Minggu, 03 Februari 2013

ASKEP ADDISON DISEASE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh Addison tahun 1885 ini disebabkan oleh kerusakan jaringan adrenal. Penyakit ini biasanya bersifat autoimun dan autoantibodi adrenal dalam plasma ditemukan pada 75-80% pasien. Penyakit Addison sangat jarang ditemukan. Dari hasil penelitian di Inggris didapatkan hasil dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus saja. Kebanyakan kasus terjadi antara umur 20 sampai 50 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada semua umur. Penyakit ini dapat muncul pertama kali sebagai krisis addison dengan demam, nyeri abdomen, kolaps hipotensi, serta pigmentasi kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi ACTH yang sangat tinggi dalam sirkulasi.
Area yang sering terkena dini adalah kulit bantalan kuku, jaringan parut dan mukosa bukal. Adanya autoantibodi adrenal merupakan indikator diagnostik yang berguna. Dapat terjadi hiperkalemia, hiponatremia, hipoglikemia dan Na+ urin yang tinggi. Sekitar 50% pasien dengan penyakit addison autoimun memiliki antibodi tiroid yang positif dan feomena endokrin autoimun lainnya. Di negara barat, penyakit autoimun merupakan penyebab sebagian besar insufisiensi adrenal, walaupun di seluruh dunia tuberkulosis, yang menyebabkan infeksi dan selanjutnya fibrosis kelenjar adrenal, tetapi merupakan diagnosis yang sering.

1.2     Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswa memahami tentang penyakit addison disease dan asuhan keperawatannya

Tujuan khusus
1        Mahasiswa memahami tentang pengertian addison disease
2        Mahasiswa memahami tentang etiologi addison disease
3        Mahasiswa memahami tentang manifestasi klinis addison disease
4        Mahasiswa memahami tentang patofisiologi, WOC addison disease
5        Mahasiswa memahami tentang penatalaksanaan addison disease
6        Mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan addison disease
7        Mahasiswa memahami tentang komplikasi addison disease

1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan kelainan kelenjar adrenal

























BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1              Definisi
Penyakit ini berhubungan dengan kerusakan secara lambat dari kelenjar adrenal, dengan defisiensi kortisol, aldosterone, dan adrenal androgen dan kelebihan dari ACTH dan CRH yang berhubungan dengan hilangnya feedback negative (adhiarta, 1996)

2.2              Patofisiologi
Insufisiensi adrenal kronis terjadi ketika kelenjar adrenal gagal untuk mengeluarkan hormon dalam jumlah yang adekwat, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, walaupun ACTH keluar dari kelenjar pituitari.

2.3       Etiologi
1. Autoimun ( kurang lebih 70-90 kasus)
2. Infeksi ( TBC, Histoplasmosis, HIV, Syphilis)
3. Keganasan ( metastase dari paru paru, mamae, carcinoma colon, melanoma, lymphoma)

2.4       Manifestasi Klinis
1. Gejala yang berhubungan dengan kekurangan kortisol
Lemah badan, cepat lelah, anoreksia, mual, muntah, diare, hipoglikemi, hipertensi ortostatik ringan, hiponatremi, eosinophilia.
2.Gejala yang berhubungan dengan kekurangan aldosteron
Hipertensi ortostatik, hiperkalemia, hiponatremia
3.Gejala yang berhubungan dengan kekurangan androgen
Kehilangan bulu bulu axilla dan pubis
4. Gejala yang berhubungan dengan kelebihan ACTH
Hiperpigmentasi kulit dan permukaan mukosa


2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
-   Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan    hiponatrium)
-   Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
-   Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
-   Penurunan kadar kortisol serum
-   Kadar kortisol plasma rendah
b.Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi diadrenal
c. CT Scan
     Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive bd  insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
e. Tes stimulating ACTH
Cortisol  darah dan urin diukur sebelum dan setelah  ACTH sintetis  diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
f. Tes Stimulating CRH
     Ketika respon pada tes pendek ACTH abnormal, Tes stimulasi CRH “Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan.  Tidak adanya  respon  ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.


2.6 Penanganan
1. Pemberian hidrokortison oral: untuk terapi pengganti (replacement therapy) 20-30 mg/hari dalam dosis terbagi untuk orang dewasa, anak-anak 10-30 mg/hari dalam dosis terbagi, Injeksi im atau iv lambat atau infus: 100-500 mg, 3-4 kali sehari. Anak sampai usia 1 tahun, 25 mg.Anak 1-5 tahun, 50 mg. Anak 6-12 tahun, 100 mg, Hidrokortison topikal (salep atau krim) digunakan sebagai anti radang dan antipruritis.
Efek Samping Hidrokortison :
a.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : Retensi cairan, retensi natrium
b.      Gangguan jantung kongestif : Kehilangan kalium, Alkalosis hipokalemia, Hipertensi.
c.       Lemah otot : miopati steroid, hilangnya masa otot, osteoporosis, putus tendon, terutama tendon Achilles, fraktur vertebral
d.      Gangguan Pencernaan : Iritasi dan rasa tidak enak di lambung, kembung, borok lambung (peptic ulcer) kemungkinan disertai perforasi dan perdarahan, borok esophagus (Ulcerative esophagitis), pankreatitis.
e.       Gangguan penyembuhan luka : Kulit menjadi tipis dan rapuh.
f.       Gangguan Metabolisme : Keseimbangan nitrogen negatif, yang disebabkan oleh katabolisme protein
g.      Gangguan Neurologis : Tekanan intrakranial meningkat disertai papilledema (pseudo-tumor cerebri), biasanya setelah terapi, konvulsi, vertigo, sakit kepala, pusing, depresi, rasa cemas berlebihan.
h.      Gangguan Endokrin : Menstruasi tak teratur, Cushingoid, menurunnya respons kelenjar hipofisis dan adrenal, terutama pada saat stress, misalnya pada trauma, pembedahan atau sakit.
i.        Hambatan pertumbuhan pada anak-anak menurunnya toleransi karbohidrat, manifestasi diabetes mellitus laten.
2. Gantikan aldosteron dengan fludrikortison 50-200mcg/hari, dosis titrasi sesuai dengan tekanan darah dan kadar Kalium.
3. Yang paling penting adalah memakai tanda ditangan yang menerangkan penyakit penderita dan instruksi untuk meningkatkan duakali lipat atau tiga kali lipat dosis hidrokortison selama stres fisiologik.

2.7 Komplikasi
1. Diabetus mellitus
2. Syok 
3. Ca Paru
4. Sepsis
5. Hiperkalemia
6. Dehidrasi
7. Kolaps Sirkulasi




















BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
1. Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis adrenal
2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatigue, nausea dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji riwayat  tuberkulosis, hipoglikemia maupun ca paru, payudara dan limpoma
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal : kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
6. Riwayat Psikososial
Riwayat faktor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil
7. Pemeriksaan Fisik ( Review Of System)
a.         B1:Dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Resonan,terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b.         B2 : Ictus Cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra, redup,  suara jantung melemah, Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal.
c.         B3 : Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
d.        B4 : Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
e.         B5 : Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering, bisung usus ↑, Nyeri tekan karena ada kram abdomen,
f.          B6 : Penurunan tonus otot, Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari), tidak mampu beraktivitas / bekerja. penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
3.1.2 Diagnosis Keperawatan
1.    Gangguan Keseimbangan Elektrolit berhubungan dengan kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukontikord
3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan glukosa
4.    Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
5.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelamahan otot
6.    Gangguan eliminasi uri berhubungan dengan gangguan reabsorbsi pada tubulus
3.1.3 Perencanaan
1.      Gangguan Keseimbangan Elektrolit berhubungan dengan kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
Kriteria hasil :
- Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
- TTV (Dalam Batas Normal)
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
- Membran mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H
- Hasil lab
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
    R/ Hipotensi pastoral merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan  aldosteron.
2) Ukur dan timbang BB klien
    R/ Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan steroids
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya
    R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
4) Periksa adanya status mental dan sensori
    R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
5) Ouskultasi bising usus ( peristaltik khusus) catat dan laporan adanya mual muntah dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna  meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit.
Kolaborasi

6) Berikan cairan, antara lain :
a) Cairan Na Cl 0,9 %
R/ kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi
b) Larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
7) Berikan obat sesuai dosis
a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam, Mineral kartikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral
R/ Dosis hidrokortisol yang tinggi  mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ Menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
11) Pantau hasil laborat
a) Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
b) Ureum / kreatin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
c) Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
d) Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga

1.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia) defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
-                       Tidak ada mual mutah
-                       BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
-                       Hb : W : 12 – 14 gr/dl L : 13 – 16 gr/dl
-                       Ht : W : 37 – 47 % L : 42 – 52 %
-                       Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl Globulin : 2,4 – 3,7 g/dl
-                       Bising Usus : 5 – 34 x/menit ,  TTV dalam batas normal
Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat me nyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nagi yang cepat, nyeri kepala, sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia  perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ Kehilangan pengaturan metbolisme oleh kaotisol  mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi
4) Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan
6) Berikan Glukosa intravensi dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan merangsang glukogenesis


7) Pantau hasil lab seperti Hb, Ht
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan sehubungan dengan glukokortikoid.

2.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan O2 kejaringan otot kedalam metabolisme, ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria hasil :
-    menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan
-        TTV (Dalam Batas Normal)
Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium
2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang
3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga stabilitas jantung

3.         Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
            Kriteria hasil :
- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya
- dapat beradaptasi dengan orang lain
-mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.
Intervensi
1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal : perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal , teknik relaksasi, Visualisasi, Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.
3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri pasien

Tidak ada komentar:

Posting Komentar