BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Koledokolitiasis
adalah terdapat batu disaluran empedu, dan kolelitiasis adalah terdapatnya batu di kantong
empedu (Brunner,
2001).
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada
saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat
garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan
pada kandung empedu ( Barbara, 1996 ).
2. Klasifikasi Kolelitiasis (Lesmana, 2000)
Menurut
gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas 3 (tiga)
golongan, yaitu:
a. Batu kolesterol
Berbentukl
oval, multifocal atau mulberry dan
mengandung lebih dari 70% kolesterol.
b. Batu kalsium bilirubin (pigmen coklat)
Berwarna
cokelat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung
kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama
c. Batu pigmen hitam
Berwarna
hitam atau kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekskresi.
3. Etiologi (David, 1994)
1. Peningkatan
jumlah kolesterol didalam empedu.
2. Reseksi
ilieum yang luas ( seperti pada operasi
jejunoileum).
3. Anemi
hemolitik (Peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi membentuk batu pigmen
murni).
4. Invasi bakteri sekunder dalam
saluran empedu. Tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa
berhubungan dengan invassi bakteri skunder dalam batang saluran empedu yang
diinfestasi parasit clonorchis sinensis
atau askaris lumbrikoides, esteria colli membentuk B-Glukoronidase yang
dianggap mendekonjugasikan bilirubin didaalam empedu yang menyokong pembentukan
kalsium bilirubinat yang tak dapat larut.
4. Gejala Klinik (David, 1994; Fransisca, 2009)
a. Nyeri
Nyeri (60%) bersifat kolik, mulai daerah
epigastrium kanan dan menjalar ke bahu
kanan. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, maka kandung
empedu akan mengalami distensi dan infeksi . Sehingga pasien akan mengalami
panas dan teraba massa padat pada
abdomen. Pasien akan dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar kepunggung.
b. Rasa
nyeri diserta dengan rasa mual dan muntah dan bertambah hebat saat makan makanan dalam porsi besar.
Serangan kolik bilier disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersembatnya saluran empedu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada
daerah katilago kosta 9-10 kanan. Nyeri
tekan yang mencolok ketika passien melakukan inspirasi dalam dan pengembangan
rongga dada (Murphy sign)
c. Demam
Demam timbul
jika terjadi keradangan
( kolesistitis /kolangitis).
d. Ikterus
Ikterus obstrksi terjadi bila ada
batu yang menyumbat saluran empedu utama (duktus hepatikus/ koledukus).
Akibatnya getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan ini akan menimbulkan kulit dan mukosa berwarna kuning disertai gejala gatal-gatal
pada kulit.
e. Perubahan
warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urin akan berwarna sangat gelap. Feses yang tidak diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu dan pekat disebut “clay-colored”.
f. Defisiensi
vitamin
Obstruksi aliran empedu akan
mengganggu absorbsi vitamin ADEK yang
larut lemak. Oleh karena itu pasien akan memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
5.
Faktor
Resiko (Lesmana, 2000)
Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadi kolelitiasis. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau
tanpa di bawah ini, yaitu:
a.
Jenis
kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat disbanding dengan pria. Hal ini
dikarenakan hormone estrogen berpengaruh terhadap peningkatan eksresi
kolesterol kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar kolesterol juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi
hormone (estrogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b.
Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Usia lebih dari 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis.
c.
Berat
badan (BMI/ Body Mass Index)
Orang dengan BMI tinggi lebih berisiko terkena kolelitiasis. Hal ini
disebabkan karena kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi.
d.
Makanan
Intake rendah kalori, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan konkraksi
kandung empedu.
e.
Riwayat
keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kelelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f.
Aktivitas
fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitasis. Hal ini disebabkan karena kandung empedu berkontraksi.
6.
Pemeriksaan dan Diagnosis (Brunner, 2001; David, 1994)
a. Laboratorium.
Pada
ikterus obstruksi terjadi :
1)
Peningkatan kadar bilirubin direk, kolesterol, alkali
fosfatase, gamma glukoronil
trasnferase dalam darah.
2)
Bilirubinuria, peningkatan bilirubin serum menunjukkan
kelainan hepatobiliaris. Bilirubin
serum dapat meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan
yang mencakup episode bermakna hemolisis intravaskuler dan sepsis sistemik.
3)
Tinja akolis
b. USG
Menyatakan kalkuli dan
distensi kandung empedu atau duktus empedu.
c. Foto
polos abdomen
Ditemukan
adanya udara /gas di dalam batang saluran empedu atau didalam lumen atau
dinding vesika biliaris bersifat abnormal. Adanya massa jaringan lunak yang
mengiddentasi duodenum atau fleksura koli dextra menggambarkan vesika biliaris
yang terdistensi
d. Kolesistogram
oral
Pemberian
6 tablet asam yopanoad diberikan peroral pada malam sebelum pemeriksaan dan
pasien dipuasakan. Digunakan untuk mengetahui batu empedu atau tumor.
e. Kolangiografi intravena
Untuk
memungkinkan visualisasi keseluruhan batang saluran empedu extra hepatik. Tes
ini telah tergantikan oleh pemeriksaan yang lebih aman.
f. CT
scan
Untuk
mendeteksi bila batu mengandung kalsium dalam jumlah yang lumayan, menentukan
abses intra hepatik, perihepatik, atau trikolesistika. Menentukan duktus intra
hepatik yang berdilatasi.
g. ERCP
Tes
ini melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan kanulasi
endoskopi ampulla vateri dan suntikan
retrograt zat kontras. Didapatkan anatomi duktus biliaris dan pankreatikus . Visualisassi
mukosa periampulla dan duodenum.
h. PTC
(colangiografi transhepatis perkutis)
Memungkinkan
dekompresi saluran empedu non bedah pada pasien kolingitis akut toksik.
Drainase perkutis dapat digunakan untuk
menyiapkan pasien ikterus obstruksi untuk pembedahan dengan menghilangkan
ikterusnya dan memperbaiki fungsi hati.
i. Arteriografi
Evaluasi
prabedah passien keganasan saluran empedu.
j. Biopsi
hati
Digunakan
untuk membedakan kolestasis intrahepatik dari
extrahepatik, karena biopsi akan menentukan luas sirosis biliaris
skunder.
5. Penatalaksanaan (Brunner, 2001)
a. Diet
dan penatalaksanaan pendukung
Dalam
kondisi inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus,
penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah ditunda
sampai gejala akut mereda kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen terapi
:
1)
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi
protein
2)
Pemasangan pipa lambung bila terjadi
distensi abdomen
3)
Pemberian terapi intravena, infus cairan
dan elektrolit, untuk mencegah
terjadinya syok.
4)
Pemberian antibiotik sistemik, vitamin
K, analgesik.
b. Pengambilan
batu tanpa pembedahan
1)
Pelarutan batu empedu dengan bahan
pelarut (monooktanoin atau metil tertier
eter/MTBE)
2)
Selang atau kateter dipasang perkutan
langsung ke dalam kandung empedu melalui saluran T tube untuk melarutkan batu
yang belum dikeluarkan saat pembedahan,melalui endoscopy ERCP.
3)
Pengambilan batu non bedah. Digunakan
untuk batu yang belum terangkat pada saat kolesistektomi atau terjepit dalam
duktus koledukus, melalui prosedur ERCP.
4)
Proseddur ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litrotipsi)
Prosedur non infasif menggunakan
gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada batu empedu
didalam kandung empedu atau duktus atau duktus koledukus dengan maksud
untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen.
c. Pengambilan
batu dengan pembedahan
Penanganan
bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk menguragi
gejala yang sudah berlangsung lama untuk menghilangkan kolik bilier dan untuk
mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif bila gejala yang
dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur
darurat bila mana kondisi pasien mengharuskannya. Tindakan operasi meliputi :
1)
Minikolesistektomi
Prosedur bedah untuk mengeluarkan
kandung empedu melalui luka incisi
selebar 4 cm. Kontroversi prosedur
ini timbul karena ukuran insisi
membatasi pajanan semua struktur bilier yang terlibat.
2)
Kolesistektomi
Prosedur beddah dimana kandung
empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligali.
Sebuah drain ditempatkan dalam
kandung empedu dan ddibiarkan keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu dalam kassa absorben.
3)
Kolesistektomi laparoscopi (endoscopi)
Dilakukan lewat luka insisi yang
kecil atau luka tusukan melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
4)
Kolesistotomi perkutan
Dilakukan dalam penaanganan dan
penegakan diagnosis pada pasien-pasien yang berisiko jika harus menjalani
tindakan pembedahan atau anestesi umum yaitu pasien-pasien penderita sepsis
atau gagal jantung yang berat dan gagal ginjal, paru atau hati.
6. Patofisiologi (David, 1994; Fransisca, 2009)
a. Peningkatan
sekresi empedu dapat terjadi karena kegemukan diit tinggi kalori, atau obat,
sehingga meningkatkan aktivitas hidroksimetilglutarit-koenzim A reduktase.
Suatu enzim yang menentukan pembentukan kolesterol hati. Gangguan konfersi
kolesterol menjdi asam empedu mengakibatkan peningkatan kolesterol litogenik
atau asam empedu. Terbentuknya empedu litogenik dari penurunan sekresi
garam-garam empedu dan fosfolipid oleh hati setelah terjadi gangguan sintesis hati. Penurunan aktivitas kolesterol hidroksilase,
enzim penentu kecepatan sintesis asam empedu primer. Kelebihan kolesterol
empedu dengan assam empedu dan fosfolipid dapat disebabkan oleh hipersekresi
kolesterol, hiposekresi asam empedu atau
keduanya. Kejenuhan kolesterol dalam empedu merupakan prasarat pembentukan batu
empedu. Penjenuhan empedu oleh kolesterol disebabkan oleh :
1) Penurunan jumlah asam empedu
2) Peningkatan
konfersi asam folat oleh cadangan asam
deoksikolat disertai enggantian cadangan
asam folat oleh asam deoksilat. Gangguan pertama disebabkan oleh hilangnya asam
empedu primerr ddengan cepat dari usus halus ke kolon. Gangguan kedua terjadi
dari peningkatan dehidroksilasi asam folat dan peningkatan penyerrapan asam
deoksikolat
b. Gangguan
pembentukan vesikel. Kolesterol disekresikan ke dalam empedu seebagai vesikel
berlapis unilameral yang tidak stabil dan dirubah dengan asam empedu menjadi
agregrat lipid. Selama pembentukan lebih banyak fosfolipid dari pada
kolesterol. Hal ini menyebabkan pembentukan vesikel lebih kaya kolesterrol yang
menyatu menjadi vesikel besar multilameral tempat terbentuknya agregasi kolesterol.
c. Nukleasi
kristal kolesterol monohidrat pada
empedu litogenik. Percepatan nukleasi kolesterol nonhidrat dalam empedu dapat
diseebabkan peningkatan faktor pronukleasi atau difesiensi faktor antinukleasi.
Glikoprotein musin dan nonmusin fosfatidilkolin merupakan faktor pronukleasi
dan antinukleassi lain belum lengkap. Nukleassi kristal kolesterol monohidrat
dan pertumbuhan kristal
berlangsung di dalam lapisan gel musin. Fusi vesikel menyebabkan terbentuknya
kristal kolesterrol monohidrat. Pertumbuhan kristal yang terus-menerus
berrlangsung melalui nukleassi langsung molekul kolesterol dari vesikel empedu
uni/multi lameral yang jenuh
d. Kolesterol
merupakan endapan empedu yang dalam pemeriksaan mikroskopi memperlihatkan
kristal lesiti koleterrol, kristal kolesterol monnohidrat, kalsium bilirubinat,
dan serat musin atau gel mukosa. Endapan empedu membentuk enddapan bulan sabit
di bagian terrbawah kandung empedu. Adanya endapan empedu mencerminkan dua
kelainan :
1)
Keseimbangan normal antara sekresi dan
eleminasi musin kandung empedu yang mengalami gangguan
2)
Telah terjadi nukleasi zat-zat terlarut dalam empedu.
7. Komplikasi (David, 1994)
a. Kolesistitis
akut
b. Ikterus
obstruksi karena batu saluran empedu
c. Kolangitis
d. Ilius
obstruksi karena batu
e. Degenerassi
keganasan
BAB
3
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam melakukan
pengkajian pasien dengan kolelitiassis meliputi anamnese,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a.
Anamnesa
Biodata : kolesistitis banyak terjadi pada wanita,
usia diatas 40 tahun, obesitas, pengguna KB hormonal, multi para.
Keluhan utama : nyeri perut
menjalar ke bahu, nyeri pada umumnya terjadi setelah makan makanan berlemak.
Mual, anoreksia, kembung.
RPD : adanya riwayat DM dan ganggguan saluran
cerna bagian bawah
b.
Pemeriksaan fisik
1. B1 : Peningkatan
frekuensi pernafasan, pernafasan tertekan ditandai nafas pendek dan tertekan.
2. B2 : Takikardi, demam, resiko perdarahan
karena kekurangan vitamin K
3. B3 :
Nyeri pada perut kanan atas
menyebar ke punggung atau bahu kanan. Gelisah
4. B4 : Urine
gelap pekat
5. B5
: Distensi
abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, feses warna seperti tanah liat.
6. B6 : Kelemahan,
ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
c.
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan
laboratorium
Kenaikan
serum kolesterol, fofolipid, protrombin, serum time, bilirubin total,
transminase, sel darah putih, serum amilase (bila pangkreas terlibat atau bila
ada batu di duktus utama). Penurunan ester kolesterol, urobilirubin.
2)
Radiologi
USG : mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koledukus yang mengalami dilatasi.
Kolesistografi : mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan
isinya, berkontraksi, serta mengosongkan isinya.
Sonografi : Mendeteksi apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
ERCP :
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisasi serta
pecabangan bilier.
2. Diagnosa
keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi,
proses pembedahan
2.
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
3.
Gangguan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah
4.
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan perubahaan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah.
5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi.
3. Intervensi
a. Nyeri
akut berhubungan dengan obstruksi, proses pembedahan
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil :
pasien akan menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi
dan aktivitas distraksi, skala nyeri mengalami penurunan, tanda vital dalam
batas normal.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala1-10) dan
karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul, kolik)
|
Membedakan penyebab nyeri dan memberikan informassi
tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan
intervensi.
|
2.
|
Catat respon terhadap obat dan laporkan pada dokter
bila nyeri hilang
|
Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin
dapat menun jukkan terjadinya komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi lebih
lanjut
|
3.
|
Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan
posisi yang nyaman
|
Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan
tekanan intraabdomen: namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan
nyeri secara alamiah
|
4.
|
Dorong penggunaan teknik relaksasi,contoh
bimbingan imajinasi, visualisasi,
latihan nafas dalam
|
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian
dan dapat meningkatkan koping
|
5.
|
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi: anti biotik, anti
kolinergik, sedatif seperti phenobarbital, narkotik seperti meperidin
hidoklorida.
|
Anti biotik mengobati proses infeksi. Antikolinergik menghilangkan spasme/ kontraksi otot halus dan membantu menghilangkan
nyeri. Sedatif meningkatkan istirahat dan relaksasi otot. Narkotik menurunkan nyeri hebat
|
b.
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri
Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
Kriteria
hasil : frekuensi pernafasan normal (RR= 16-20 x/ mnt),
tidak ada pergerakan otot bantu nafas, nyeri pasien terkontrol.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Observasi frekuensi/
kedalaman pernafasan
|
Nafas dangkal, disstres
pernafasan, menahan nafas, dapat mengakibatkan hipoventilasi/ atelektasis
|
2
|
Auskultasi bunyi nafas
|
Area yang menurun/ tak ada
bunyi nafas diduga atelektasis, sedangakan bunyi adventisius (mengi/ ronchi)
menunjukkan kongesti.
|
3
|
Bantu pasien batuk dan nafas
dalam secara periodik.
|
Meningkatkan ventilasi semua
segmen paru dan memobilisasi serta mengeluarkan secret
|
4
|
Tinggikan kepala tempat
tidur, pertahankan posisi fowler
|
Memudahkan ekspansi paru,
penekanan, memberkan sokongan pada insisi untuk menurunkan tegangan otot dan
meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan.
|
c.
Gangguan perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan obstruksi aliran empedu, mual, muntah
Tujuan : Masalah
nutrisi tidak menjadi aktual
Kriteria hasil : Mual dan muntah hilang, berat badan
tidak turun
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji distensi abdomen, sering bertahak,
berhati-hati, menolak bergerak
|
Tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan
gangguan pencernaan, nyeri gas
|
2
|
Hitung intake kalori
|
Mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan nutrisi
|
3
|
Mengukur ratio TB dan BB
|
Mengawasi keefektifan rencana diet
|
4
|
Kaji makanan
kesukaan, makanan yang menyebabkan distres, dan jadwal makan yang disukai
|
Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan
pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan
|
5
|
Oral hygiene sebelum makan
|
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
|
6
|
Ambulasi dan tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
|
Membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen,
mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan kemungkinan masalah
sekunder sehubungan imobilisasi seperti pneumonia, tromboflebitis.
|
7
|
Kolaborasi :
a.
Konsultasi
dengan ahli gizi sesuai indikasi
b.
Mulai diet cair
rendah lemak setelah NGT dilepas.
c.
Tambahkan diet
sesuai toleransi biasanya rendah lemak tinggi serat, batasi makana yang
banyak mengandung gas
d.
Berikan garam
empedu seperti biliron : zanchol : asam dehidrokolik (decholin) sesuai
indikasi
e.
Lab BUN, alb,
protein serum, kadar transverin
|
Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individu
melalui rute yang tepat
Pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung
empedu dan nyeri sehubungan dengan tidak semua lemak dicerna
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan meminimalkan rangsangan pada kandung empedu
Meningkatkan pencernaan dan absorbsi lemak, vitamin
larut lemak, kolesterol. Bergna pada kolesistitis kronis.
Memberi informasi kekurangan nutrisi/ keefektifan terapi
|
d.
Gangguan integritas kulit berhubungan
dengan perubahaan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah.
Tujuan : tidak
terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria
hasil : penyembuhan luka tepat waktu dan tanpa komplikasi.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Periksa selang T dan drain
insisi, yakinkan aliran bebas.
|
Selang T dapat dimassukkan
pada ductus koleduktus selama 7 sampai dengan 10 hari untuk membuang batu
yang tertahan. Drain insisi digunakan untuk membuang cairan yang terkumpul
sehingga mencegah aliran balik empedu ke daerah operasi.
|
2
|
Pertahankan selang T pada
system penampungan tertutup.
|
Mencegah iritasi kuliat dan
mencegah haluaran. Menurunkan resiko kontaminasi.
|
3
|
Observasi warna dan karakter
drainase.
|
Pada awalnya drainase
mengandung darah dan campuran air. Secara normal berubah menjadi warna coklat
kehijauan (warna empedu) setelah jam-jam pertama. Kantung ostomi digunakan
untuk menampung drainase besar tentang pengeluaran.
|
4
|
Observasi adanya cegukan,
distensi abdomen atau tanda peritonitis, pankratitis
|
Perubahan posisi selang T
dapat mengakibatkan iritasi diafragma atau komplikasi lebih serius bila
empedu mengalir ke dalam abdomen atau
ductus pancreas terhambat.
|
5
|
Observasi kulit, sclera dan perubahan warna urin
|
Terjadinya icterik
mengindikasikan adanya obstruksi aliran empedu.
|
6
|
Kolaborasi
Pemberian antibiotic sesuai indikasi.
|
Diperlukan untuk pengobatan
abses/ infeksi.
|
e.
Kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan pengobatan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
Tujuan : Pasien menyatakan pemahaman proses
penyakit, pengobatan
Kriteria
hasil : Melakukan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Beri penjelasan/ alasan pemeriksaan dan persiapannya
|
Informasi dapat menurunkan cemas dan rangsang
simpatis
|
2
|
Kaji ulang program terapi dan kemungkinan efek
samping
|
Batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka
panjang terjadinya diare/kram selama terapi senidiol dapat dihubungkan dengan
dosis/dapat diperbaiki. Catatan : wanita yang melahirkan harus
dikonsultasikan tentang KB untuk mencegahkehamilandan resiko kerusakan
hepatik fetal
|
3
|
Kaji ulang proses penyakit/prognosis. Diskusikan
perawatan dan pengobatan. Dorong pertanyaan, ekspresi masalah
|
Memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan
turunkan cemas dan tingkatkan
penyembuhan
|
4
|
Diskusikan penurunan berat badan bila diindikasikan
|
Kegemukan adalah faktor resiko yang berhubungan
dengan kolelitiasis, dan penurunan BB menguntungkan dalam manajemen medik
terhadaap kondisi kronik
|
5
|
Anjurkan pasien
untuk menghindari makanan tinggi lemak (mentega, gorengan, kacang, susu
segar, es krim, minuman karbonat) dan zat iritan gaster (pedas, kafein,
sitrun)
|
Mencegah terulangnya serangan kandung empedu
|
6
|
Anjurkan
istirahat pada posisi semi fowler setelah makan
|
Meningkatkan aliran empedu dan relaksasi umum selama
proses pencernaan awal
|
7
|
Anjurkan untuk tidak mengunyah permen karet, menghisap permen
atau merokok
|
Meningkatkan pembentukan gas, yang dapat
meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan gaster
|
8
|
Diskusikan
menghindari produk yang mengandung aspirin, meniup lewat hidung keras-keras,
gerakan tegang pada usus, olah raga kontak, anjurkan menggunakan sikat gigi
halus, pencukur elektrik
|
Menurunkan resiko perdarahan sehubungan dengan perubahab waktu koagulasi,
iritasi mukosa, dan trauma.
|
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
BalasHapushttp://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/