BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan
atau trauma mata (Sidarta, 2005)
2.2 Klasifikasi trauma
- Trauma Mekanik
a.
Trauma Tumpul : Trauma
pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras
maupun tidak keras. Taruma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi dan non
perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita dan
palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa,
korpus vitreus, retina dan nervus optikus (N.II)).
b.
Trauma Tajam : Trauma
pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata.
- Trauma Kimia
a.
Trauma Kimia Asam: trauma pada mata akibat substansi
yang bersifat asam.
b.
Trauma Kimia Basa: trauma pada mata akibat substansi
yang bersifat basa.
- Trauma Fisis
a.
Trauma termal: misalnya panas api, listrik, sinar las,
sinar matahari.
b.
Trauma bahan radioaktif: misalnya sinar radiasi bagi
pekerja radiologi.
2.3 Etiologi
Trauma mata dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya :
- Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
- Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan proses pengelasan, dan peluru.
- Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang masuk ke mata.
·
Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat, asam hidroklorida, asam nitrat, asam
asetat, asam kromat, asam hidroflorida).
·
Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan
pembersih lantai, kapur, lem perekat.
2.4 Tanda dan Gejala
Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
A.
Trauma Tumpul
a.
Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola
mata dan 7 ruas tulang yang membentuk dinding orbita (lakrimal, ethmoid,
sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus.
Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan
terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam
rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b.
Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola
mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.
Kelopak mempunyai lapis
kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi
selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.
Gangguan penutupan kelopak
(lagoftalmos) akan
mengakibatkan keringnya
permukaan mata sehingga terjadi keratitis.
Jika pada
palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c.
Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan
kelopak bagian belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan
oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan
subkonjungtiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva
terkena trauma.
d.
Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan dan terdiri dari beberapa lapisan.
Dipersarafi oleh banyak saraf.
Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh,
erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan
nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat
muncul akibat trauma pada kornea.
e.
Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang
diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus
sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah
arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial
inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior
ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan
siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar
posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis
(iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika trauma mengenai
iris.
f. Lensa : Lensa merupakan badan yang bening.
Secara fisiologik lensa
mempunyai sifat tertentu, yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting
dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan, terletak
di tempatnya.
Secara patologik jika lensa terkena trauma akan
terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan tempat).
g.
Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.
h.
Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas
penyebaran daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian
retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea
(bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting untuk
tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang
merupakan reflek fovea.
Secara patologik jika retina terkena trauma akan
terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu
dan penurunan tekanan bola mata.
i.
Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio)
sehingga menimbulkan kebutaan
B.
Trauma Tajam
a.
Orbita : kebutaan, proptosis (akibat perdarahan
intraorbital), perubahan posisi bola mata.
b.
Palpebra : ptosis yang permanen (jika mengenai levator
apoeurosis)
c.
Saluran lakrimal : gangguan sistem eksresi air mata.
d.
Konjungtiva : robekan konjungtiva, perdarahan
subkonjungtiva.
e.
Sklera : pada luka yang agak besar akan terlihat
jaringan uvea (iris, badan silier dan koroid yang berwarna gelap).
f.
Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus :
laserasi kornea yan g disertai penetrasi kornea, prolaps jaringan iris,
penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.
g.
Koroid dan kornea : luka perforasi cukup luas pada
sklera, perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
C.
Trauma Kimia
Asam
·
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi
koagulasi protein epitel kornea
Basa/Alkali
·
Kebutaan
·
Penggumpalan
sel kornea atau keratosis
·
Edema
kornea
·
Ulkus
kornea
·
Tekanan
intra ocular akan meninggi
·
Hipotoni
akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar
·
Membentuk
jaringan parut pada kelopak
·
Mata
menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar
asesoris air mata
·
Pergerakan
mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang
akan menarik bola mata
·
Lensa
keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa
2.5 Pemeriksaan
Penunjang
a.
Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan
pencatatan ketajaman penglihatan.
b.
Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen
anterior bola mata.
c.
Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea,
sehingga cedera kelihatan jelas.
d.
Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.
e.
Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan
oftalmoskop indirek : untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler.
f.
Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang
keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anastesi pada mata
yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji
menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat
perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g.
Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk
mengetahui posisi benda asing.
h.
Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada
tidaknya degenerasi pada retina.
i.
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan
sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau
kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
j.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji
nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).
k.
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji
struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.
l.
Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada
trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda
asing.
m.
Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.
2.6 Penatalaksanaan
1.
Trauma
tumpul
a.
Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk
menimbulkan gravitasi guna membantu keluarnya hifema dari mata.
b.
Berikan kompres es.
c.
Pemnatauan tajam penglihatan.
d.
Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk
menurunkan kemungkinan perdarahan ulang.
e.
Batasi membaca dan melihat TV.
f.
Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi
sempurna.
g.
Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik,
perbincangan.
h.
Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
i.
Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk
mengistirahatkan mata.
j.
Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
k.
Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini
mungkin indikasi perdarahan ulang.
l.
Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
·
Indikasi Parasentesis
o
Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o
Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan
perawatan konvensional selama 5 hari.
o
Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang
tidak dapat diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma
o
Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2.
Trauma tajam
Penatalaksanaan
sebelum tiba di RS
a.
Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa
kontak.
b.
Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan
penekanan bola mata.
c.
Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan
lanjutan.
d.
Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi
tindakan operasi.
Penatalaksanaan
setelah tiba di RS
a.
Pemberian antibiotik spektrum luas.
b.
Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik
sesuai indikasi.
c.
Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d.
Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau
intraokuler (bila mata intak).
e.
Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan
jenis cedera.
3.
Trauma kimia
a.
Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas
lakmus.
b.
Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn
osmolaritas tinggi seperti larutan amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer
(BSS atau Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.
c.
Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan
mengandung CaOH berikan EDTA.
d.
Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
e.
Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan
diberikan antibiotik tetes mata, analgesic oral dan perban mata.
f.
Luka sedang diberi siklopegi.
g.
Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
h.
Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Catatan :
1.
6 tahapan penatalaksanaan trauma
mata :
a.
Irigasi
b.
Reepitalisasi
kornea
c.
Mengendalikan
proses peradangan
d.
Mencegah
terjadinya infeksi
e.
Mengendalikan
TIO
f.
Menurunkan
nyeri : sikloplegik
2.
Patofisiologi Trauma Kimia
v Trauma Asam :
Pada minggu pertama:
·
Terjadi
koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea,
demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein
ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
·
Akibat
koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas.
·
Koagulasi
protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma kornea,
keratosit dan endotel kornea.
·
Bila
terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea, iritis
dan katarak.
·
Bila
trauma disebabkan karena asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh.
·
Bila
trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi
sel radang kedalamnya. Infiltrasi sel kedalam stroma oleh bahan asam terjadi
dalam waktu 24 jam.
·
Beberapa
menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi hiperemi
dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.
·
Tekanan
bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian akan menjadi normal
atau merendah.
Trauma Asam pada minggu 1-3:
·
Umumnya
trauma asam mulai sembuh pada minggu ke 1-3 ini.
·
Pada
trauma asam yang berat akan terbentuk tukak kornea dengan vaskularisasi yang
bersifat progresif.
·
Keadaan
terburuk pada trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada
kornea.
Trauma Asam sesudah 3 minggu:
·
Trauma
asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
·
Pada
endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan
kerusakan endotel.
Akibat
trauma asam diketahui bahwa perubahan reaksi biokimia ditentukan oleh jenis
anion asam yang menyebabkan trauma. Asam merusak dan memutus ikatan
intramolekul protein, dan protein yang berkoagulasi merupakan barier terhadap
penetrasi lanjut daripada asam kedalam jaringan. Diketahui asam sulfur
mengakibatkan kadar mukopolisakarida jaringan menurun. Bila trauma disebabkan
oleh HCl, maka pH cairan mata turun sesudah trauma berlangsung 30 menit. Pada
trauma asam tidak terdapat gangguan pembentukan jaringan kolagen. Padda trauma
asam berat yang merusak badan silier akan terjadi penurunan kadar askorbat
dalam cairan mata dan kornea.
v Trauma
Basa :
Keadaan akut
yang terjadi pada minggu pertama :
·
Sel membran rusak.
·
Bergantung pada kuatnya alkali dapat mengakibatkan
hilangnya epitel, keratosit, saraf kornea dan pembuluh darah.
·
Terajdi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier
dan epitel lensa.
·
Trauma berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi
·
TIO akan meninggi.
·
Hipotoni akan terjadi, bila terjadi kerusakan pada
badan silier.
·
Kornea keruh dalam beberapa menit.
·
Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear,
monosit dan fibroblas.
Keadaaan
pada minggu kedua dan ketiga :
·
Mulai terjadi regenerasi epitel konjungtiva dan
kornea.
·
Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea disertai
dengan sel radang.
·
Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali
·
Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblas memasuki
kornea dengan terbentuknya kolagen
·
Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi
pada iris dan badan siliar sehingga terjadi fibrosis.
Keadaan pada
minggu ke-3 dan selanjutnya:
·
Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea
tertutup oleh pembuluh darah.
·
Jaringan pembuluh darah membawa bahan nutrisi dan
bahan penyembuhan jaringan seperti protein dan fibroblas
·
Akibat daripada terdapatnya jaringan dengan
vaskularisasi ini, tidak akan terjadi perforasi kornea.
·
Mulai terjadi pembentukan pannus pada kornea.
·
Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema
kornea.
·
Terdapat membran retrokornea, iritis dan membran
siklitik
·
Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan
gejala-gejalanya.
·
Tekanan bola mata dapat rendah atau tinggi.
3. Prognosis
trauma kimia
Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya
ditentukan oleh bahan alkali penyebab trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi
trauma basa pada mata untuk menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.
Klasifikasi
Huges
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
· Prognosis baik.
· Terdapat erosi epitel kornea.
· Pada kornea terdapat kekeruhan yang ringan.
· Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun
konjungtiva.
|
·
Prognosis
baik
·
Terdapat
kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara terperinci
·
Terdapat
iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
|
·
Prognosis
buruk
·
Akibat
kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat
·
Konjungtiva
dan sklera pucat
|
Klasifikasi
Thoft
Derajat 1
|
Derajat 2
|
Derajat 3
|
Derajat 4
|
·
terjadi
hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
|
·
terjadi
hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
|
·
terjadi
hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea
|
·
konjungtiva
perilimal nekrosis sebanyak 50%
|
Luka bakar alkali derajat 1 dan 2
akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya neovaskularisasi kedalam
kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu sembuh berbulan
bulan bahkan bertahun-tahun.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas
pasien meliputi nama, usia (dpt terjadi pada semua usia), pekerjaan (tukang
las,pegawai pabrik obat,dll),jenis kelamin (kejadian banyak pada laki-laki).
2. Keluhan
utama
Klien dapat mengeluh adanya
penurunan penglihatan, nyeri pada mata,
keterbatasan gerak mata.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM dapat
menyebabkan infeksi yang terjadi pada mata sulit sembuh, riwayat hipertensi.
4. Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu dikaji adalah trauma
disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau mekanik, tindakan apa yang sudah
dilakukan pada saat trauma terjadi.
5. Riwayat psikososial
Pada umumnya klien mengalami
berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan ketakutan akan terjadinya
kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin kebutaan. Klien
juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.
6.
Pemeriksaan
fisik
a. B1(Breath)
Pada sistem ini tidak didapatkan
kelainan (tdk ada gangguan pada sistem pernafasan.
b.B2 (Blood)
Tidak ada gangguan perfusi, adanya
peningkatan nadi/tekanan darah dikarenakan pasien takut dan cemas.
c.B3 (Brain)
Pasien merasa pusing atau nyeri
karena adanya peningkatan TIO.
d.B4 (Bladder)
Kebutuhan eliminasi dalam batas
normal.
e.B5 (Bowel)
Tidak ditemukan perubahan dalam
sistem gastrointestinal.
f.B6 (Bone)
Ekstremitas atas dan bawah tidak
ditemukan adanya kelainan.
g. Pemeriksaan khusus pada mata :
a) visus
(menurun atau tidak ada),
b) gerakan
bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan bolam mata)
c) konjungtiva
bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis)
d) kornea
( adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)
3.2 Diagnosis
Keperawatan
Trauma Tumpul
1. Nyeri
berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder terhadap trauma tumpul
2. Resiko
terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan patologi vaskuler
okuler
3. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan
4. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan
proses penyakit
Trauma Tajam
1. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman
penglihatan
2. Gangguan
Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ
indera.
3. Resiko
tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasif
Trauma Kimia
1. Nyeri
akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular
2. Gangguan
persepsi-Sensori Penglihatan b /d kerusakan pada kornea
3. Kurangnya
pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Carpenito,
L.J. (2007). Rencana Asuhan &
Dokumentasi Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC
2.
Doengoes,
Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company.
3.
Darling,
V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan
Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.
4.
Ilyas,
Sidarta. (2005). Kedaruratan Dalam
Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
5.
Wijana,
Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta : FKUI Jakarta
6.
http:///www.rusdi
.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar