BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mastoiditis
terjadi karena Streptococcus ß / pneumococcus. Selain itu kurang dalam menjaga
kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri
yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius.
Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk
akibat infeksi traktus respiratorius.
Mastoiditis juga sering terjadi sebagai komplikasi otitis
media akut yang diobati secara tidak memadai dan merupakan perluasan infeksi ke
dalam sistem sel udara mastoid yang berisi udara dengan osteoporosis hiperemik,
nekrosis karena tekanan dinding-dinding sel tulang dan pembentukan empiema.
Munculnya mastoiditis biasanya terjadi pada anak yang mengalami pemecahan
membran timpani secara spontan selama otitis media dan yang kemudian mengalami
nyeri telinga yang makin mendenyut dengan bertambahnya volume cairan purulen
yang keluar dari telinga. Demam dapat berlangsung terus menerus meskipun telah
mendapat antibiotik.
Dari catatan
medis di salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai
Desember 2005 didapatkan 95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang
belum mendapatkan pengobatan baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari
terakhir yang dilakukan dalam penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata
27 tahun termuda 5 tahun dan tertua 70 tahun terbanyak antara 21-30 tahun
(36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam penelitian ini (laki-laki
53,7% dan wanita 46,3%). (anonim, 2008)
Mastoiditis
dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang menelantarkan
otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab yang hampir sama dengan penyebab otitis media
akut. Bila tidak segera tertangani akan terjadi komplikasi serius seperti
meningitis dan abses otot.
Makalah
ini mencoba menjelaskan tentang konsep asuhan
keperawatan pada diagnosa medis mastoiditis beserta asuhan keperawatannya dengan harapan dapat berguna bagi
mahasiswa maupun praktisi kesehatan sebagai salah satu sumber referensi
B. Tujuan
1.
Membahas
pengertian dari Mastoiditis
2.
Membahas
etiologi dari Mastoiditis
3.
Membahas
manifestasi klinis dari Mastoiditis
4.
Membahas
pemeriksaan diagnostik dari Mastoiditis
5.
Membahas
penatalaksanaan dari Mastoiditis
6.
Membahas
komplikasi dari Mastoiditis
7.
Membahas web
of caution dari Mastoiditis
8.
Membahas
pengkajian asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
9.
Membahas
pengkajian asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
10.
Membahas
diagnosa keperawatan asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
11.
Membahas
intervensi asuhan keperawawatan dari Mastoiditis
C. Manfaat
1.
Bagi
Mahasiswa
Sebagai bahan materi pembelajaran mahasiswa
khususnya dalam format Asuhan Keperawatan Persepsi sensori tentang mastoiditis.
2.
Bagi
Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran mahasiswa dapat
memavu inovasi dan daya pikir kritis mahasiswa dalam memecahkan masalah
keperawatan Asuhan Keperawatan Persepsi sensori tentang mastoiditis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mastoiditis adalah merupakan komplikasi dari otitis media yang
menjalar ke struktur disekitarnya pada jalan pneumatisasi mastoid. (Efiaty dan
Nurbaity, 1997
Mastoiditis
adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga
tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis (Kep.Medikal-Bedah : 348)
Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang
mengenai rongga mastoid dan komplikasi
dari Otitis Media Kronis.
Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari
otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat
Mastoiditis
merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.
B. Klasifikasi
1.
Mastoiditis Akut
Mastoiditis
akut merupakan gejala yang muncul sebagai akibat komplikasi dari otitis media
akut (OMA) yang sering terjadi pada anak-anak. Oleh karena itu gejala dan tanda
yang ada pada otitis media akut juga terdapat pada mastoiditis. Indikasi bahwa
OMA telah berkembang menjadi mastoiditis adalah meningkatnya rasa nyeri dan
terdapat pembengkakan pada kulit yang melapisi prosesus mastoideus.
Penyebaran
infeksi membuat edema dan eritem jaringan lunak dibelakang telinga. Perubahan
ini mengakibatkan daun telinga terdorong ke samping dan ke bawah.
2.
Mastoiditis
Sub Akut
Merupakan
akibat dari pengobatan yang tidak adekuat pada otitis media akut. Tanda dan
gejalanya mirip dengan mastoiditis akut tetapi lebih ringan dan bersifat
menetap
3.
Mastoiditis
Kronik
Biasanya berkaitan dengan
cholesteatome dan penyakit telinga kronis
4.
Mastoiditis Insipient
Yaitu
inflamasi yang terjadi akibat langsung di bagian
mastoid
5.
Coalescent mastoiditis,
inflamasi yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi di organ tubuh yang lain
C. Etiologi
Menurut Reeves (2001), penyebab terjadinya
mastoiditis antara lain:
1.
Menyebarnya
infeksi dari telinga bagian tengah, dan nanah yang mengumpul di sel-sel udara
tulang mastoid
2.
Mastoiditis
dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (1997), etologi
mastoiditis antara lain:
1. Klien imunosupresan atau orang yang menelantarkan
otitis media yang dideritamya
2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme otitis
media akut yaitu Streptococcus Pnemonieae
3. Bakteri penyebab lain ialah Streptococcus Hemolytikus,
pneumococcus, staphylococcus, streptococcus virdians, dan H. Influenza
D. Manifestasi Klinis
1.
Pembengkakan
dibelakang telinga
2.
Sakit saat
pergerakan minimal dari tragus, pinna atau kepala
3.
Demam biasanya hilang dan timbul.
4.
Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam
telinga, dan mengalami nyeri tekan pada mastoid.
5.
Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
6.
Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus
(lemak).
7.
Dinding posterior kanalis menggantung.
8.
Pembengkakan postaurikula.
9.
Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh
cairan dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
10.
Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau
11.
Pendengaran berkurang
E. Komplikasi
Komplikasi akan timbul
jika bahan atau bagian yang terinfeksi belum dibuang melalui pembedahan atau
ketika ada kontaminasi dari struktur atau bagian lain diluar mastoid dan
telinga tengah. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1.
Abses otak
2.
Vertigo
3.
Meningitis
4.
Kerusakan di
abducens dan syaraf-syaraf kranial wajah (Syaraf VI dan VII)
5.
Menurunnya
kemampuan melihat kearah samping atau lateral (syaraf kranial VI)
6.
Labyrintis
7.
Otitis media
purulen yang kronis
F. Penatalaksanaan
1.
Terapi
Tatalaksana pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti
peradangan dan lain-lainnya adalah lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Selain itu harus segera dilakukan, dan pemberian
antibiotik secara IV dan per oral dalam dosis besar, karena organisme
penyebabnya mungkin Streptococcus
β-hemoliticus atau Pneumococcus.
H .influenza. Tetapi harus juga sesuai dengan hasil test kultur
dan hasil resistensi.
2.
Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan
yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon terhadap pengobatan antibiotik
selama beberapa hari. Mastoidektomy yang sederhana, radikal/total atau yang dimodifikasi dengan
tympanoplasty dilaksanakan untuk memulihkan ossikel dan membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran.
Seluruh jaringan yang terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar
ke bagian yang lain.
a. Mastoidektomi sederhana
Masteidoktomi sederhana adalah tindakan membuka
kortek mastoid dari arah permukaan luarnya, membuang jaringan patologis seperti
pembusukan tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka aditus antrum
bila tersumbat. Adapun operasi ini dibedakan menjadi:
1)
Operasi pada jaringan lunak
Operasi pada jaringan lunak tergantung
pendekatan yang akan dipakai, apakah enaural atau retroartikuler.
2)
Operasi pada bagian tulang
Mastoidektomi simple adalah tindakan membuang
seluruh sel-sel mastoid dengan tetap memperetahankan keutuhan tulang dinding
belakang liang telinga. Masteidoktomi
simple yang lengkap harus membuang seluruh sel-sel mastoid termasuk yang di
sudut sinodura, sel mastoid di tegmen mastoid, dan sampai seluruh sel-sel
mastoid di mastoid tip. Pada mastoidektomi simple untuk OMSK, jarang sekali
dibutuhkan mastoidektomi simple lengkap, cukup hanya membuang jaringan
patologik dan membuka aditus antrum bila
tersumbat, sedangkan sel pneumatisasi mastoid yang masih utuh tidak perlu
dibuang.
3)
Mastoidektomi superfisial
Patokan pada tahap ini adalah dinding belakang
liang telinga, linea temporalis, spina Henle, segitiga Mc.Ewen, prosesus mastoid.pada
tahap ini mata bor yang dipakai adalah mata bor yang paling besar. Sebelum
pengeboran, permukaan tulang diirigasi lebih dahulu agar serbuk tulang tidak
bertebangan. Irigasi juga berguna untuk meredam panas yang ditimbulkan gesekan
mata bor dengan tulang
b. Mastoidektomi Radikal dan timpanoplasti dinding
runtuh
Timpanoplasti dinding runtuh adalah modifikasi dari mastoidektomi
radikal. Mastoidektomi radikal yang klasik adalah tindakan membuang seluruh
sel-sel mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan dinding belakang liang telinga,
pembersihan seluruh sel mastoid yang mempunyai drainage ke kavum timpani, yaitu
pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sinodura, di daerah segitiga
Trautman. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius
ditutup dengan tandur jaringan lunak. Maksud tindakan ini adalah untuk membuang
seluruh jaringan patologis dan meninggalkan kavitas operasi yang kering. Mukosa
sel-sel mastoid atau kavum timpani yang tertinggal akan meninggalkan kavitas
operasi yang basah yang rentan terhadap peradangan.
Pada timpanoplasti dinding runtuh, seperti pada
mastoidektomi radikal, maka diusahakan pembersihan total sel-sel mastoid.
Bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang pendengaran
dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan sebersih-bersihnya. Tuba
eustachius tetap dipertahankan, bahkan dibersihkan agar terbuka bila tertutup
jaringan patologis. Kemudian kavitas operasi ditutup dengan fasila m.temporalis
baik berupa tandur (free fascia graft) ataupun sebagai jabir fasia temporalis.
Dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.
3.
Perawatan Post Operasi
Rendaman antiseptik gauze (An Antiseptic-Soaked
Gauze), seperti Iodoform gauze (Nuga-uze), dibalut didalam kanal auditori.
Apabila dilakukan insisi postauricular atau endaural, dressing luar ditempatkan
diatas tempat operasi. Dressing dijaga/dipertahankan kebersih-an dan
kekeringannya. Perawat menggunakan teknik steril ketika mengganti dressing.
Klien tetap dalam posisi datar dengan telinga diatas, pertahankan sedikitnya
selama 12 jam post operasi. Terapi antibiotik profilaksis digunakan untuk
mencegah kekambuhan. Umumnya klien melaporkan mengalami kemajuan setelah
balutan pada kanal dilepaskan. Sampai saat itu, perawat menggunakan teknik
komunikasi khusus karena adanya gangguan pendengaran pada klien dan melakukan
percakapan langsung pada telinga yang tidak terganggu. Selain itu, perawat diharap melatih klien mengenai perawatan
post operasi.
G. Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Laboratorium
Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan.
Specimen tersebut harus dikirim untuk kultur kedua bakteri aerobik
dan anaerobic, Gram staining, dan asam-cepat staining.
2.
CT Scan dan MRI
untuk mengetahui perubahan pada sel udara mastoid
3.
Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy
mungkin awalnya dilakukan, diikuti dengan terapi antibiotik.
4.
Culturing cairan telinga tengah sebelum antimicrobial therapy adalah
keharusan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Biodata
Biodata pasien yang
harus dikaji meliputi nama, nomor register, jenis kelamin, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis
2.
Keluhan utama
Keluhan
yang spesifik biasanya dirasakan dapat berupa:
a.
Adanya nyeri dan rasa penuh di
belakang telinga
b.
Febris
c.
Pendengaran berkurang
3.
Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3 minggu tanpa
penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara mastoid. Dapat
muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di telinga dan
demam hilang timbul.
4.
Riwayat penyakit dahulu
Penderita
mastoiditis seringkali diawali atau mempunyai riwayat penyakit dahulu berupa
adanya otitis media kronik karena adanya episode berulang.
5.
Riwayat
penyakit keluarga
Sejak
kapan klien menderita masalah penyakit tersebut dan apakah ada keluarga klien
yang menderita penyakit yang sama.
6.
Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Tidak
ada keluhan/masalah
b.
B2 (Blood)
Tidak
ada keluhan/masalah.
c.
B3 (Brain)
Sakit
kepalapusing.
d.
B4 (Blader)
Tidak
ada keluhan/masalah
e.
B5 (Bowel)
Mual,
Anoreksi
f.
B6 (Bone)
Nyeri
tulang Mastoid.
7.
Pemeriksaan diagnostic
a.
Pada X foto mastoid Schuller
tampak kerusakan sel – sel mastoid (Rongga Empiema)
b.
Limphadonitis retroauricularis
c.
Athoroma yang mengalami
infokasi
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada kasus
mastoiditis meliputi:
1.
Nyeri akut
berhubungan dengan perandangan pada tulang mastoid akibat infeksi
2.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3.
Resiko
infeksi berhubungan dengan mastoidektomi, pemasangan tandur, trauma bedah pada jaringan dan struktur
sekitar
4.
Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah
5.
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan
kualitas pendengaran dan bahaya ligkungan
6.
Ansietas berhubungan dengan penurunan pendengaran, Tindakan Operasi.
C.
Intervensi
1.
Diagnosa Pertama
Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada tulang mastoid akibat
infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi
Kriteria Hasil:
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang
b. Skala nyeri turun
c. Wajah pasien tampak rileks
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji ulang skala nyeri, lokasi, intensitas
|
Menentukan langkah yang tepat dalam melakukan
penanganan nyeri
|
2
|
Berikan posisi yang nyaman
|
Pemberikan posisi yang nyaman akan meningkatkan
relaks yang dpat mengurangi intensitas nyeri
|
3
|
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
|
Distraksi untuk meningkatkan suplai oksigen, sedangkan
relaksasi untuk mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri dapat berkurang.
|
4
|
Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian
analgesik, antibiotik, dan ati inflamasi sesuai indikasi
|
Dapat mengurangi nyeri, membubuh kuman, dan
mnegurangi peradangan sehingga mempercepat penyembuhan
|
2.
Diagnosa Kedua
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh
dapat normal (360-370C)
Kriteria Hasil:
a.
Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
b.
Kulit tidak teraba hangat
c.
Wajah tidak tampak merah
d.
Tidak terjadi dehidrasi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Ukur suhu tubuh tiap 4-8
jam
|
Untuk mengetahui
perkembangan klien
|
2
|
Anjurkan untuk banyak
minum
|
Untuk mengganti cairan
tubuh yang keluar bersama keringat akibat peningkatan suhu tubuh sehingga
dehidrasi dapat dihindari
|
3
|
Ajarkan kompres
dingin/hangat dan banyak minum
|
Untuk menurunkan panas
suhu tubuh dan mengganti cairan tubuh yang hilang
|
4
|
Kolaborasi dengan
pemberian antipiretik
|
Obat antipiretik
memberikan efek menurunkan suhu tubuh yang tinggi
|
3.
Diagnosa ketiga
Resiko
infeksi berhubungan dengan mastoidektomi, pemasangan tandur, trauma bedah pada jaringan dan struktur
sekitar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam infeksi
dapat hilang atau teratasi
Kriteria Hasil :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor, fungtioleisa)
TTV dalam batas normal (khususnya suhu dan nadi, serta
resripasi)
Tidak ada hipertermia
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Observasi keadaan umum selama 24 jam setelah Operasi
|
Mengetahui
keadaan umum pasien pasca pembedahan
|
2
|
Anjurkan klien untuk tidak memegang telinga bagian dalam Anjurkan
pentingnya cuci tangan
|
Mencegah
kontaminasi bakteri masuk ke dalam telinga Mencegah penularan penyakit
|
3
|
Berikan pengaman / tutup pada liang telinga dengan kapas
|
Menghindarkan
masuknya bakteri yang dapat memperlama penyembuhan
|
4
|
Kolaborasi pemberian antibiotik profilaksis
|
Agar
dapat membunuh kuman, sehingga tidak menularkan penyakit terus-menerus
|
5
|
Instruksikan klien
untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun lokal).
|
Penghentian terapi
antibiotik sebelum waktunya dapat me-nyebabkan organisme sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan berlanjut.
|
4.
Diagnosa keempat
Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu
mendengar dengan baik
Kriteria Hasil:
a. Pasien mengalami potensial
pendengaran maksimum
b. Pasien menggunakan alat bantu dengar
dengan tepat
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Bersihkan serumen
yang tersembunyi dengan cara irigasi
|
Serumen yang letaknya
tersembunyi dapat menyebabkan tuli konduktif sehingga menambah masalah pendengaran
yang sudah ada
|
2
|
Instruksikan klien
untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu
antibiotik sistemik maupun lokal).
|
Penghentian terapi
antibiotik sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan berlanjut.
|
3
|
Ajarkan klien
untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat
|
Keefektifan alat
pendengaran tergantung pada tipe gangguan atau ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
|
4
|
Beritahukan/kenalkan pada
klien semua alternatif metode komunikasi (seperti bahasa isyarat &
membaca bibir) dengan langkah yang tepat untuk masing-masing klien.
|
Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling
tepat untuk kehidupannya sehari-hari dan disesuaikan dengan tingkat keterampilannya
sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya.
|
5
|
Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat
|
Untuk menjamin keuntungan maksimal
|
5.
Diagnosa Kelima
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan
kualitas pendengaran dan bahaya ligkungan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi cidera
Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami cidera fisik
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Cegah
infeksi telinga berlebih
|
Agar
kerusakan penedengaran tidak meluas
|
2
|
Meminimalkan
tingkat kebisingan di unit perawatan intensif
|
Berhubungan
dengan kehilangan pendengaran
|
3
|
Lakukan
upaya keamanan seperti ambulasi terbimbing
|
Untuk
mencegah pasien jatuh akibat gangguan keseimbangan
|
4
|
Anjurkan untuk mengurangi aktivitas
|
Meminimalisir penggunaan indra pendengar dalam
berkatifitas
|
5
|
Penuhi dan bantu kebutuhan pasien sehari-hari
|
Menurunkan aktivitas klien yang dapat memperburuk
keadaan pendengaran
|
|
Kolaborasi
dengan pemberian obat antiemetika
|
Mengurangi nyeri kepala sehingga terhindar dari jatuh
|
6.
Diagnosa keenam
Ansietas berhubungan dengan berhadapan prosedur bedah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas pasien dapat
teratasi
Kriteria Hasil :
a. Wajah tersenyum, dan tidak nampak tegang
b. Menunjukkan kontrol agresi, kontrol
ansietas, koping, kontra impuls, penahanan mutilasi diri secara konsisten dan
substansial
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Informasikan
pasien tentang peran advokat perawat intra operasi
|
Kembangkan
rasa percaya/ hubungan, turunkan rasa takut akan kehilangan kontrol pada
lingkungan yang asing
|
2
|
Identifikasi
tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukan penundaan prosedur pembedahan
|
Rasa takut
yang berlebihan/ terus-menerus akan mengakibatkan reaksi stress yang
berlebihan, risiko potensial dari pembalikan reaksi terhadap prosedur/
zat-zat anestesi
|
3
|
Cegah
pemajan tubuh yang tidak diperlukan selama pemindahan ataupun pada tulang
operasi
|
Pasien
akan memperhatikan masalah kehilangan harga diri dan ketidakmampuan untuk
melatih kontrol
|
4
|
Berikan
petunjuk/ penjelasan yang sederhana pada pasien yang tenang
|
Ketidakseimbangan
dari proses pemikiran akan membuat pasien menemui kesulitan untuk memahami
petunjuk-petunjuk yang panjang dan berbelit-belit
|
5
|
Kontrol
stimulasi eksternal
|
Suara
gaduh dan keributan akan meningkatkan ansietas
|
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2011). Asuhan
Keperawatan Klien Mastoiditis. http://ahmadtahirk.blogspot.com/2011/06/askep-mastoiditis.html. Diakses pada tanggal 10 Nopember 2011
Latief, abdul. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: kedokteran EGC
Reeves. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: salemba Medika
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddartth.
Jakarta: EGC
Wilkinson. (2007). Buku Ajar Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar