Minggu, 10 Februari 2013

ASKEP ASMA BRONKHIAL



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan sensitifnya trakea dan cabang-cabangnya (hipereaktivitas bronkus) terhadap berbagai rangsangan. Rangsangan ini dapat menimbulkan obstruksi saluran napas yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi dan dapat membaik dengan atau tanpa diobati. Pada kelainan ini berperan berbagai sel inflamasi antara lain sel mast dan eosinofil. Penyakit asma dapat terjadi pada berbagai usia baik laki-laki maupun perempuan.
Angka kejadian asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obat asma banyak dikembangkan. Di negara maju angka kesakitan dan kematian karena asma juga terlihat meningkat. Tanggal 4 Mei 2004 ditetapkan oleh Global Initiative in Asthma (GINA) sebagai World Asthma Day (Hari Asma se-Dunia). Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), penyandang asma di dunia mencapai 100-150 juta orang. Jumlah ini diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun.
Di negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Singapura, bronkitis, emfisema dan asma merupakan penyebab kematian ke delapan. Penelitian di Amerika Serikat mendapatkan prevalensi asma sekitar 3%, sementara di Inggris angkanya adalah sekitar 5%. Penelitian pada guru-guru di India menghasilkan prevalensi asma sebesar 4,1 %, sementara laporan dari Taiwan menunjukkan angka 6,2%.
National Health Interview Survey di Amerika Serikat memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap bronkitis kronik, Iebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang menderita salah satu bentuk asma. Di tahun 1981 di Amerika Serikat dilaporkan ada 60.000 kematian akibat PPOM dan keadaan yang berhubungan dengannya. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing infeksi paru 7,2%, PPOK 4,8%, tuberkulosis 3,0%, kanker, paru/trakea/bronkus, 2,1%, dan asma 0,3%.
Peningkatan penderita asma bronchial juga terjadi di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan di Journal of Allergy and Clinical Immunology tahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma di USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat sangat dibutuhkan.
Baru-baru ini Howarth dan rekan menemukan bahwa ekspresi dari sitokin yang disebut tumor necrosis factor alpha (TNF-α) pada saluran napas berkaitan dengan tingkat keparahan asma. TNF-α adalah salah satu sitokin inflamasi yang berhubungan dengan alergi. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa penderita asma berat memiliki TNF-α yang lebih tinggi konsentrasinya dibandingkan dengan orang normal. Pada penderita asma berat ditemukan bahwa tingkat ekspresi gen TNF-α lebih besar daripada pada penderita asma sedang maupun yang terkontrol, meskipun telah dilakukan terapi kortikosteroid dosis tinggi. Penelitian Berry dan rekan kemudian membuktikan bahwa TNF-α adalah efektor utama hiperresponsivitas bronkial pada penderita asma yang sulit disembuhkan dengan terapi kortikosteroid. Namun faktor TNF-α ini tidak berlaku pada semua tipe asma. Berbeda dengan pada asma berat, pada asma sedang, jumlah TNF-αnya sama dengan penderita asma yang terkontrol.

1.2  Tujuan

1.    Mengetahui dan memahami tentang proses penyakit, pengertian, penyakit dan perawatan dari Asma.
2.    Mengetahui dan memahami proses keperawatan yang dimulai dengan pengkajian, masalah keperawatan yang muncul, rencana dan tindakan keperawatan yang diberikan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan.
 
 
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Defenisi

Asma Bronkhiale adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai cirri bronkospasme periodic terutama pada percabangan tracheobronchial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2008).
Sedangkan menurut Muttaqin, (2008) Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah – ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Sedangkan menurut Reeves, (2001) Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi atau peradangan dan hiperresponsif.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat di simpulkan bahwa Asma Bronkhial adalah suatu obstruksi jalan nafas yang bersifat revesibel, yang mengalami gangguan pada saluran Bronchial yang mempunyai ciri Bronkospasme periodic terutama pada percabangan Trakeobronkhial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.

2.2  Etiologi

Penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika ada rangsangan baik fisik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan menghindari rangsangan atau factor pencetus yang dapat menimbulkan asma.
Menurut Somantri, (2008) faktor–faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Alergen utama, seperti  Debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
2.    Iritas seperti asap, bau–bauan, dan polutan.
3.    Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
4.    Perubahan cuaca yang ekstrim.
5.    Aktifitas fisik yang berlebihan.
6.    Lingkungan kerja.
7.    Obat–obatan.
8.    Emosi.
9.    Lain–lain : Seperti refluks gastro esofagus.


2.3  Klasifikasi
Menurut Mansjoer, (2000), klasifikasi asma terdiri dari dua tipe penyebab dasar yaitu :
1.    Immunologi/asma alergik yang terjadi pada anak–anak, biasanya mengikuti penyakit alergik yang lain seperti eksim (80–85%) anak-anak dengan eksim mengalami hay fever atau asma pada usia enam tahun. Penderita asma alergik dianggap sebagai atopik. Serangan dicetuskan oleh kontak dengan allergen pada penderita yang sensitive.
2.    Asma Non Immunologik atau non alergik biasanya terjadi pada orang dewasa diatas 35 tahun, serangan seringkali dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang bronchus.

2.4  Patofisiologi / WOC

Asma akibat alergi bergantung kepada respons immunoglobulin (Ig) E yang dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul Ig E yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bronchiale bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu. Akan tetapi, jika sensitivisasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang baik, sehingga sejumlah alergen yang mengganggu dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas (Somantri, 2009).
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologi saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatkan volume residu, Kapasitas Residu Fungsional (KRF) dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati Kapasitas Paru Total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar ventilasi tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini di perlukan otot-otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara objektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik Pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang dapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma subklinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen tubuh melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratori.
Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran nafas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot – otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (Hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal nafas.
Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolic dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shuting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran nafas pada asma akan menimbulkan hal – hal sebagai berikut :
1.    Gangguan ventilasi berupa Hipoventilasi.
2.    Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru.
3.    Gangguan difusi gas ditingkatan alveoli. Ketiga factor tersebut akan mengakibatkan Hipoksemia, Hiperkapnia, dan Asidosis Respiratorik pada tahap yang sangat lanjut (Tjokronegoro, 2001).

   

2.5  Manifestasi Klinis

Triad Asma yaitu dispnea, batuk, dan mengi (bengek atau sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada. Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak nafas, maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan menderita asma. Gejala klinis pasien yang menderita asma :
1.    Gambaran objektif yang ditemukan perawat adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti dibawah ini yaitu Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang serta wheezing, dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan, bernafas menggunakan otot–otot nafas tambahan, sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus, fase ekspirasi memanjang disertai Wheezing (dipeks dan hilus).
2.    Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluh sukar bernafas, sesak, dan anoreksia.
3.    Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya (Somantri, 2008).
Serangan seringkali terjadi pada malam hari, pasien terbangun dan merasa tercekik, bronkospasme dan penyempitan jalan nafas menyebabkan wheezing saat inhalasi, pasien menggunakan otot–otot tambahan untuk bernafas dan mungkin membungkuk kedepan untuk dapat bernafas dengan baik, sianosis dapat timbul, serangan biasanya menghilang dalam 30–60 menit pada batuk dan mengeluarkan sputum kental dalam jumlah banyak (Mansjoer, 2000).

2.6  Pemeriksaan Diagnostik

Secara umum diagnosis asma tidak sulit, terutama bila dijumpai gejala   yang klasik seperti sesak napas, batuk dan mengi. Adanya riwayat asma sebelumnya, riwayat penyakit alergi seperti rhinitis alergik dan keluarga yang menderita penyakit alergi dapat memperkuat dengan penyakit asma. Pada anamesis perlu ditanyakan mengenai faktor pencetus serangan (Mansjoer, 2000).
Mansjoer (2000), memaparkan pemeriksaan penunjang yang penting dalam asma bronchial adalah :
1.    Spirometri, untuk menunjukan adanya obstruksi jalan nafas reversible.
2.    Tes provokasi  bronchiale, untuk menunjukan adanya hiperaktivias bronchus.
3.    Pemeriksaan tes kulit.
4.    Pemeriksaan kadar imonoglobulin (Ig.E) dan sputum
5.    Pemeriksaan radiologi.
6.    Analisa gas darah.
7.    Pemeriksaan Eoseonofil dan total dalam darah
8.    Pemeriksaan sputum.



2.7  Penatalaksanaan

Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).  Tujuan :
1.    Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
2.    Mencegah eksaserbasi akut;
3.    Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin; 
4.    Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
5.    Menghindari efek samping obat;
6.    Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
7.    Mencegah kematian karena asma.
8.    Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya.
Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien  sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan.
Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu:
1.    KIE dan hubungan dokter-pasien
2.    Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko
3.    Penilaian, pengobatan dan monitor asma
4.    Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut
5.    Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll.
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.
1.    Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.  Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah :
a.    Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat  dan ipratropium bromida)
b.    Kortikosteroid sistemik
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral.
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari.
Pada serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).
2.  Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
a.    Edukasi
Edukasi yang diberikan mencakup :
1)   Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
2)   Mengenali gejala serangan asma secara dini
3)   Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya
4)   Mengenali dan menghindari faktor pencetus
5)   Kontrol teratur
b.  Obat asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
1)   Inhalasi kortikosteroid
2)   β2 agonis kerja panjang
3)   Antileukotrien
4)   Teofilin lepas lambat




Tabel 1. Jenis Obat Asma
Jenis obat             
Golongan
Nama generic
Bentuk/kemasan obat
Pengontrol
(Antiinflamasi)
















Pelega
(Bronkodilator)

Steroid inhalasi

Antileukokotrin

Kortikosteroid sistemik

Agonis beta-2
kerjalama

kombinasi steroid dan
Agonis beta-2
kerjalama

Agonis beta-2 kerja cepat






Antikolinergik

Metilsantin



Kortikosteroid sistemik
Flutikason propionat
Budesonide

Zafirlukast


Metilprednisolon
Prednison

Prokaterol
Formoterol
Salmeterol

Flutikason +Salmeterol.
Budesonide + formoterol




Salbutamol


Terbutalin



Prokaterol

Fenoterol
Ipratropium bromide

Teofilin
Aminofilin
Teofilin lepas lambat

Metilprednisolon
Prednison
IDT
IDT, turbuhaler

Oral(tablet)


Oral(injeksi)
Oral

Oral
Turbuhaler
IDT

IDT
Turbuhaler




Oral, IDT, rotacap solution

Oral, IDT, turbuhaler, solution, ampul (injeksi)

IDT

IDT, solution
IDT, solution

Oral
Oral, injeksi
Oral

Oral, inhaler
Oral

IDT      :  Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer
Solution:  Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser
Oral     :  Dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi :  Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma terkontrol akan tetap terjaga, sedangkan pada anak dapat menggunakan olahraga lain yang menunjang kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol (tabel 2).

Tabel 2. Ciri-ciri Tingkatan Asma

Tingkatan Asma Terkontrol
Karakteristik
Terkontrol
Terkonrol
 Sebagian
Tidak
Terkonrol
Gejala harian
Tidak ada (dua kali atau kurang perminggu)
Lebih dari dua kali seminggu
Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu – waktu dalam seminggu
Pembatasan aktivitas
Tidak ada
Sewaktu-waktu dalam seminggu
Gejala nokturnal/gangguan tidur (terbangun)
Tidak ada
Sewaktu – waktu dalam seminggu
Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue
Tidak ada (dua kali atau kurang dalam seminggu)
Lebih dari dua kali seminggu


Fingsi Paru (PEF atau
FEV1*)
Normal
< 80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)
Eksaserbasi
Tidak ada
Sekali atau lebih dalm setahun**)
Sekali dalam seminggu***)

Keterangan :
 *)    Fungsi paru  tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**)    Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
        adekwat
***)    Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma takterkontrol
Sumber : GINA 2006

2.8  Komplikasi

Keto Bapada (2011), menjelaskan bahwa komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Asma, yaitu : Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara (pektus karinatum/piegon chest) dan tampak sulkus Harrison. Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiaktasis, dan bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus-menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, yang biasa disebut status asmatikus, bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernapasan, dan kegagalan jantung.
Keadaaan rujukan :
1.    Respons bronkodilator tidak segera , ada tapi kurang dari 3 jam.
2.    Setelah pemberian kortikosteroid tidak ada perbaikan dalam 2-6 jam.
3.    Pulsus paradoksus > 155 mmHg.
4.    Saturasi O2 < 91 %.
5.    Dispnea berat.
6.    Sianosis.
7.    Kesadaran menurun

2.9  Prognosis

Rhezvolution, (2009), menjelaskan bahwa mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).
Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.

2.10   Proses Keperawatan

1.    Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a.    Riwayat kesehatan yang lalu :
1)   Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2)   Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
3)   Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b.    Breathing (B1)
1)   Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
2)   Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
3)   Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
4)   Adanya bunyi napas mengi.
5)   Adanya batuk berulang.
c.  Blood (B2)
1)   Adanya peningkatan tekanan darah.
2)   Adanya peningkatan frekuensi jantung.
3)   Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
4)   Kemerahan atau berkeringat.
d.  Brain (B3)
1)   Compos mentis
2)   Ansietas.
3)   Ketakutan.
4)   Peka rangsangan.
5)   Gelisah
e.  Bladder (B4)
Tidak mengalami gangguan
f.  Bowel (B5)
1)   Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
2)   Penurunan berat badan karena anoreksia.
g.  Bone (B6)
1)   Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2)   Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
3)   Tidur dalam posisi duduk tinggi.
h.  Hubungan sosal
1)   Keterbatasan mobilitas fisik.
2)   Susah bicara atau bicara terbata-bata.
3)   Adanya ketergantungan pada orang lain.
i.   Seksualitas
Penurunan libido

2.    Diagnosa Keperawatan
Menurut Dongoes (1999), resiko (kemungkinan) diagnosa yang umum pada pasien dengan asma bronchiale, antara lain :
a.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumalasi secret.
b.    Pola nafas inefektif berhubungan dengan dyspnoe.
c.    Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan anoreksia.
d.   Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatnya system imunitas.
e.    Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
f.     Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g.    Perubahan  kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan stimulasi pada RAS.
h.    Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurangnya informasi.



3.    Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa  Kepetawatan
Perencanaan
Tujuan Dan Kriteria Standar
Intervensi
Rasional
1
2
3
4
5
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Pasien akan mampu menunjukan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan dengan kriteria hasil :
1.         Sesak berkurang/hilang
2.         Pernafasan teratur frekuensi 16 – 20 x/m
3.         Sputum tidak ada
4.         Tidak ada batuk
5.         Tidak ada wheesing
1.         Kaji dan Observasi suara nafas
2.        Observasi frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
3.        Ajarkan teknik batuk efektif

4.        Atur posisi semifowler

5.        Ajarkan pasien untuk mempertahankan kebersihan lingkungan dari debu, asap, bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu
1.     1.     Berguna untuk mengetahui bunyi nafas
2.        Nafas dapat lambat dan frekuensi ekspirasi lebih panjang dibandingkan inspirasi.
3.        Mengelurkan sputum

4.        Peningkatan kepala dapat mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan grafitasi
5.        Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan akut.

2.

Pola nafas inefektif berhubungan dengan dyspnoe/sesak nafas
Pasien menunjukkan, pola nafas baik dengan kriteria hasil :
1.    Tidak Sesak
2.    Frekuensi pernapasan normal (16/20 X/m)
3.    Pasien Tenang

1.       Observasi karakteristik pernafasan pasien

2.       Berikan oksigen sesuai kebutuhan
3.        Auskultasi bunyi nafas catat penurunan aliran udara dan bunyi tambahan


1.     Berguna dalam evaluasi derajat di stress pernapasan atau kronisnya proses penyakit
2.     Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan pemberian oksigenisasi
3.     Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pola nafas

1
2
3
4
5







4.        Observasi tingkat kesadaran, status mental

5.        Anjurkan pasien untuk membatasi pergerakkannnya

6.        Anjurkan pasien untuk tidak stress dan gelisah
4.     Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi

5.     Selama distres pernapasan berat / akut pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas sehari –hari karena dispnea

6.     Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia, dan bisa memperburuk penyakit

3.

Pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

Pasien menunjukkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
1.         BB dalam batas normal
2.         Tidak ada tanda – tanda ma nutrisi
3.         Nafsu makan baik
 

1.     Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini


2.     Auskultasi bunyi usus



3.       Berikan perawatan oral


4.       Anjurkan keluarga menyediakan makanan porsi kecil tapi sering.

5.       Anjurkan pasien dan keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas

6.       Kolaborasi pemberian multivitamin


1.         Pasien distres pernapasan barat/akut pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas sehari – hari karena dispnea

2.         Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan lambung pemasukan makanan, penurunan aktivitas.

3.         Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah mencegah utama terhadap nafsu makan

4.        Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total
5.        Dapat menghasilan distensi abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan spasme batuk

6.        Berguna untuk meningkatkan nafsu makan
Lanjutan

Lanjutan
 







Lanjutan

Lanjutan
 



1
2
3
4
5

4



Resiko tinggi infeksi

Pasien menunjukan tidak terjadi infeksi dapat  dengan kriteria hasil:
1.     Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.     Tanda-tanda vital dalam batas normal

1.      observasi suhu
2.        Kaji penting latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukkan cairan adekuat
3.        Observasi warna, karakter, bau sputum

4.        Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum

5.        Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi
6.        Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
7.     Diskusi kebutuhan masukkan nutrisi adekuat

1.     Demam dapat terjadi karena infeksi  atau dehidrasi
2.     Aktivitas ini meningkatkat mobilitas dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru
3.     Sekret berbau kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru
4.     Mencegah penyebaran potongan melalui cairan

5.     Menurunkan penyebab infeksi

6.     Menurunkan konsumsi / kebutuhan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan
7.     Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan ketahanan tubuh terhadap infeksi

5.




Intoleransi Aktivitas

Pasien akan mampu melakukan aktivitas seoptimal setelah dilakukan tindakan dengan kriteria hasil :
Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dan bertahap

1.     Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas
2.     Berikan obat sesuai indikasi

3.     Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas jika masih lemah dan pusing


1.     Mempengaruhi pilihan `bantuan

2.     Membantu tidak terjadi kelemahan fisik berkepanjangan

3.     Dapat menimbulkan Dispnea


1
2
3
4
5
6.



Kecemasan
Pasien akan mampu menunjukkan kecemasan berkurang dengan kriteria hasil :
1.     Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda stress
2.     Keluarga ikut berpartisipasi dalam perawatan
3.     Pasien menunjukan rasa nyaman

1.    Kaji tingkat kecemasan pasien

2.    Berikan penjelasan tentang penyebab penyakitnya
3.    Anjurkan pasien mengungkapkan kecemasan
 
4.    Jelaskan semua prosedur yang dilakukan

1.      Mengatasi sejauh mana kecemasan pasien terhadap penyakit yang diderita
2.      Mengurangi jumlah stressor dengan menambah pengetahuan pasien
3.      Perasaan yang di miliki pasien perlu diketahui sehingga pasien merasa ada yang memperhatiakan pasien
4.      Mengurangi kecemasan pasien 
7.
Perubahan Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Pasien akan mampu menujukkan kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi dengan kriteria hasil :
1.     Pasien dapat tidur dan istirahat
2.     Pasien tampak lebih segar 
1.        Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
2.     Atur posisi tidur yang menyenangkan

3.     Anjurkan agar tidak mengunjungi pasien di luar jam besuk
1.     Meningkatkan kenyamanan tidur

2.     Adanya peningkatkan kebutuhan tidur

3.     Menghindari kebisingan
8.
Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Pasien mampu menyeratakan pemahaman proses penyakit pengobatan dan pontensial komplikasi










1.        Diskusi obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan

2.     Tunjukkan teknik penggunaan dosis inhaler

3.     Sistem alat yang mencatat obat interminten / penggunaan inhaler
4.     Anjurkan menghindari agen sedative oksidan kecuali diresepkan oleh dokter mengobati kondisi pernapasan
5.     Diskusi faktor individu yang meningkatkan kondisi misalnya : udara terlalu kering, serbuk, polusi

1.     Pasien ini sering mendapat obat pernapasan bamyak sekaligus yang mempunyai efek meningkatkan penggunaan keefektifannya
2.     Pemberian yang tepat dan obat meningkatkan penggunaan keefektifannya

3.     Menurunkan resiko penggunaan tak tepat kelebihan dosis dari obat kalau perlu
4.     Meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedative, ini dapat menekan pernafasan dan melindungi mekanisme batuk
5.     Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi dapat bronchiale menimbulkan peningkatan produksi secret dan hambatan jalan nafas
Lanjutan

Lanjutan
 

BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Asma adalah suatu obstruksi jalan nafas yang bersifat revesibel, yang mengalami gangguan pada saluran Bronchial yang mempunyai cirri Bronkospasme periodic terutama pada percabangan Trakeobronkhial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.
Penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika ada rangsangan baik fisik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan menghindari rangsangan atau factor pencetus yang dapat menimbulkan asma.
Untuk menegakkan diagnosa Asma dapat diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan laboratorium. Pengobatan Asma dapat dilakukan dengan cara pemberian obat anti asma dan berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.

3.2  Saran

1.    Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2.    Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan asma.
3.    Bagi pembaca semua, diharapkan mampu menambah wawasan kita semua tentang penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan asma.



3 komentar: