Senin, 04 Februari 2013

ASKEP KOLELITIASIS



BAB  2
TINJAUAN  PUSTAKA

1.    Definisi
Koledokolitiasis adalah  terdapat  batu disaluran empedu,  dan kolelitiasis adalah terdapatnya batu di  kantong  empedu (Brunner, 2001).
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara, 1996 ).


2.    Klasifikasi Kolelitiasis (Lesmana, 2000)
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
a.       Batu kolesterol
Berbentukl oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
b.      Batu kalsium bilirubin (pigmen coklat)
Berwarna cokelat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama
c.       Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekskresi.

3.    Etiologi (David, 1994)
1.    Peningkatan jumlah kolesterol didalam empedu.
2.    Reseksi ilieum yang luas ( seperti  pada operasi jejunoileum).
3.    Anemi hemolitik (Peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi membentuk batu pigmen murni).
4.    Invasi  bakteri sekunder  dalam  saluran empedu. Tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa berhubungan dengan invassi bakteri skunder dalam batang saluran empedu yang diinfestasi parasit clonorchis  sinensis atau askaris lumbrikoides, esteria colli membentuk B-Glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin didaalam empedu yang menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.

4.    Gejala Klinik (David, 1994; Fransisca, 2009)
a.    Nyeri
Nyeri (60%)  bersifat kolik,  mulai daerah  epigastrium kanan dan menjalar  ke  bahu  kanan. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, maka kandung empedu akan mengalami distensi dan infeksi . Sehingga pasien akan mengalami panas dan teraba massa padat  pada abdomen. Pasien akan dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar kepunggung.
b.    Rasa nyeri diserta dengan rasa mual dan muntah dan bertambah hebat  saat makan makanan dalam porsi besar. Serangan kolik bilier disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersembatnya saluran empedu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah katilago kosta 9-10 kanan.  Nyeri tekan yang mencolok ketika passien melakukan inspirasi dalam dan pengembangan rongga dada  (Murphy sign)
c.    Demam
Demam  timbul  jika  terjadi  keradangan  ( kolesistitis /kolangitis).
d.   Ikterus
Ikterus obstrksi terjadi bila ada batu yang  menyumbat  saluran empedu  utama (duktus hepatikus/ koledukus). Akibatnya getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan ini akan menimbulkan kulit dan mukosa  berwarna kuning disertai gejala gatal-gatal pada kulit.
e.    Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin akan berwarna sangat gelap. Feses  yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan pekat disebut “clay-colored”.
f.     Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu akan mengganggu absorbsi  vitamin ADEK yang larut lemak. Oleh karena itu pasien akan memperlihatkan gejala defisiensi vitamin. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

5.    Faktor Resiko (Lesmana, 2000)
Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadi kolelitiasis. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa di bawah ini, yaitu:
a.       Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat disbanding dengan pria. Hal ini dikarenakan hormone estrogen berpengaruh terhadap peningkatan eksresi kolesterol kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar kolesterol juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b.      Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Usia lebih dari 60 tahun lebih cenderung untuk  terkena kolelitiasis.
c.       Berat badan (BMI/ Body Mass Index)
Orang dengan BMI tinggi lebih berisiko terkena kolelitiasis. Hal ini disebabkan karena kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi.
d.      Makanan
Intake rendah kalori, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan konkraksi kandung empedu.
e.       Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kelelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f.       Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitasis. Hal ini disebabkan karena kandung empedu berkontraksi.

6.    Pemeriksaan dan Diagnosis (Brunner, 2001; David, 1994)
a.    Laboratorium.
Pada  ikterus  obstruksi  terjadi :
1)        Peningkatan kadar bilirubin  direk, kolesterol,  alkali  fosfatase,  gamma  glukoronil  trasnferase dalam darah.
2)        Bilirubinuria, peningkatan bilirubin serum menunjukkan kelainan hepatobiliaris. Bilirubin serum dapat meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskuler dan sepsis sistemik.
3)        Tinja akolis
b.    USG
Menyatakan kalkuli dan distensi kandung empedu atau duktus empedu.
c.    Foto polos abdomen
Ditemukan adanya udara /gas di dalam batang saluran empedu atau didalam lumen atau dinding vesika biliaris bersifat abnormal. Adanya massa jaringan lunak yang mengiddentasi duodenum atau fleksura koli dextra menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi
d.   Kolesistogram oral
Pemberian 6 tablet asam yopanoad diberikan peroral pada malam sebelum pemeriksaan dan pasien dipuasakan. Digunakan untuk mengetahui batu empedu atau tumor.
e.    Kolangiografi  intravena
Untuk memungkinkan visualisasi keseluruhan batang saluran empedu extra hepatik. Tes ini telah tergantikan oleh pemeriksaan yang lebih aman.
f.     CT scan
Untuk mendeteksi bila batu mengandung kalsium dalam jumlah yang lumayan, menentukan abses intra hepatik, perihepatik, atau trikolesistika. Menentukan duktus intra hepatik yang berdilatasi.
g.    ERCP
Tes ini melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi  ampulla vateri dan suntikan retrograt zat kontras. Didapatkan anatomi duktus biliaris dan pankreatikus .  Visualisassi  mukosa periampulla dan duodenum.
h.    PTC (colangiografi transhepatis perkutis)
Memungkinkan dekompresi saluran empedu non bedah pada pasien kolingitis akut toksik. Drainase  perkutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus obstruksi untuk pembedahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati.
i.      Arteriografi
Evaluasi prabedah passien keganasan saluran empedu.
j.      Biopsi hati
Digunakan untuk membedakan kolestasis intrahepatik dari  extrahepatik, karena biopsi akan menentukan luas sirosis biliaris skunder.

5.    Penatalaksanaan (Brunner, 2001)
a.    Diet dan penatalaksanaan pendukung
Dalam kondisi inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah ditunda sampai gejala akut mereda kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen terapi :
1)        Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2)        Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi abdomen
3)        Pemberian terapi intravena, infus cairan dan elektrolit, untuk  mencegah terjadinya syok.
4)        Pemberian antibiotik sistemik, vitamin K, analgesik.
b.    Pengambilan batu tanpa pembedahan
1)        Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (monooktanoin atau metil  tertier eter/MTBE)
2)        Selang atau kateter dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu melalui saluran T tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan saat pembedahan,melalui endoscopy ERCP.
3)        Pengambilan batu non bedah. Digunakan untuk batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau terjepit dalam duktus koledukus, melalui prosedur ERCP.
4)        Proseddur ESWL (Extracorporeal  Shock Wave Litrotipsi)
Prosedur non infasif menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada batu  empedu  didalam kandung empedu atau duktus atau duktus koledukus dengan maksud untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen.
c.    Pengambilan batu dengan pembedahan
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk menguragi gejala yang sudah berlangsung lama untuk menghilangkan kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif bila gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bila mana kondisi pasien mengharuskannya. Tindakan operasi  meliputi :
1)        Minikolesistektomi 
Prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu melalui   luka incisi selebar 4 cm. Kontroversi prosedur  ini  timbul karena ukuran insisi membatasi pajanan semua struktur bilier yang terlibat.
2)        Kolesistektomi
Prosedur beddah dimana kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligali.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan ddibiarkan keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu dalam kassa absorben.
3)        Kolesistektomi laparoscopi (endoscopi)
Dilakukan lewat luka insisi yang kecil  atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus.
4)        Kolesistotomi perkutan
Dilakukan dalam penaanganan dan penegakan diagnosis pada pasien-pasien yang berisiko jika harus menjalani tindakan pembedahan atau anestesi umum yaitu pasien-pasien penderita sepsis atau gagal jantung yang berat dan gagal ginjal, paru atau hati.



6.    Patofisiologi (David, 1994; Fransisca, 2009)
a.    Peningkatan sekresi empedu dapat terjadi karena kegemukan diit tinggi kalori, atau obat, sehingga meningkatkan aktivitas hidroksimetilglutarit-koenzim A reduktase. Suatu enzim yang menentukan pembentukan kolesterol hati. Gangguan konfersi kolesterol menjdi asam empedu mengakibatkan peningkatan kolesterol litogenik atau asam empedu. Terbentuknya empedu litogenik dari penurunan sekresi garam-garam empedu dan fosfolipid oleh hati setelah terjadi gangguan sintesis  hati. Penurunan aktivitas kolesterol hidroksilase, enzim penentu kecepatan sintesis asam empedu primer. Kelebihan kolesterol empedu dengan assam empedu dan fosfolipid dapat disebabkan oleh hipersekresi kolesterol, hiposekresi  asam empedu atau keduanya. Kejenuhan kolesterol dalam empedu merupakan prasarat pembentukan batu empedu. Penjenuhan empedu oleh kolesterol disebabkan oleh :
1)    Penurunan jumlah asam empedu
2)   Peningkatan konfersi asam folat oleh cadangan  asam deoksikolat disertai  enggantian cadangan asam folat oleh asam deoksilat. Gangguan pertama disebabkan oleh hilangnya asam empedu primerr ddengan cepat dari usus halus ke kolon. Gangguan kedua terjadi dari peningkatan dehidroksilasi asam folat dan peningkatan penyerrapan asam deoksikolat
b.    Gangguan pembentukan vesikel. Kolesterol disekresikan ke dalam empedu seebagai vesikel berlapis unilameral yang tidak stabil dan dirubah dengan asam empedu menjadi agregrat lipid. Selama pembentukan lebih banyak fosfolipid dari pada kolesterol. Hal ini menyebabkan pembentukan vesikel lebih kaya kolesterrol yang menyatu menjadi vesikel besar multilameral tempat terbentuknya  agregasi kolesterol.
c.    Nukleasi kristal kolesterol monohidrat  pada empedu litogenik. Percepatan nukleasi kolesterol nonhidrat dalam empedu dapat diseebabkan peningkatan faktor pronukleasi atau difesiensi faktor antinukleasi. Glikoprotein musin dan nonmusin fosfatidilkolin merupakan faktor pronukleasi dan antinukleassi lain belum lengkap. Nukleassi kristal kolesterol monohidrat dan pertumbuhan kristal berlangsung di dalam lapisan gel musin. Fusi vesikel menyebabkan terbentuknya kristal kolesterrol monohidrat. Pertumbuhan kristal yang terus-menerus berrlangsung melalui nukleassi langsung molekul kolesterol dari vesikel empedu uni/multi lameral yang jenuh
d.   Kolesterol merupakan endapan empedu yang dalam pemeriksaan mikroskopi memperlihatkan kristal lesiti koleterrol, kristal kolesterol monnohidrat, kalsium bilirubinat, dan serat musin atau gel mukosa. Endapan empedu membentuk enddapan bulan sabit di bagian terrbawah kandung empedu. Adanya endapan empedu mencerminkan dua kelainan :
1)        Keseimbangan normal antara sekresi dan eleminasi musin kandung empedu yang mengalami gangguan
2)        Telah terjadi  nukleasi zat-zat terlarut dalam empedu.
7.    Komplikasi (David, 1994)
a.    Kolesistitis akut
b.    Ikterus obstruksi karena batu saluran empedu
c.    Kolangitis
d.   Ilius obstruksi karena batu
e.    Degenerassi keganasan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pasien dengan kolelitiassis meliputi anamnese, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a.         Anamnesa
Biodata    : kolesistitis banyak terjadi pada wanita, usia diatas 40 tahun, obesitas, pengguna KB hormonal, multi para.
       Keluhan utama : nyeri perut menjalar ke bahu, nyeri pada umumnya terjadi setelah makan makanan berlemak. Mual, anoreksia, kembung.
       RPD    : adanya riwayat DM dan ganggguan saluran cerna bagian bawah
b.        Pemeriksaan fisik
1.    B1   :    Peningkatan frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas pendek dan tertekan.
2.    B2   :    Takikardi, demam, resiko perdarahan karena kekurangan vitamin K
3.    B3   :  Nyeri  pada perut kanan atas menyebar ke punggung atau bahu kanan. Gelisah
4.    B4   :    Urine gelap pekat
5.    B5   :    Distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, feses warna seperti tanah liat.
6.    B6   :    Kelemahan, ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
c.         Pemeriksaan penunjang
1)   Pemeriksaan laboratorium
Kenaikan serum kolesterol, fofolipid, protrombin, serum time, bilirubin total, transminase, sel darah putih, serum amilase (bila pangkreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama). Penurunan ester kolesterol, urobilirubin.
2)   Radiologi
USG : mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledukus yang mengalami dilatasi.
Kolesistografi : mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan isinya.
Sonografi : Mendeteksi apakah dinding kandung empedu telah menebal.
ERCP      : menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisasi serta pecabangan bilier.
      
2.      Diagnosa keperawatan
1.         Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi, proses pembedahan
2.         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
3.         Gangguan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah
4.         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahaan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah.
5.         Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan  kurangnya informasi.

3.      Intervensi
a.       Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi, proses pembedahan
Tujuan                  : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil      : pasien akan menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas distraksi, skala nyeri mengalami penurunan, tanda vital dalam batas normal.

No
Intervensi
Rasional
1.                   


Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala1-10) dan karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul, kolik)
Membedakan penyebab nyeri dan memberikan informassi tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.

2.                   
Catat respon terhadap obat dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang

Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menun jukkan terjadinya komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi lebih lanjut
3.                   
Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman

Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen: namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah

4.                   
Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh bimbingan  imajinasi, visualisasi, latihan nafas dalam

Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping

5.                   
Kolaborasi :

Berikan obat sesuai indikasi: anti biotik, anti kolinergik, sedatif seperti phenobarbital, narkotik seperti meperidin hidoklorida.




Anti biotik mengobati proses infeksi. Antikolinergik menghilangkan spasme/ kontraksi otot halus dan membantu menghilangkan nyeri. Sedatif meningkatkan istirahat dan relaksasi otot. Narkotik menurunkan nyeri hebat


b.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
Tujuan                   : pola nafas menjadi efektif
Kriteria hasil         : frekuensi pernafasan normal (RR= 16-20 x/ mnt), tidak ada pergerakan otot bantu nafas, nyeri pasien terkontrol.
No
Intervensi
Rasional
1


Observasi frekuensi/ kedalaman pernafasan
Nafas dangkal, disstres pernafasan, menahan nafas, dapat mengakibatkan hipoventilasi/ atelektasis

2
Auskultasi bunyi nafas
Area yang menurun/ tak ada bunyi nafas diduga atelektasis, sedangakan bunyi adventisius (mengi/ ronchi) menunjukkan kongesti.

3
Bantu pasien batuk dan nafas dalam secara periodik.

Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan memobilisasi serta mengeluarkan secret
4
Tinggikan kepala tempat tidur, pertahankan posisi fowler
Memudahkan ekspansi paru, penekanan, memberkan sokongan pada insisi untuk menurunkan tegangan otot dan meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan.


c.    Gangguan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah
Tujuan                  : Masalah nutrisi tidak menjadi aktual
Kriteria hasil         : Mual dan muntah hilang, berat badan tidak turun
No
Intervensi
Rasional
1

Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati, menolak bergerak
Tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas

2
Hitung intake kalori
Mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan nutrisi

3
Mengukur ratio TB dan BB
Mengawasi keefektifan rencana diet

4
Kaji makanan kesukaan, makanan yang menyebabkan distres, dan jadwal makan yang disukai

Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan
5


Oral hygiene sebelum makan

Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

6





Ambulasi dan tingkatkan aktifitas sesuai toleransi


Membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen, mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan kemungkinan masalah sekunder sehubungan imobilisasi seperti pneumonia, tromboflebitis.
7
Kolaborasi :
a.    Konsultasi dengan ahli gizi sesuai indikasi

b.    Mulai diet cair rendah lemak setelah NGT dilepas.


c.    Tambahkan diet sesuai toleransi biasanya rendah lemak tinggi serat, batasi makana yang banyak mengandung gas

d.   Berikan garam empedu seperti biliron : zanchol : asam dehidrokolik (decholin) sesuai indikasi

e.    Lab BUN, alb, protein serum, kadar transverin

Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individu melalui rute yang tepat

Pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeri sehubungan dengan tidak semua lemak dicerna

Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan pada kandung empedu



Meningkatkan pencernaan dan absorbsi lemak, vitamin larut lemak, kolesterol. Bergna pada kolesistitis kronis.


Memberi informasi kekurangan nutrisi/ keefektifan terapi

d.   Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahaan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah.
Tujuan                    :    tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil          : penyembuhan luka tepat waktu dan tanpa komplikasi.
No
Intervensi
Rasional
1
Periksa selang T dan drain insisi, yakinkan aliran bebas.
Selang T dapat dimassukkan pada ductus koleduktus selama 7 sampai dengan 10 hari untuk membuang batu yang tertahan. Drain insisi digunakan untuk membuang cairan yang terkumpul sehingga mencegah aliran balik empedu ke daerah operasi.
2
Pertahankan selang T pada system penampungan tertutup.
Mencegah iritasi kuliat dan mencegah haluaran. Menurunkan resiko kontaminasi.

3
Observasi warna dan karakter drainase.

Pada awalnya drainase mengandung darah dan campuran air. Secara normal berubah menjadi warna coklat kehijauan (warna empedu) setelah jam-jam pertama. Kantung ostomi digunakan untuk menampung drainase besar tentang pengeluaran.

4
Observasi adanya cegukan, distensi abdomen atau tanda peritonitis, pankratitis
Perubahan posisi selang T dapat mengakibatkan iritasi diafragma atau komplikasi lebih serius bila empedu  mengalir ke dalam abdomen atau ductus pancreas terhambat.

5


Observasi kulit, sclera dan perubahan warna urin

Terjadinya icterik mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu.

6




Kolaborasi
Pemberian antibiotic sesuai indikasi.

Diperlukan untuk pengobatan abses/ infeksi.

e.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
Tujuan               : Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan
Kriteria hasil      :  Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
No
Intervensi
Rasional
1
Beri penjelasan/ alasan pemeriksaan dan persiapannya
Informasi dapat menurunkan cemas dan rangsang simpatis
2
Kaji ulang program terapi dan kemungkinan efek samping
Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang terjadinya diare/kram selama terapi senidiol dapat dihubungkan dengan dosis/dapat diperbaiki. Catatan : wanita yang melahirkan harus dikonsultasikan tentang KB untuk mencegahkehamilandan resiko kerusakan hepatik fetal

3
Kaji ulang proses penyakit/prognosis. Diskusikan perawatan dan pengobatan. Dorong pertanyaan, ekspresi masalah

Memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan turunkan  cemas dan tingkatkan penyembuhan
4
Diskusikan penurunan berat badan bila diindikasikan
Kegemukan adalah faktor resiko yang berhubungan dengan kolelitiasis, dan penurunan BB menguntungkan dalam manajemen medik terhadaap kondisi kronik

5







Anjurkan pasien untuk menghindari makanan tinggi lemak (mentega, gorengan, kacang, susu segar, es krim, minuman karbonat) dan zat iritan gaster (pedas, kafein, sitrun)

Mencegah terulangnya serangan kandung empedu






6



Anjurkan istirahat pada posisi semi fowler setelah makan

Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama proses pencernaan awal


7



Anjurkan untuk tidak   mengunyah permen karet, menghisap permen atau merokok
Meningkatkan pembentukan gas, yang dapat meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan gaster

8
Diskusikan menghindari produk yang mengandung aspirin, meniup lewat hidung keras-keras, gerakan tegang pada usus, olah raga kontak, anjurkan menggunakan sikat gigi halus, pencukur elektrik
Menurunkan resiko perdarahan sehubungan dengan perubahab waktu koagulasi, iritasi mukosa, dan trauma.

1 komentar:

  1. Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.

    http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/

    BalasHapus