BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan
tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawa
kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan.
Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan,
penciuman dan suara. Mata adalah organ penglihatan. Suatu struktur yang sangat kompleks,
menerima dan mengirimkan data ke korteks serebral. Seluruh lobus otak, lobus
oksipital, ditujukan khusus untuk menterjemahkan citra visual. Selain itu, ada
tujuh saraf kranial yang memilki hubungan dengan mata dan hubungan batang otak
memungkinkan koordinasi gerakan mata.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu
konjungtivitis. Sebelumnya, pengertian dari konjungtiva itu sendiri adalah
membrana mukosa yang melapisi bagian dalam kelopak mata (palpebra) dan
berlanjut ke batas korneosklera permukaan anterior bola mata. Sedangkan
pengertian konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang ditandai dengan
pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivitis mata nampak merah, sehingga
sering disebut mata merah.
Menurut sumber lainnya, Konjungtivitis atau mata memerah adalah salah satu
penyakit mata yang bisa mengganggu penderitanya sekaligus membuat orang lain
merasa tidak nyaman ketika berkomunikasi dengan si penderita. Semua orang dapat
tertular konjungtivis, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Yang bisa
ditularkan adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
Penularan terjadi ketika seorang yang sehat bersentuhan dengan seorang
penderita atau dengan benda yang baru disentuh oleh penderita tersebut. Oleh
karena itu, maka kita harus memahami tentang penyakit konjungtivitis agar dapat
memutus mata rantai dari penularannya.
1.2 Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara umum yaitu untuk
mengetahui tentang Konsep Dasar Medis dan Konsep Dasar Keperawatan tentang Konjungtivitis.
2.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan penulisan dari penyusunan makalah ini secara khusus adalah
sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui tentang
definisi Konjungtivitis.
b.
Untuk mengetahui tentang
klasifikasi dan etiologi Konjungtivitis.
c.
Untuk mengetahui tentang
patofisiologi Konjungtivitis.
d.
Untuk mengetahui tentang
manifestasi klinis Konjungtivitis.
e.
Untuk mengetahui tentang
pemeriksaan diagnostik Konjungtivitis.
f.
Untuk mengetahui tentang
penatalaksanaan Konjungtivitis.
g.
Untuk mengetahui tentang pencegahan
Konjungtivitis.
h.
Untuk mengetahui tentang
prognosis Konjungtivitis.
i.
Untuk mengetahui tentang
pengkajian pada pasien Konjungtivitis.
j.
Untuk mengetahui tentang
penyimpangan KDM Konjungtivitis
k.
Untuk mengetahui tentang diagnosa
keperawatan Konjungtivitis
l.
Untuk mengetahui tentang
intervensi dan rasional asuhan keperawatan Konjungtivitis.
1.3 Manfaat
a. Bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam berbagai proses
pembelajaran
b.
Bagi Pembaca
Bagi semua pembaca diharapkan mampu
menambah wawasan tentang asuhan keperatawan pada pasien dengan konjungtivitis
c. Bagi
pengembang ilmu
Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
pengembangan ilmu keperawatan
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Anatomi
Konjungtiva
Konjungtiva
merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata
dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali
bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea).
Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi
inflamasi. Konjungtiva terdiri dari
tiga bagian:
1)
konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior
dari palpebra).
2)
konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior
bola mata).
3)
forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan
antara bagian posterior palpebra dan bola mata) (Alamsyah, 2007).
Histologi Konjungtiva:
Lapisan epitel konjungtiva
terdiri dari dua hingga lima lapisansel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisanepitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di
dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiridari sel-sel
epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial
mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air
mata secara merata diseluruh prekornea.Sel-sel epitel basal berwarna lebih
pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapatmengandung pigmen.
Stroma konjungtiva
dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan
adenoid
mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur
semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa
tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini
menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata
asesori
( kelenjar Krause dan wolfring ), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar
lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di
forniks atas,dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi
atas tarsus atas
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri
siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas
dan – bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola
arterinya – membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk
pleksus limfatikus yang banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif
sedikit mempunyai serat nyeri. (Riordan-Eva, 2000).
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air
mata, menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan
melindungi mata dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier
epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat
pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit,
adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA
(Sihota, 2007). Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi
menjadi dua grup besar yaitu (Kanski, 2003):
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling
banyak ditemukan pada daerah inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva
tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis
inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar
asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini
terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada
sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena suhunya
yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan
bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan
medium yang baik (Sihota, 2007).
2.2 Definisi
§ Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi
bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.
Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan
pengobatan. (Effendi, 2008).
§ Konjungtivitis
adalah peradangan konjungtiva akibat suatu proses infeksi atau respon alergi.
(Corwin, 2001).
§ Konjungtivitis
adalah keradangan blateral konjungtiva yang beruang menurutmusim engan gambaran
spesifik hipertrofi papilerdi daerah tartus dan limbus (Soewono,1993:39)
§ konjungtivitis
adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada
konjungtivis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah. ( Brunner
& Suddart, 2000 )
§ Konjungtivitis
(konjungtivitis, pink eye) merupakan peradangan pada konjungtiva (lapisan luar mata dan lapisan dalam kelopak mata) yang
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, dan iritasi bahan-bahan kimia
(Anonim, 2009).
2.3 Klasifikasi
dan Etiologi
1. Konjungtivitis Bakteri
Terutama disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui
kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang
terkontaminasi.
2. Konjungtivitis Bakteri
Hiperakut
Neisseria gonnorrhoeae dapat
menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan mengancam
penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.
3. Konjungtivitis Viral
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang
paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus
sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan
folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain
biasanya tertular dalam 24-48 jam.
4. Konjungtivitis Alergi
Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap
serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga
dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi
setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma,
demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi.
Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi
sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering
memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap
kucing).
5. Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan
konjungtivitis gonore ).
Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang
baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah
a. Gonococ
b. Chlamydia ( inklusion blenore )
c. Staphylococus
Masa inkubasi bervariasi antara 3 – 6 hari
Gonore
: 1 – 3 hari
Chlamydia
: 5 – 12
hari
2.4 Patofisiologi
Konjungtiva karena lokasinya
terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu.
Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air
mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan
kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air
mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya
agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema
epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin
pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis
limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel –sel radang bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel – sel ini kemudian bergabung
dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang
menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur.
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh –
pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini
biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai
sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini
merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah
yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada
iris atau badan silier berarti kornea terkena.
2.5 Manifestasi
klinis
Secara
umum manifestasinya adalah :
§ Konjungtiva
yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran.
§ Konjungtivitis
karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih.
§ Konjungtivitis
karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.
§ Mata berair
§ Mata terasa
nyeri
§ Mata terasa
gatal
§ Pandangan
kabur
§ Terbentuk
keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
Menurut
klasifikasi manifestasinya adalah :
1. Konjungtivitis Bakteri
Gejalanya, dilatasi pembuluh darah, edema konjungtiva ringan, epifora dan
rabas pada awalnya encer akibat epifora tetapi secara bertahap menjadi lebih
tebal atau mukus dan berkembang menjadi purulen yang menyebabkan kelopak mata menyatu
dalam posisi tertutup terutama saat bangun tidur pagi hari. Eksudasi lebih
berlimpah pada konjungtivitis jenis ini. Dapat ditemukan kerusakan kecil pada
epitel kornea.
2. Konjungtivitis Bakteri
Hiperakut
Sering disertai urethritis. Infeksi mata menunjukkan sekret purulen yang
masif. Gejala lain meliputi mata merah, iritasi, dan nyeri palpasi. Biasanya
terdapat kemosis, kelopak mata bengkak, dan adenopati preaurikuler yang nyeri.
Diplokokus gram negatif dapat diidentifikasi dengan pewarnaan Gram pada sekret.
Pasien biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit untuk terapi topikal dan
sistemik.
3. Konjungtivitis Alergi
a.
Mata gatal
b.
Panas
c.
Mata berair
d.
Mata merah
e.
Kelopak mata bengkak.
f.
Pada anak biasanya disertai
riwayat atopi lainnya seperti rhinitis alergi, eksema, atau asma.
g.
Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil.
4. Konjungtivitis
Viral
Gejalanya : Pembesaran kelenjar limfe preaurikular, fotofobia dan sensasi
adanya benda asing pada mata. Epifora merupakan gejala terbanyak. Konjungtiva
dapat menjadi kemerahan dan bisa terjadi nyeri periorbital. Konjungtivitis
dapat disertai adenopati, demam, faringitis, dan infeksi saluran napas atas.
5. Konjungtivitis blenore
Tanda – tanda blenore adalah sebagai berikut:
a. Ditularkan dari ibu yang menderita penyakit GO.
b. Merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum.
c. Memberikan sekret purulen padat sekret yang
kental.
d. Terlihat setelah lahir atau masa inkubasi antara 12 jam
hingga 5 hari.
e. Perdarahan subkonjungtiva dan kemotik.
2.6 Diagnosa Banding Konjungtivitis
|
Konjungtivitis
|
Keratitis
|
Uveitis Anterior
|
Glaukoma Kongestif Akut
|
Visus
|
Normal
|
Tergantung letak infiltrat
|
Menurun perlahan, tergantung letak radang
|
Menurun mendadak
|
Hiperemi
|
konjungtiva
|
Perikornea
|
siliar
|
Mix injeksi
|
Epifora, fotofobia
|
-
|
+
|
+
|
-
|
Sekret
|
Banyak
|
-
|
-
|
-
|
Palpebra
|
Normal
|
Normal
|
normal
|
Edema
|
Kornea
|
Jernih
|
Bercak infiltrat
|
Gumpalan sel radang
|
Edema, suram (tidak bening), halo (+)
|
COA
|
Cukup
|
Cukup
|
Sel radang (+)
|
dangkal
|
H. Aquous
|
Normal
|
Normal
|
Sel radang (+), flare (+), tyndal efek (+)
|
Kental
|
Iris
|
Normal
|
Normal
|
Kadang edema (bombans)
|
Kripta menghilang karena edema
|
Pupil
|
Normal
|
Normal
|
miosis
|
Mid midriasis (d:5mm)
|
Lensa
|
Normal
|
Normal
|
Sel radang menempel
|
Keruh
|
Diagnosa
Banding Tipe Konjungtivitis yang lazim
Klinik&sitologi
|
Viral
|
Bakteri
|
Alergi
|
||
Gatal
|
Minim
|
Minim
|
Hebat
|
||
Hiperemia
|
Profuse
|
Sedang
|
Sedang
|
||
Eksudasi
|
Minim
|
Menguncur
|
Minim
|
||
Adenopati preurikular
|
Lazim
|
Jarang
|
Tidak ada
|
||
Pewarnaan kerokan & eksudat
|
Monosit
|
Bakteri, PMN
|
Eosinofil
|
||
Sakit tenggorokan
|
Kadang
|
Kadang
|
Tak pernah
|
||
Lakrimasi
|
++
|
+
|
+
|
||
2.7 Pemeriksaan
diagnostik
Laboratorium
§ Pemeriksaan
Sitologi melalui pewarnaan gram atau giemsa.
§ Pemeriksaan
darah (sel-sel eosinofil) dan kadar IgE.
2.8 Penatalaksanaan
§ Soewono
(1993) mengatakan bahwa Korikosteroit lokal merupakan pengobatan yang terbaik
untukmenghilangkan keluhan maupun gejala-gejala penderita konjungtivitis
vernal, namun penggunaan kortikosteroit sebaiknya diberikan setiap 2 jam selama
4 hari, untuk selanjutnya digantikan dengan obat-obat lain.
§ Kompres
selama 10menit beberapa kaliseharidapatmengurangi keluhan-keluhan penderita
konjungtivitis vernal
§ Disodium
cromoglycate 2% 4 kali sehari
§ Kortikostroit
dan anti histamin per oral dapat dianjurkan pada kasus-kasus yan berat.
Pengobatan
menurut klasifikasi :
1) Konjungtivitis Bakteri
Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik
tunggal, seperti gentamisin, kloramfenikol, folimiksin, dll. selama 3-5 hari.
Kemudian bila tidak memberikan hasil yang baik, dihentikan dan menunggu hasil
pemeriksaan.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4–5 kali sehari.
Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata disertai antibiotik spektrum obat salep luas tiap jam mata untuk tidur atau salep mata 4–5 kali sehari.
2) Konjungtivitis Bakteri Hiperakut
Penatalaksanaan keperawatan:
a. Pasien biasanya memerlukan perawatan di
rumah sakit untuk terapi topikal dan sistemik. Sekret dibersihkan dengan kapas
yang dibasahi air bersih atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam.
b. Kemudian diberi salep penisilin setiap ¼ jam.
Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dan terisolasi
Medika mentosa:
a. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk
larutan penisilin G 10.000 – 20.000 unti /ml setiap 1 menit sampai 30 menit.
b. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30
menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
c. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan
pengobatan gonokokus.
d. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik
yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut – turut negatif.
3) Konjungtivitis alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis
alergi awalnya diperlakukan seperti ringan sampai ada kegagalan terapi dan
menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai sedang
biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler
yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai
giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril)
ulkus kornea.3
a. Alergi
ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik
dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap
tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres dingin. Air mata
artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan yang
mungkin ada pada permukaan okuler.
b. Alergi
sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik
dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang timbul musiman dan berespon
terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan
antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah
degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai termasuk sodium
kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat yang
meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia
dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh
darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan
tambahan efek anti-peradangan.
c.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan
dengan kemunculan gejala menahun dan dihubungkan dengan peradangan yang lebih
hebat dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis
alergi yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis
harus dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten,
dimana memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat
digunakan bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell
stabilizer. Topikal NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi
yang lebih lanjut. Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap
mata termasuk penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan
tekanan intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru
seperti loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali
berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis
vernal.
4) Konjungtivitis viral
Beberapa pasien mengalami perbaikan gejala setelah pemberian
antihistamin/dekongestan topikal. Tersedia bebas di pasaran. Kompres hangat
atau dingin dapat membantu memperbaiki gejala.
5). Konjungtivitis blenore
Penatalaksanaan pada konjungtivitis blenore berupa pemberian penisilin
topikal mata dibersihkan dari sekret. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman
yaitu dengan membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan memberikan salep
kloramfenikol. Pengobatan dokter biasanya disesuaikan dengan diagnosis.
Pengobatan konjungtivitis blenore:
a. Penisilin
topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat
diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam
sampai terlihat tanda – tanda perbaikan.
b. Suntikan
pada bayi diberikan 50.000 U/KgBB selama 7 hari, karena bila tidak maka
pemberian obat tidak akan efektif.
c. Kadang –
kadang perlu diberikan bersama – sama dengan tetrasiklin untuk infeksi
chlamydia yang banyak terjadi.
2.9 Pencegahan
a.
Konjungtivitis mudah menular,
karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita
harus mencuci tangannya bersih-bersih.
b.
Usahakan untuk tidak menyentuh
mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit
c.
Jangan menggunakan handuk atau
lap bersama dengan penghuni rumah lain
d.
Gunakan lensa kontak sesuai
dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.
e.
Mengganti sarung bantal dan
handuk dengan yang bersih setiap hari.
f.
Hindari berbagi bantal, handuk
dan saputangan dengan orang lain.
g.
Usahakan tangan tidak
megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari
mengucek-ngucek mata.
h.
Bagi penderita konjungtivitis,
hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran
mata.
2.9.1 Komplikasi
Konjungtivitis
Penyakit radang mata yang tidak segera
ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan
menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang
tidak tertangani diantaranya:
1. glaukoma
2. katarak
3. ablasi
retina
4. komplikasi
pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis
seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi
pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada
konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan
meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu
penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
7. komplikasi
konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu
penglihatan
2.9.2 Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh
dengan sendirinya. Tanpa pengobatan biasanya sembuh 10-14 hari. Bila diobati,
sembuh dalam 1-3 hari. Konjungtivitis karena staphilokokus sering menjadi
kronis.
2.9.3 Asuhan
Keperawatan
Pengkajian
1.
Biodata.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, penanggung jawab.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, penanggung jawab.
2.
Riwayat kesehatan sekarang
a)
Keluhan Utama :
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan
kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar
terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
b)
Sifat Keluhan :
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
c)
Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Klien pernah
menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.
4. Riwayat
Kesehatan Keluarga.
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis)
a) Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis
yang meliputi:
1) Hiperemi
konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan megurang ke arah limbus.
2) Kemungkinan
adanya sekret:
a.
Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata
lengket saat bangun tidur.
b.
Berair/encer pada infeksi virus.
3) Edema
konjungtiva
4) Blefarospasme
5) Lakrimasi
6) Konjungtiva
palpebra (merah, kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
7) Konjungtiva
bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan pseudo membrane
pada infeksi pneumokok. Kadang –kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil
– kecil baik di konjungtiva palpebra maupun bulbi yang biasanya disebabkan
pneumokok atau virus.
8) Pemeriksaan
visus, kaji visus klien dan catat derajat pandangan perifer klien karena jika
terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus.
2.9.4 Diagnosa keperawatan
1.
Perubahan kenyamanan (nyeri)
berhubungan dengan peradangan konjungtiva, edema, dan pruritus.
Kriteria hasil :
o
Nyeri berkurang atau
terkontrol.
o
Skala nyeri 0-1
o
Pasien tampak ceria
o Klien dapat beradaptasi dengan keadaan yang sekarang.
o Mengungkapkan peningkatan kenyamanan di daerah mata.
o Berkurangnya lecet karena garukan.
o Penyembuhan area mata yang telah mengalami iritasi.
o
Berkurangnya kemerahan.
Rencana tindakan
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
R/ untuk menentukan pilihan
intervensi yang tepat.
2. Ajarkan klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan
teratur.
R/ Berguna dalam intervensi
selanjutnya.
3. Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman aman dan tenang
R/ Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan
mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
4. Kompres tepi palpebra ( mata dalam keadaan tertutup ) dengan larutan salin
selama kurang lebih 3 menit.
R/ melepaskan eksudat yang
lengket pada tepi palpebra.
5.
Usap eksudat secara perlahan
dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu
kali.
R/ membersihkan palpebra dari
eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.
6.
Beritahu klien agar tidak
menutup mata yang sakit.
R/ mata yang tertutup
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
7.
Anjurkan klien menggunakan
kacamata ( gelap ).
R/ pada klien fotobia,
kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga
sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata
dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.
8.
Anjurkan pada klien wanita
dengan konjungtivitis alergi agar menghindari atau mengurangi penggunaan tata
rias hingga semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi
sumber alergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata pelindung bagi klien
yang bekerja dengan bahan kimia iritan.
R/mengurangi ekspose alergen
atau iritan.
9.
Kaji kemampuan klien
menggunakan obat mata dan ajarkan lien cara menggunakan obat mata dan ajarkan
klien cara menggunakan obat tetes mata atau salep mata.
R/mengurangi resiko kesalahan
penggunaan obat mata.
10. Kolaborasi dalam pemberian Antibiotik dan analgesik.
R/ mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis infekstif dan mencegah
infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang
hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya
kelopak mata pada siang hari.analgesik digunakan untuk mengurangi /
menghilangkan nyeri
2. Gangguan
peningkatan suhu tubuh b/d proses peradangan/ konjungtivitis
Kriteria hasil
Suhu tubuh normal 36o – 37oC
Wajah tampak ceria
Intervensi :
a.
Kaji saat timbulnya demam.
Rasional :
untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b.
Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan)
setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum pasien.
c.
Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24
jam.±7).
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
d.
Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
e.
Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang
tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan
tubuh.
f.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti
piretik
Rasional : pemberian terapi penting bagi pasien dengan
suhu tinggi.
3.
Gangguan konsep diri
(body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata
Kriteria Hasil:
a. Klien
dapat menghargai situasi dengan cara realistis tanpa penyimpangan.
b. Klien
dapat mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan
yang positif.
Rencana tindakan
1)
Kaji tingkat penerimaan klien.
R/ untuk mengetahui tingkat
ansietas yang dialami oleh klien mengenai perubahan dari dirinya.
2)
Ajak klien mendiskusikan
keadaan atau perasaan yang dialaminya.
R/ membantu pasien atau orang
terdekat untuk memulai menerima perubahan.
3)
Catat jika ada tingkah laku
yang menyimpang.
R/ kecermatan akan
memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa
duka dalam berbagai cara yang berbeda.
4)
Jelaskan perubahan yang
terjadi berhubungan dengan penyakit yang dialami.
R/ memberikan penjelasan
tentang penyakit yang dialami kepada pasien/orang terdekat sehingga ansietas
dapat berkurang.
5)
Berikan kesempatan klien untuk
menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
R/ menyediakan,
menegaskan kesanggupan dan meningkatkan kepercayaan diri klien.
4.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakitnya
Kriteria hasil :
a. Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakitnya.
b. Klien dapat menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
c. Menggunakan mekanisme koping yang efektif.
Rencana tindakan
1)
Kaji tingkat ansietas atau
kecemasan.
R/ Bermanfaat dalam penentuan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan
klien.
2)
Beri penjelasan tentang proses
penyakitnya.
R/ Meningkatkan pemahaman klien
tentang proses penyakitnya.
3)
Beri dukungan moril berupa doa
terhadap pasien.
R/ Memberikan perasaan tenang
kepada klien.
4)
Dorong pasien untuk mengakui
masalah dan mengekspresikan perasaan.
R/ Memberikan kesempatan untuk
pasien menerima situasi yang nyata, mengklarifikasi
kesalahpahaman dan pemecahan masalah.
5)
Identifikasi sumber atau orang
yang menolong.
R/ Memberi penelitian bahwa
pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
5.
Resiko terjadinya penyebaran
infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
Kriteria
hasil :
a. Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Rencana tindakan
1)
Bersihkan kelopak mata dari
dalam ke arah luar.
R/ Dengan membersihkan mata
dan irigasi maka mata menjadi bersih.
2)
Berikan antibiotika sesuai
dosis dan umur.
R/ Pemberian antibiotika
diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi
3)
Pertahankan tindakan septik
dan anseptik.
R/ Diharapkan tidak terjadi
penularan baik dari pasien ke perawat maupun dari perawat ke
pasien.
4)
Beritahu klien mencegah
pertukaran sapu tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain.
Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tisu ini harus dibuang
setelah pemakaian satu kali saja.
R/ Meminimalkan risiko
penyebaran infeksi.
5)
Ingatkan klien untuk tidak
menggosok mata yang sakit atau kontak sembarangan dengan mata.
R/ Menghindari
penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.
6)
Beritahu klien teknik cuci
tangan yang tepat.
R/: menerapkan prinsip
higienis
7)
Anjurkan klien untuk mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau
handuk bersih.
R/: mencegah infeksi
8)
Beritahu klien untuk
menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa menyentuhkan ujung botol
pada mata/bulu mata klien.
R/ Prinsip higienis perlu
ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman sehinggaa penyebaran
infeksi dapat dicegah.
9)
Bersihkan alat yang digunakan
untuk memeriksa klien.
R/ Mencegah infeksi silang
pada klien yang lain.
6.
Resiko tinggi cedera b/d
fotophobia
Kritera hasil :
a. Cedera tidak terjadi.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko
cedera.
c. Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan
pengamanan untuk mencegah cedera.
Rencana tindakan
1)
Batasi aktivitas seperti
menggerakan kepala tiba – tiba, menggaruk mata, membungkuk.
R/ menurunkan resiko jatuh
atau cidera.
2)
Orientasikan pasien terhadap
lingkungan dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
R/ mencegah cidera,
meningkatkan kemandirian.
3)
Atur lingkungan sekitar
pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
R/ meminimalkan resiko cedera,
memberikan rasa nyaman bagi pasien.
4)
Awasi atau temani pasien saat
melakukan aktivitas.
R/ mengontrol kegiatan pasien
dan menurunkan bahaya keamanan.
5)
Bersihkan sekret mata dengan
cara yang benar.
R/ sekret mata akan membuat
pandangan kabur.
6)
Perhatikan keluhan penglihatan
kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata dan salep mata.
R/ Memberikan informasi pada
klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat
mata.
7)
Gunakan kacamata gelap.
R/ Mengurangi fotofobia
yang dapat mengganggu penglihatan klien.
DAFTAR PUSTAKA
- Ilyas DSM, Sidarta,. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1998
- http://www.scribd.com/doc/29896570/Definisi-Etiologi-Klasifikasi-Dan-Patofisiologi-Konjungtivitis
- https://online.epocrates.com/u/291168/Acute+conjunctivitis/Summary/Highlights
- Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
- American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern: conjunctivitis, 2nd ed. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2003
- Buku saku dasar patologis penyakit, robbins & cotran, edisi 7, EGC: Jakarta, 2008.
- http://www.4shared.com/document/4iB3gm3a/Konjungtivitis.htm
- Sirajuddin, Junaedi. Bagian Mata FKUH. Konjungtivitis.
- http://media.mansmed.com/details.php?image_id=41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar