Senin, 04 Februari 2013

ASKEP SIROSIS HEPATIS




BAB 1
PENDAHULUAN

1.      1. Latar Belakang
 Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
          Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
          Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.  
          Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
          Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

1.2     Tujuan Penulisan          
1.2.1 Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat memperoleh pengetahuan mengenai sirosis hepatis dan komplikasinya dan mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien.

  1.2.2  Tujuan Khusus

1.            Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian sirosis hepatis dan pengertian komplikasinya.
2.            Mahasiswa mengetahui etiologi sirosis hepatis
3.            Mahasiswa bisa menjelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis sirosis hepatis dan komplikasinya.
4.            Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan sirosis hepatis dan komplikasi yang terjadi.
5.            Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sirosis hepatis dan komplikasinya.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1     Konsep Sirosis Hepatis

2.1.1        Pengertian
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.
Penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsitektur hati oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-nodula regenerasi hati yang tidak berkaitan dengan vascular normal (Price, 1995)
Sirosis hepatis adalah degenerasi difus dan progresif dengan kerusakan jaringan hati hepatosit dan dengan regenerasi dan pembentukan jaringan fibrosa parut yang luas padat.(Marjorie Beyers, 1984)

2.1.2        Etiologi
           Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun  factor predisposisinya:
1.      Alkohol
       Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein.

2.      Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
3.      Hepatitis virus
        Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.

4.      Obat-obatan hepatotoksik
        Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang juga mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti obat yang tidak menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005).

5.      Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).

6.      Kolestasis, Atresia bilier
        Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia.
 
2.1.3.   Klasifikasi
1.      Secara Morfologi sirosis dibagi menjadi 3 jenis antara lain :
1)      Mikronodular(portal).
a.       Septa tebal teratur
b.      Besar nodul sampai dengan 3 mm
c.       Mengandung nodul kecil dan halus diseluruh lobulus
2)      Makronodular(pascanekrotik)
a.       Septa tebal bervariasi
b.      Mengandung nodul yg besarnya bervariasi (> 3mm)
3)      Campuran (bilier).

          Berdasarkan etiologi,  3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
1)      Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.        
2)      Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3)      Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).

2.1.4        Patofisiologi
  1. Sirosis Laennec (sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi)
Penggunaan >> alkohol kronik >> inflamasi/nekrosis sel hepar
a.       Gangguan metabolisme lemak
Pembentukan TG>>           pemakaian TG < pada pembentukan lipoprotein
        Terjadi penurunan oksidasi lemak (infiltrasi lemak abnormal)
                  Fatty liver, Hepatomegali        gangguan fungsional

b.      Pada tahap lanjut
Timbul nodul untuk mengganti sel yang rusak         kapsul fibrosis dan tebal        hati menciut, keras, parenkim abnormal         sirkulasi tidak lancar        peningkatan tekanan aliran darah        hipertensi portal dan gangguan faal hepar
  1. Sirosis pasca necrotic
25% karena hepatitis virus, kasus kecil karena obat, kimia, jamur beracun
Bercak necrotic pada hepar       nodul besar dan kecil dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut       diselingi jaringan normal     hipertensi portal        gangguan faal hepar

Ensephalopati hepatic
Sintesis oleh hati dengan memecah asam amino oleh protein menghasilkan ammonia (kaya akan toksin berbahaya),   saat hati mengalami kerusakan ammonia tidak dapat diubah menjadi ureum          peningkatan ammonia   tertimbun didalam sirkulasi darah      gangguan system syaraf pusat        koma hepaticum











 
b.  Hipertensi portal
    a) Asites
        gangguan sintesis        albumin menurun        volume intra vascular           
               sekresi aldosteron             meningkat (ginjal mengeluarkan renin)     
         ginjal menahan natrium dan air kembali ke  keadaan normal        gradient                
        osmotic meningkat       tertariknya cairan ke kavum peritoneal       asites

   b) Varises Esofagus
       cardiac output darah terbanyak dihati       hipertensi portal        sirkulasi tidak lancar   tekanan porta, peningkatan tekanan vena hepatica            aliran kolateral          refluks               vasodilatasi esophagus      terdesak       rupture        perda rahan massif

  c) Haemorroid
       Pada perdarahan massif dalam keadaan varises esophagus     vena mesentrika interna       kelainan bekuan darah       traktus gastro hematoshezia               dan  vena homoroid         rectum 




3.      Sirosis Biliaris (15% kasus)
Obstruksi biliaris post hepatic         statis empedu      penumpukanempedu terbentuk lembar fibrosa ditepi lobulus             hati membesar, keras, granula halus         kerusakan faal hepar
4.      Cardiac Sirosis
Kasus sangat jarang
-atreventrikular valve desease
-prolong perikarditis
-decomp cordis pulmonal

Kongestiv heart failure       liver membesar, kehitaman     capsula  hati menipis 
       gangguan faal hati

2.1.5        Manifestasi Klinis
1.       Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
       Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
2.      Obstruksi Portal dan Asites.
3.      Varises Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
4.      Edema.
5.      Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.

Didapatkan gejala dan tanda berdasarkan stadium sirosis hepatis:
1.      STADIUM I
1)      Fase kompensasi sempurna (Latent, dini)
-          Demam
-          Diare
-          Berat badan turun
-          Nyeri tumpul
-           

 
Manifestasi:
-          Badan kurang fit
-          Kelemahan otot
-          Anoreksia
-          Nausea
2)      Fase dekompensasi
a.       Gangguan faal hepar
b.     
-          Hilangnya rambut pubis dan aksila
-          Impotensi
-          Spider naevi
 
Gangguan Endokrin
-          Ikterus
-          Atrofi testis
-          Ginekomastia
-          Erithema palmaris
-          Hiperpigmentasi
c.       Gangguan hematologik
-          Kecendrungan perdarahan, (varises esofagus), wasir, melena, hematemesis, hematoschezia
-          Anemia, trombositopenia, leukopenia
d.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
-          Edema
-          Ascites
2.      STADIUM II
Flapping tremor, apraksia
3.      STADIUM III
Gelisah tidak bisa tidur
4.      STADIUM IV
Koma hepaticum


2.1.7        Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
1)      Pada darah dijumpai HB rendah, trombositopenia, anemia normokrom nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister. 
2)      Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak.
3)      Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4)      Elektrolit menurun 
5)      Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.

2.      Pemeriksaan Penunjang
1)      Biopsi: untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit
2)      Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.        
3)      Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
4)      Ultrasonografi : untuk melihat permukaan hati dan pembesarannya, asites, pelebaran saluran empedu, vena hepatica, vena porta
5)      Angigrafi: melihat sirkulasi portal  


2.1.8        Penatalaksanaan
1.      Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam
2.      Diet tanpa protein. Bila ada asites diberikan diet rendah garam II.
3.      Mengatasi infeksi dengan antibiotik (non hepato toksik) mis neomycin
4.      Keseimbangan cairan dan elektrolit
5.      No alcohol at all.(Setya, 2011)


Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti
  1. Asites
         Alat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
1)      Istirahat
2)      Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat. Diet rendah garam diberikan 0,5 g/hari dan total cairan 1,5 L/hari. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4 x 25 mg/hari dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari, bila perlu dikombinasi dengan furosemid.       
3)      Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garamdan pembatasan cairan namun penurunan berat  badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.  Diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

4)       Terapi lain (selain konservatif)
Parasintesis
 cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan Indikasi Parasentesis: bila menyebabkan gangguan nafas

  1. Dengan Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus.
1)      Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Quinolon secara oral.
2)      untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

  1. Dengan Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
1)      Pasien diistirahatkan daan dpuasakan
2)      Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse
3)      Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah. disamping melakukan aspirasi cairan lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/menit atau Hb 9 g% dilakukan pemberian dekstrosa/salin dan tranfusi darah secukupnya. Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
4)      Menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade (sb Tube)
5)      Bedah anamtomosis porta-kava (Mariyani, 2003)


  1. Dengan  Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1)  Mengenali dan mengobati factor pencetus
2)  Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-
     Toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet tanpa protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
- Pemberian lactulose/ lactikol
3)  Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)

2.1.9          Komplikasi
1. Perdarahan Gastrointestinal
            Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
2. Koma hepatikum
         Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
            Menurut Tumen timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
            Sherlock (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
            Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
2.1.10    Prognosis
         Penderita serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesr 10 % per tahun. Penderita serosis hepatis dekompensata  mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun, hanya sekitar 20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita serosis hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup 1 tahun s ekitar 40 %

2.2  Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis

1.      Pengkajian
1)      Identitas Klien
2)      Riwayat Penyakit Sekarang
-       Keluhan Utama
Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).



3)      Riwayat Penyakit Masa lalu
          Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.

4)      Pemerikasaan fisik
1.      B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan,  Ekspansi paru terbatas disebabkan karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas berbau aseton.
2.      B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia intra vaskuler
3.      B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental,  bingung, , koma. (penurunan kesadaran) salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak. Flapping tremor,
4.      B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5.      B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus. Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna. Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.  
Hat            i : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting dullness (+), fluid wave (+), hematemesis, melena
6.      B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus  (atropi otot). Kulit kering, turgor buruk, ikterik, pruritus,. edema umum pada jaringan., perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris
2.      Diagnosa Keperawatan
1)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah
2)   Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
3)   Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites)
4)   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.

3.         Intervensi Keperawatan
DP 1 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual, muntah
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria Hasil:
-Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan nutrisi) mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
-Nafsu makan meningkat.
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.

2.      Timbang sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep.



3.      Bantu dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet. Bantu pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan makanan yang disukai

4.      Berikan tambahan garam bila diizinkan; hindari yang mengandung amonium.

5.      Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.

6.      Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.


7.      Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan, khususnya sebelum makan.

8.      Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia.








9.      Pertahankan status puasa bila diindikasikan.


10.  Kolaborasi ahli diit untuk memberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi protein sedang; batasi natrium dan cairan bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi.





11.  Berikan obat sesuai indikasi, misal: tambahan vitamin, tiamin, besi, asam fosfat,



12.  Sink,

13.  Enzim pencernaan, contoh: pankreatin
14.  Antiemetik.
1. Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi.

2. Mungkin sulit untuk menggunakan BB sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji perubahan massa otot dan simpanan lemak subcutan.

3. Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.





4.      Tambahan garam meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan; amonia potensial resiko ensefalopati.
5.      Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada siriosis berat.


6.      Pasien cenderung mengalami luka atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.

7.      Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler.

8.      Glukosa menurun karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan takadekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme, penurunan sintesis hepatik, atau kehilangan kerongga peritonial (asites). Peningkatan kadar amonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.

9.      Pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan produksi amonia/urea GI.

10.  Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberikan energi siap pakai. Lemak diserap dengan buruk karena disfungsi hati dann mungkin memperberat ketidaknyamanan abdomen. Protein diperlukan pada perbaikan kadar protein serum untuk menurunkan edema dan untuk meningkatkan regenerasi sel hati.

11.  Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati tidak dapat menyimpan vit. A, B Komplek, D, dan K. Juga dapat terjadi kekurangan besi dan asam fosfat yang menimbulkan anemia.
12.  Meningkatkan rasa kecap/bau yang dapat merangsang napsu makan.
13.  Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan steatore/diare.
14.  Digunakan dengan hati-hati untuk menurunkan mual/muntah dan meningkatkan masukan oral.


DP 2 :
Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena
Tujuan: pemulihan balance cairan dan elektrolit adekuat
Kriteria Hasil: tidak terjadi kelebihan cairan, Tanda-tanda vital stabil, Asupan dan haluaran  seimbang, Edema bekurang, Tonus otot membaik, CRT <2 detik

Intervensi
Rasional
1.      Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif. Timbang berat badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari

2.      Auskultasi paru, catat penurunan /tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan.

3.      Ukur lingkar abdomen per hari




4.      Awasi albumin serum dan elektrolit (kalium & natrium).






5.      Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.


6.      Kolaboraasi pemberian albumin bebas garam/plasma ekspander sesuai indikasi.


7.       Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: misal diuretik (spironolakton/aldscton; furosemid/ lasix.



1.      Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.

2.      Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan komplikasi, contoh: edema paru.

3.      Menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal.

4.      Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan diuretik dapat menyebabkan berbagai perpindahan/ketidak seimbangan elektrolit.
5.      Natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah hiponatremi.
6.      Albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam kompartemen vaskuler, sehingga meningkatkan volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
7.      Digunakan untuk mengontrol edema dan asites. Mengambat efek aldosteron, meningkatkan eksresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.


DP3 :
Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra abdomen (asites).
Tujuan: perbaikan status pernafasan
Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam rentang normal.

Intervensi
Rasional
1.      Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan


2.      Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronkhi.



3.      Selidiki perubahan tingkat kesadaran.

4.      Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.

5.      Ubah posisi dengan sering, dorong napas dalam, latihan dan batuk.
6.      Awasi seri BGA, nadi oksimetri, ukur kapasitas vital, foto dada.
7.      Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.

8.      Siapkan untuk/bantu untuk prosedur, contoh: parasintesis.

1.      Pernapasan dangkal cepat/dispnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2.      Menunjukkan terjadinya komplikasi, contoh: adanya bunyi tambahan menunjukkan akumulasi cairan/sekresi, tak ada /menurunnya bunyi atelektasis), meningkatkan resiko infeksi.
3.      Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernapasan, yang sering disertai koma hepatik.
4.      Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
5.      Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.

6.      Menyatakan perubahan status pernapasan, terjadinya komplikasi paru.

7.      untuk mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan /oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
8.      Kadang-kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernapasan tidak mebaik dengan tindakan

DP 4 :
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
Kriteria Hasil : mempertahankan integritas kulit, Pasien akan mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit.

Intervensi
Rasional
1.      Lihat permukaan kulit/titik tekan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus menerus. Gunakan losion minyak.
2.      Ubah posisi pada jadwal teratur, saat di kursi/tempat tidur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif.



3.      Tinggikan ekstrimitas bawah.

4.      Pertahankan sprei kering dan bebas lipatan.

5.      Gunting kuku jari hingga pendek; berikan sarung tangan bila diindikasikan.
6.      Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan defekasi
7.      Gunakan kasur bertekanan tertentu, kasur karton telur, kasur air, kulit domba, sesuai indikasi.

1.      Edema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dicubitus. Asites dapat meregangkan kulit sampai pada titik robekan pada sirosis berat

2.      Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan sirkulasi dan perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.

3.      Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstrimitas.

4.      Kelembaban meningkatkan pruritus dan meningkatkan resiko kerusakan kulit.

5.      Mencegah pasien dari cedera tambahan pada kulit khususnya bila tidur.
6.      Mencegah ekskoriasi kulit dari garam empedu.

7.      Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan sirkulasi dan menurunkan resiko iskemia/kerusakan jaringan.











BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1         Kesimpulan
           Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
        Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll. Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan prognosisnya.

3.2         Saran
1.        Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2.       Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya
3.       Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan  asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya






DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.                            (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku    Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999).                    Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan                    pendokumentasian        perawatan pasien. Jakarta: (EGC).           
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-           proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.                                    
Hudak, Gallo.(1992). Keperawatan Kritis.Jakarta: Penerbit ECC
Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.
Lestari. (2009). Jurnal Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis, FKUI, Jakarta
Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL
















1 komentar:

  1. terimakasih buat artikelnya.. informasi yang sangat bermanfaat..

    http://tokoonlineobat.com/obat-penyakit-kanker-hati-alami/

    BalasHapus