentang etiologi addison disease
3
Mahasiswa memahami
tentang manifestasi klinis addison disease
4
Mahasiswa memahami
tentang patofisiologi, WOC addison disease
5
Mahasiswa memahami
tentang penatalaksanaan addison
disease
6
Mahasiswa memahami
tentang asuhan keperawatan addison disease
7
Mahasiswa memahami
tentang komplikasi addison
disease
1.3 Manfaat
Mahasiswa
dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan kelainan kelenjar adrenal
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Penyakit
ini berhubungan dengan kerusakan secara lambat dari kelenjar adrenal, dengan
defisiensi kortisol, aldosterone, dan adrenal androgen dan kelebihan dari ACTH dan
CRH yang berhubungan dengan hilangnya feedback negative (adhiarta, 1996)
2.2
Patofisiologi
Insufisiensi
adrenal kronis terjadi ketika kelenjar adrenal gagal untuk mengeluarkan hormon
dalam jumlah yang adekwat, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, walaupun ACTH
keluar dari kelenjar pituitari.
2.3 Etiologi
1.
Autoimun ( kurang lebih 70-90 kasus)
2.
Infeksi ( TBC, Histoplasmosis, HIV, Syphilis)
3.
Keganasan ( metastase dari paru paru, mamae, carcinoma colon, melanoma,
lymphoma)
2.4 Manifestasi Klinis
1. Gejala
yang berhubungan dengan kekurangan kortisol
Lemah badan, cepat lelah, anoreksia, mual, muntah, diare, hipoglikemi,
hipertensi ortostatik ringan, hiponatremi, eosinophilia.
2.Gejala
yang berhubungan dengan kekurangan aldosteron
Hipertensi ortostatik, hiperkalemia, hiponatremia
3.Gejala
yang berhubungan dengan kekurangan androgen
Kehilangan bulu bulu axilla dan pubis
4. Gejala
yang berhubungan dengan kelebihan ACTH
Hiperpigmentasi kulit dan permukaan mukosa
2.5 Pemeriksaan
Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
-
Penurunan konsentrasi glukosa
dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
-
Peningkatan konsentrasi kalium
serum (hiperkalemia)
-
Peningkatan jumlah sel darah
putih (leukositosis)
-
Penurunan kadar kortisol serum
-
Kadar kortisol plasma rendah
b.Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi
diadrenal
c. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive bd insufisiensi pada tuberculosis, infeksi,
jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan
rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder
akibat adanya abnormalitas elektrolik
e. Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan
setelah ACTH sintetis diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang
disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60
menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan
cortisol dalam darah dan urin.
f. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes
pendek ACTH abnormal, Tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan
penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan
secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit
setelah suntikan. Tidak adanya respon
ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon
ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.
2.6 Penanganan
1. Pemberian hidrokortison oral: untuk terapi pengganti (replacement
therapy) 20-30 mg/hari dalam dosis terbagi untuk orang dewasa, anak-anak 10-30
mg/hari dalam dosis terbagi, Injeksi im atau iv lambat atau infus: 100-500 mg,
3-4 kali sehari. Anak sampai usia 1 tahun, 25 mg.Anak 1-5 tahun, 50 mg. Anak
6-12 tahun, 100 mg, Hidrokortison topikal (salep atau krim) digunakan sebagai
anti radang dan antipruritis.
Efek Samping Hidrokortison :
a.
Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium
b.
Gangguan jantung kongestif :
Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia, Hipertensi.
c.
Lemah otot : miopati steroid,
hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon, terutama tendon Achilles,
fraktur vertebral
d.
Gangguan Pencernaan : Iritasi
dan rasa tidak enak di lambung, kembung, borok lambung (peptic ulcer)
kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok esophagus (Ulcerative
esophagitis), pankreatitis.
e.
Gangguan penyembuhan luka :
Kulit menjadi tipis dan rapuh.
f.
Gangguan Metabolisme :
Keseimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein
g.
Gangguan Neurologis : Tekanan
intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya
setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala, pusing, depresi, rasa cemas
berlebihan.
h.
Gangguan Endokrin : Menstruasi
tak teratur, Cushingoid, menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal,
terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau sakit.
i.
Hambatan pertumbuhan pada
anak-anak menurunnya toleransi karbohidrat, manifestasi diabetes mellitus
laten.
2. Gantikan aldosteron dengan fludrikortison 50-200mcg/hari, dosis
titrasi sesuai dengan tekanan darah dan kadar Kalium.
3. Yang paling penting adalah memakai tanda ditangan yang
menerangkan penyakit penderita dan instruksi untuk meningkatkan duakali lipat
atau tiga kali lipat dosis hidrokortison selama stres fisiologik.
2.7 Komplikasi
1. Diabetus mellitus
2. Syok
3. Ca Paru
4. Sepsis
5. Hiperkalemia
6. Dehidrasi
7. Kolaps Sirkulasi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
1. Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada
laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatigue, nausea dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji riwayat tuberkulosis, hipoglikemia maupun ca paru,
payudara dan limpoma
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison
gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea,
muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien
lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada
perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga
ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
6. Riwayat Psikososial
Riwayat faktor stress yang baru
dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang,
depresi, emosi tidak stabil
7. Pemeriksaan Fisik (
Review Of System)
a.
B1:Dada
simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan
(dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Resonan,terdapat suara ronkhi,
krekels pada keadaan infeksi
b.
B2
: Ictus Cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula
line sinistra, redup, suara jantung
melemah,
Peningkatan denyut jantung /
denyut nadi pada aktivitas yang minimal.
c.
B3
: Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan, kesemutan terjadi disorientasi waktu,
tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
d.
B4
: Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
e.
B5
: Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering, bisung usus ↑,
Nyeri tekan karena ada kram abdomen,
f.
B6
: Penurunan tonus otot, Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan
setiap hari), tidak mampu beraktivitas / bekerja. penurunan kekuatan dan
rentang gerak sendi.
3.1.2 Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan
Keseimbangan Elektrolit
berhubungan
dengan kekurangan
natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT (
karena kekurangan aldosteron)
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake tidak
adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
3. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan
produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
4. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
5. Defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelamahan otot
6. Gangguan eliminasi uri berhubungan dengan gangguan reabsorbsi pada tubulus
3.1.3 Perencanaan
1. Gangguan
Keseimbangan Elektrolit
berhubungan
dengan kekurangan
natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT (
karena kekurangan aldosteron)
Kriteria hasil :
- Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg
BB/jam)
- TTV (Dalam Batas Normal)
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler naik kurang dari
3 detik
- Membran mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100)
– H
- Hasil lab
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada
perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
R/ Hipotensi
pastoral merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan aldosteron.
2) Ukur dan timbang BB klien
R/ Peningkatan
BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang
berhubungan dengan pengobatan steroids
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi
cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering,
catat warna kulit dan temperaturnya
R/
mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
4) Periksa adanya status mental dan sensori
R/ dihidrasi
berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan
otak
5) Ouskultasi bising usus ( peristaltik khusus) catat
dan laporan adanya mual muntah dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit.
Kolaborasi
6) Berikan cairan, antara lain :
a) Cairan Na Cl 0,9 %
R/ kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan
pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi
kekurangan natrium yang sudah terjadi
b) Larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
7) Berikan obat sesuai dosis
a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg
intravena setiap 6 jam untuk 24 jam, Mineral kartikoid, flu dokortisan,
deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral
R/ Dosis hidrokortisol yang tinggi mengakibatkan retensi garam berlebihan yang
mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT
sesuai indikasi
R/ Menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik
urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
11) Pantau hasil laborat
a) Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi
terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya
dehidrasi pada tubuh
b) Ureum / kreatin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan
gagal jantung
c) Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui
urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
d) Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan
natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia)
defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
-
Tidak
ada mual mutah
-
BB
ideal (TB-100)-10%(TB-100)
-
Hb
: W : 12 – 14 gr/dl L : 13 – 16 gr/dl
-
Ht
: W : 37 – 47 % L : 42 – 52 %
-
Albumin
: 3,5 – 4,7 g/dl Globulin : 2,4 – 3,7 g/dl
-
Bising
Usus : 5 – 34 x/menit , TTV dalam batas
normal
Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri
perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat me nyebabkan fejala
intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan
tingkat kesadaran, nagi yang cepat, nyeri kepala, sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia
perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan
glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ Kehilangan pengaturan metbolisme oleh kaotisol mengakibatkan penurunan berat badan dan
terjadinya mal nutrisi
4) Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh
bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki
pemasukan makanan
6) Berikan
Glukosa intravensi dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi
pemberian glukokertikoid akan merangsang glukogenesis
7) Pantau
hasil lab seperti Hb, Ht
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi /
pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan
glukokortikoid.
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan O2
kejaringan otot kedalam metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan
glukosa
Kriteria hasil :
- menunjukan
peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan
-
TTV
(Dalam
Batas Normal)
Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi
aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga
kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan
munculnya ketidakseimbangan natrium kalium
2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari
stress, aktivitas jika curah jantung berkurang
3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode
antara istirahat dan melakukan aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga stabilitas jantung
3.
Gangguan gambaran diri berhubungan
dengan perubahan
dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Kriteria hasil :
- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
yang terjadi pada tubuhnya
- dapat beradaptasi dengan orang lain
-mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.
Intervensi
1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keadaannya misal : perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang
dapat diubah oleh pasien
2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress
misal , teknik relaksasi, Visualisasi, Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan
kemampuan koping.
3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna
berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri,
memperbaiki harga diri
4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan
pengobatan misal menurunkan pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat
pasien dan meningkatkan harga diri pasien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar