Rabu, 06 Februari 2013

ASKEP EFUSI PLEURA



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Efusi pleura adalah adanya cairan kurang lebih 5 ml di dalam rongga pleura yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya
(10 – 20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase disini mencapai 1 liter sehari.
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan. Faktor resiko terjadinya efusi pleurakarena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan Efusi pleura sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995 dan Waspadji Sarwono 1999)
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998).
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru.  Jika efusi luas, expansi paru akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas. Kondisi-kondisi tersebut diatas tidak jarang menyebabkan kematian pada penderita efusi pleura.
Berdasarkan data dari medical record di UPF ilmu penyakit paru RSUD Dr. Soetomo  tahun 1998, didapatkan data bahwa effusi pleura menduduki peringkat kedua setelah TB paru dengan jumlah kasus yang datang sebanyak 364 orang dan angka mortalitasnya mencapai 26 orang. Sedangkan tahun 1999 menduduki peringkat ke lima dengan angka mortalitasnya mencapai 31 orang dan prosentase 8,0% dari 387 kasus efusi pleura yang ada, sementara tahun 2000 mencapai 7,65% dari 366 kasus efusi pleura dan menduduki peringkat kedua setelah TB paru atau angka mortalitasnya mencapai 38 orang, (medical record RSUD Dr Soetomo tahun 2000).
Berbagai permasalahan keperawatan yang timbul baik masalah aktual maupun potensial akibat adanya efusi pleura antara lain adalah ketidakefektifan pola nafas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan rasa nyaman, gangguan pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, gangguan pemenuha kebutuhan nutrisi yang menyebabkan penurunan berat badan pasien serta masih banyak lagi permasalahan lain yang mungkin timbul.
1.2              Tujuan
Memperoleh pemahaman serta mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan efusi pleura.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Pengertian Efusi Pleura
Efusi Pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam cavum pleura (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga pleura (Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, 2008). dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Efusi Pleura, pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan pariental, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah keecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Buku ajar keperawatan  medikal bedah edisi 8, Brunner dan Suddarth).
2.2              Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada pleura hanya ada 2 macam yaitu :
1.        Infeksi kuman primer intrapleura
2.        Tumor primer pleura


2.3              Patofisologis
Efusi akan terbentuk sebagai respon mekanis fisiologis dari pembentukan atau absorbsi cairan serosa yang rusak. Tekanan hidrostatik meningkat pada CHF (Congestif Heart Failure) yang merupakan penyebab tersering dari kasus-kasus efusi. Hipoproteinemia menurunkan tekanan osmotik koloid. Penurunan protein plasma sekunder dapat menurunkan sintesis atau meningkatkan kehilangan protein.
Albumin disintesa di hati, dan merupakan protein yang paling penting untuk mempertahankan tekanan osmitik koloid. Penyaki-penyakit hati dapat merusak sintesis albumin, dan yang paling sering berhubungan dengan hipoproteinemia dan efusi adalah sirosis. Hipoalbuninemia juga menyebabkan peningkatan kehilangan serum protein seperti yang terjadi pada sindroma nefrotik.
Peningkatan permeabilitas kapiler terjadi jika permukaan pleura atau peritoneal mengalami inflamasi, hasil dari kehilangan protein pada rongga vaskuler, dan juga tekanan fisik yang menunjang keluaranya cairan yang terbentuk. Kondisi-kondisi yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler adalah penyakit-penyakit inflamasi, infeksi metastasis tumor. Jika limfatik mengalami obstruksi atau sumbatan, cairan yang kaya dengan protein kan terkumpul. Neoplasma dari jaringan limfe sering memproduksi efusi.
2.4       Patogenesis
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi – kondisi :
1.        Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura (misalnya karena adanya tumor)
2.        Peningkatan produksi cairan pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura)
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan – keadaan :
1.        Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2.        Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma ( misalnya hipoproteinemia).
3.        Meningkatnya permeabilitas kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4.        Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab Efusi Pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkan adalah :
1.        Transudat:
Gagal jantung, sirosis hepatitis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah abdomen, dialisis peritoneal, dan atelektasis akut.
2.        Eksudat
a.       Infeksi ( Pneumonia, TBC, Virus, Jamur, parasit, dan abses).
b.      Neoplasma ( Ca, Paru – paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
c.       Emboli / infark paru – paru
d.      Penyakit kolagen ( SLE dan Rhematoid arthritis)
e.       Penyakit gastrointestinal ( pangkreatitis, ruptur esofagus, dan abses hati)
f.       Trauma ( hemotoraks dan khilotoraks).
Perbedaan Transudat dan Eksudat
Parameter
Transudat
Eksudat
Penyebab
Tekanan hidrostatik
Tekanan onkotik
Permeabilitas kapiler
Absorbsi limfatik
Makroskopis
·         kejernihan
·         warna

·         BJ
·         beku spontan

Jernih
Kuning, jernih

< 1,018 (1,006 – 1,018)
Tidak

Keruh
Bervariasi (kuning, abu-abu, merah, merah muda)
> 1,018 (1,018 – 1,030)
Bervariasi sering ya
Mikroskopis
·       jumlah leukosit

·       hitung jenis

< 1000 sel/ µl (pleural)
< 3000 sel/ µl (pleural)
Predominan mononuklear
Bervariasi, biasanya:
> 1000 sel/ µl (pleural)
> 500 sel/ µl (pleural)
Awal : predominan PMN
Lanjut : predominan MN


2.5         Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari efusi pleura antara lain:
1.             Batuk
2.             Dispnea bervariasi
3.             Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4.             Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5.             Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
6.             Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7.             Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
8.             Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
9.             Fremitus fokal dan raba berkurang.
10.         Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, timbul gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Ketika efusi sudah membesar dan menyebar, kemungkinan timbul dipsnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan panas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trachea menjauhi sisi yang sakit, dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang terkena.
2.6       Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga sekitar 500 – 1000cc. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit dikeluarkan atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1.        Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
2.        Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3.        Pleurodesis (penyatuan parietalis dan viseralis): untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
4.        Torakosentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
Indikasinya:
·      Mehilangkan sesak yang ditimbulkan
·      Bila terapi spesifik pada primernya tidak efektif
·      Bila terjadi reakumulasi cairan
5.        Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6.        Antibiotika jika terdapat empiema.
7.        Operatif.
2.7              Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dari efusi pleura antara lain:
1.        Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum).
2.        Hemotoraks (Trauma pada pembuluh darah intercostalis).
3.        Emboli udara (Laserasi yang cukup dalam menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis).
4.        Atalektasis (Ekspansi paru menurun, terjadi akumulasi cairan).
5.        Fibrosis Paru.
6.        Kolaps Paru.
 
2.9       Pemeriksaan Penunjang
1.      Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada permukaan medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dalam paru – paru itu sendiri.
Hal lain yang dapat terlihat dalam foto dada, efusi pleura adalah tergolongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya.
2.      CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3.      USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4.      Torakosentesis.
Aspirasi caiaran pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapiutik, torakosintesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru, disela iga ke 9 garis aksila posterior dengan memakai jarum no. 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi, jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleura ( hipotensi) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru – paru terlalu cepat berkembang.
5.      Biopsi.
Pemeriksaan histologis 1 atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50 – 75 % diagnosis kasus pleuritis, tubercolosis, dan tumor paru. Bila hasil pemeriksaan pertama tidak memuaskan dapat dilakukan pemeriksaans ulang. Komplikasin biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi pada dinding dada.
6.      Analisa cairan pleura.
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
7.      Bronkoskopi.
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

2.10     Asuhan Keperawatan
2.10.1  Pengkajian
a.  Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia. Status ekonomi ( tempat tinggal ) sangat berperan timbulnya penyakit ini terutama Tubercolosis paru. Klien den yang didahului oleh Tubercolusis paru sering ditemukan didaerah padat penduduk dengan sanitasi kurang.
b. Riwayat Kesehatan
·         Keluhan Utama
Kebanyakan Efusi Pleura bersifat Asimtomatik, gejala yang timbul sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan melebar, kemungkinan timbul dispnea dan batuk. Efusi pleura yang besar akan menyebabkan nafas pendek.Tanda Fisik meliputi defiasi Trakhea menjauhi sisi yang terkena, dullnes pada perkusi penurunan bunyi pernafasan pada sisi trakhea.
·         Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien dengan Efusi Pleura terutama akibat adanya infeksi nonpleura bisanya mempunyai riwayat penyakit Tubercolosis Paru.

·         Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ditemukan data penyakit yang sama ataupun diturunkan dari anggota kekeluarganya yang lain, terutama penularan infeksi Tubercolusis yang menjadis faktor penyebab timbulnya efusi Pleura.
3.      Pemeriksaan Fisik
·         Pada klien dengan Efusi Pleura membentuk Hemitoraks yang sakit mencembung, kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum kearah hemitoraks kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan iktus cordis. RR cenderung meningkat dan klien biasanya dispnea.
·         Vokal Fermitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya < 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
·         Suara Perkusi redup sampai pekak tergantung pada jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh oleh rongga pleura maka pada pemeriksaan ekskursi diagfragma akan didapatkan penurunan pengembangan diagfragma.
·         Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, Egofoni.
2.10.2  Pemeriksaan Penunjang
a.    Kultur sputum: dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
b.    Apusan darah asam Zehl-Neelsen: positif basil tahan asam
c.    Skin test: positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48-72 jam setelah injeksi.
d.   Foto thorax: pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
e.    Biakan kultur: positif Mycobacterium tuberculosis
f.     Biopsi paru: adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
g.    Elektrolit: tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
h.    BGA: Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
i.      Fungsi paru: Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
2.10.3  Diagnosa Keperawatan
1.  Hipoksia berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : pola nafas kembali efektif dan normal.
KH
:
-       Pola nafas kembali normal.
-       Tidak ada tanda hipoxia.
-       Tidak ada gejala sianosis.
-       RR dalam batas normal 16-20x/menit
-       Retraksi(-)



Rencana Tindakan
1.         Identitas faktor penyebab
R/: dengan mengidentifikasikan penyebab kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2.         Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
R/: dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernagasan kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
3.         Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat.
R/: penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
4.         Observasi tanda-tanda vital (RR)
R/: peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
5.         Lakukan auskultasi suara nafas
R/: auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru.
6.         Bantu dan ajarkan untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
R/: menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
7.         Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2, obat-obatan serta foto thorak
R/: pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2.    Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d peningkatan jumlah/viskositas secret paru
Tujuan: Penurunan kemampuan batuk sekunder akibat nyeri pleuritik/ nyeri karena pemasangan WSD
KH      :
-          Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
-          Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
-          Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersiahn jalan nafas.
            Intervensi:
1.      Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
R/: Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
Ajarkan batuk efektif
2.      Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
R/:  Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
3.      Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
R/: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin banyak, kental dan berdarah.

4.      Ajarkan pasien batuk efektif
R/: Meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan sekret
5.      Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
R/: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein      dipengaruhi.

3.    Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH:
-          BB naik
-          Hb > 12 gr/dl
-          Alb 3,5 gr/dl
-          Menunjukkan perbaikan nafsu makan/ makan habis 1 porsi
Rencana tindakan
1.         Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi
R/: Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
2.         Kontrol BB
R/: Untuk mengevaluasi keefektifan terapi
3.         Lakukan oral hygiene setiap hari
R/: Bau mulut yang kurang sedah dapat mengurangi nafsu makan.

4.         Sajikan makanan semenarik mungkin
R/:  Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan
5.         Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/ : Makanan dalam porsi tersebut memaksimalkan masukan nutrsi tanpa kelemahan yang tak perlu / kebutuhan energi dari makan-makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster.
6.         Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP
R/ : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme.
7.         Awasi pemeriksaan lab contoh : BUN, prot, serum, albumin
R/ : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi / perubahan program terapi.

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1       Kesimpulan
Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Efusi pleura disebabkan oleh factor infeksi dan non infeksi.
Efusi pleru menjadi penyakit system pernafasan yang menyebabkan kematian kematian di Indonesia. Hal ini disebabkan karena keterlambatan dalam penanganan pasien tersebut. Kebanyakan pasien efusi pleura kronis tidak memeriksakan kondisi kesehatannya karena keterbatasan dana yang dimiliki untuk perawatan penyakit yang dideritanya.
3.2.1        Saran
Ada beberapa saran yang sebaiknya diperhatikan setelah uraian dari makalah ditas, yaitu:
1.      Bagi pasien efusi pleura yang akut alangkah baiknya memeriksakan diri ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan setempat untuk mendapat perawatan.
2.      Menghindari faktor-faktor yang dapat memperparah penyakit tersebut, baik dari faktor infeksi maupun non infeksi.


DAFTAR PUSTAKA
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995
              http://Elisasiregar.wordpress.com/Efusi_Pleura diakses tanggal 15 September 2011 jam 11.00 WIB
              http://medicastore.com/penyakit/147/Efusi_Pleura.html diakses tanggal 15 September 2011 jam 12.40 WIB
              http://healthycaus.blogspot.com diakses tanggal 18 September jam 18.30 WIB

Bunner & Sudart, 2008. Buku Ajar Perawatan Medika Bedah. EGC. Jakarta

Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta

Engran Barbara, 1994, Rencana asuhan keperawatan medikal bedah, Volume 1, EGC, Jakarta

Mansyur, Arief dkk, 2000, Kapita selekta kedokteran, Jilid I, Edisi 3,Media Aesculapius, Balai penerbit buku FKUI, Jakarta

NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika, Jakarta

Noer, Sjaifoellah. M. H 1996, Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I, edisi 3, Balai penerbit buku FKUI, Jakarta

Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, EGC, Jakarta

Somantri Irman, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Edisi 2. Salemba Medika. Jakarta

Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Wilkinson, J. M., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Jakarta : EGC.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar