Minggu, 10 Februari 2013

ASKEP TBC



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia, sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius dan merupakan pembunuh nomor satu di antara penyakit menular. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan paru yang bersifat permanen. Selain proses destruksi terjadi pula secara simultan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi perubahan struktural yang bersifat menetap secara bervariasi yang menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru (Didik Supardi, 2006).
Tuberkulosis Paru sudah lama ada dan  menyebar di dunia. Di temukan bahwa Indonesia merupakan  negara ketiga terbesar di dunia setelah India dan Cina. Diketahui pula bahwa di Indonesia setiap tahunnya bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB Paru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008). Dalam mengurangi  penyebaran dan masalah TB Paru, diperlukan tindakan atau penanganan secara awal yaitu penanganan dalam lingkup keluarga. Mengingat keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang tertdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (DEPKES RI, 1998), maka penyakit TB Paru ini akan mudah atau rentan pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya terkena TB Paru.
Tuberkulosis Paru menyerang tidak memandang usia produktif, kelompok ekonomi rendah, dan berpendidikan rendah. Namun TB Paru lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Hal tersebut dikarenakan faktor lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB Paru. Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil tuberkulosis yaitu antara lain jumlah basil yang cukup banyak dan terus menerus (memapar) calon penderita, adanya sumber penularan, mikrobakteri tuberculosis keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana daya tahan tubuh ini erat kaitannya dengan faktor lingkungan misalnya perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis, dan juga keadaan penyakit yang memudahkan infeksi seperti campak dan diabetes melitus.
Penderita TB Paru yang tidak mendapatkan penanganan secara baik atau tidak mengkonsumsi obat secara teratur maka akan mengalami komplikasi perdarahan dari saluran pernapasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas, penyebaran infeksi, ke organ lain misalnya otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
 Untuk menanggulangi masalah peningkatan penderita tuberklosis paru ini telah dilakukan berbagai macam usaha antara lain strategi DOTS dimulai pada tahun 2001 dengan melakukan pelatihan tenaga pelaksana secara bertahap dan pembentukan forum kemitraan TBC nasioanal, adanya tim manajemen di tingkat propinsi, akurasi penegakan diagnosa menjadi lebih baik dengan adanya pelatihan untuk petugas laboraturium, pengadaan mikroskop dan reagen dengan kualitas yang lebih baik, serta pengelolaan obat anti tuberculosis (fixed Dose Combination). Selain itu untuk tim kesehatan seperti perawat juga harus lebih peka dan peduli dalam masalah peningkatan penderita TB Paru dengan melaksanakan berbagai macam usaha seperti pendidikan atau pemberian penyuluhan tentang TB Paru dan cara pencegahannya. Serta pengetahuan pada keluarga yang anggota keluarganya menderita TB Paru agar tidak sampai menularkan pada anggota keluarga yang lain.

1.2  Tujuan Penulisan
1.2.1        Tujuan Umum
Dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan TB Paru.

1.2.2        Tujuan Khusus
1.      Menjelaskan definisi dari TB Paru.
2.      Menjelaskan etologi dari TB Paru.
3.      Menjelaskan klasifikasi dari TB Paru.
4.      Menjelaskan patofisiologi dari TB Paru.
5.      Menjelaskan manifestasi klinis dari TB Paru.
6.      Menjelaskan penetalaksanaan medis dari TB Paru.
7.      Menjelaskan pengkajian pada asuhan keperawatan klien TB Paru.
8.      Menjelaskan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien TB Paru.
9.      Menjelaskan rencana tindakan/intervensi pada asuhan keperawatan TB Paru.
10.  Menjelaskan kriteria hasil pada setiap diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien TB Paru.

1.3  Manfaat
1.3.1        Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih memahami hal-hal yang berkaitan dengan tuberkulosis paru.
1.3.2        Bagi Perawat
Perawat atau tenaga kesehatan memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang tuberkulosis paru sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan secara profesional.  


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel (Sylvia & Marry, 2006)

2.2 Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman adalah kuman berbentuk batang aerobik dan tahan asam yang yang merupakan organisme patogen maupun saprofit. Organisme ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari ukuran sel darah merah (Sylvia & Marry, 2006).
Sebagian besar komponen M. Tuberkulosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis (Somantri, 2008).
2.4 Manifestasi klinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinis TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik ( Djojodibroto, 2009):
1.   Gejala respiratorik
a.    Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.    Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah.
c.    Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperi efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.   Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.    Gejala sistemik, meliputi:
a.    Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam ifluenza, hilang timbul dan makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.
b.    Gejala sistemik lain
Keringat malam, aoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyertai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe :
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1.   Batuk darah
a.    Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b.   Darah berbuih bercampur udara
c.    Darah segar berwarna merah muda
d.   Darah bersifat alkalis
e.    Anemia kadang-kadang terjadi
f.    Benzidine test negatif
2.   Muntah darah
a.    Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b.   Darah berampur sisa makanan
c.    Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d.   Darah bersifat asam
e.    Anemia sering terjadi
f.    Benzidin test positif
3.   Epistaksis
a.    Darah menetes dari hidung
b.   Batuk pelan kadang keluar
c.    Darah berwrna merah segar
d.   Darah bersifat alkalis
e.    Anemia jarang terjadi

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinis, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifiksi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi terapi. Klasifikasi TB paru di bagi sebagai berikut :
1.      TB Paru BTA positif dengan kriteria :
a.       Dengan atau tanp gejala klinik
b.      BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1
c.       Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru

2.      TB Paru BTA negatif dengan kriteria :
a.       Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru aktif
b.      BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif
3.      Bekas TB Paru dengan kriteria :
a.       Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b.      Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru
c.       Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah
d.      Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (mendukung)

2.5  Pemeriksaan Diagnostik
a.       Sputum kultur: untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberculosis pada stadium aktif.
b.      Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid): positif untuk BTA
c.       Skin tes (PPD, mantoux) : reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi anti gen intradermal) mengidentifikasi lama dan adanya antibody, tetapi tidak mengidikasikan penyakit yang sedang aktif.
d.      Chest X-ray, dapat memperlihatkan infiltrasi pada lesi awal di bagian atas paru-paru.
e.       Histology/ kultur jaringan (kumbah lambung, urine, dan CSF, serta biopsy kulit): positif untuk M. Tuberculosis
f.       Needle biopsy of lung tissue: positif untuk granulo TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
g.      Elektrolit: mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremi mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru kronis lanjut.
h.      BGA mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru-paru.
i.        Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru-paru karena TB.
j.        Darah: lekositosis, LED meningkat, VC menurun, dead space meningkat, menurunnya saturasi oksigen yang merupakan suatu gejala sekunder dari fibrosis/ infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura.

2.6   Penatalaksanaan
a.       Penyuluhan
b.      Pencegahan
c.       Pemberian obat-obatan:
§  OAT
Terdiri atas:
-          Isoniazid (H) dikenal dengan INH, dosis harian dianjurkan 5 mg/kgBB.
-          Rifampisin (R), dosis 10 mg/kgBB
-          Pirazinamid (Z), dosis harian 25 mg/kgBB
-          Etambutol (E), dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB
-          Streptomisin (S), dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB melalui injeksi intramuskuler.
§  Bronchodilator
§  Ekspectoran
§  OBH
§  Vitamin
d.      Fisioterapi dan rehabilitasi
e.       Konsultasi secara teratur

2.7   Komplikasi
1.      Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial
2.      Pleuritis tuberkulosa
3.      Efusi pleura
4.      Tuberkulosa milier
5.      Meningitis tuberkulosa
6.      Hemoptisis berat
7.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
8.      Bronkietasis
9.      Pneumothorak
10.  Insifusiensi kardiopulmonal



2.8  Prognosis
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.

TINJAUAN TEORI

3.1  PENGKAJIAN
A.     PENGUMPULAN DATA
1.       Identitas
Identitas Px meliputi : nama, jenis kelamin, umur (TBC dapat menyerang semua usia), pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tipe rumah (permanen/ tidak),  tanggal dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan, serta identitas yang bertanggung jawab.
2.       Keluhan Utama
Biasanya Px TB Paru ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan menurun.
3.       Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang.
Pada umumnya Px TB Paru sering mengalami panas lebih dari 2 minggu sering terjadi bentuk berulang-ulang, anorexia, lemah, berkeringat banyak pada malam hari dan kadang disertai dengan hemaptoe
b.       Riwayat kesehatan lalu.
Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan dengan TBC antara lain ISPA, Efusi pleura, dan TB paru yang kembal aktif.
c.       Riwayat kesehtan keluarga.
Px keluarganya tidak mempunyai penyakit menular atau mempunyai penyakit menular
d.      Riwayat psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis Px dimana status ekonomi menengah ke bawah serta sanitasi yang kurang dengan padatnya penduduk mengakibatkan klien merasa diasingkan dengan penyakitnya yang dianggap menular.

4.       Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan sistem tubuh:
1.      B1 (Breathing)
Pada sistem pernafasan didapatkan pemeriksaan fisik:
-            Inspeksi : adanya tanda-tanda retraksi dada, diafragma, pergerakan nafas yang tertinggal, suara nafas melemah, adanya penggunaan otot bantu nafas, takipneu.
-            Palpasi: fremitus vokal meningkat
-            Perkusi : redup
-            Auskultasi : suara nafas bronkhial dengan atau tanpa ronchi basah dan kasar
2.      B2 (Blood)
Takikardi, cyanosis.
3.      B3 (Brain)
Kesadaran pasien Composmentis dengan GCS 456.
4.      B4 (Blader)
Biasanya klien jarang mengalami gangguan pada sistem ini kecuali ada komplikasi lebih lanjut.
5.      B5 (Bowel)
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, BB turun.
6.      B6 (Bone)
Adanya keterbatasan aktivitas akibat adanya kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Pada kulit terjadi cyanosis, dingin dan lembab, turgor kuli menurun.
5.       Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan penunjang
1).  LED meningkat.
2).  Leukosit meningkat.
3).  Hb menurun.
4). Blood gas (PaCo2, PaCo3, PaO2)
b.       X-foto
-          Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal atau hiler dengan atau tanpa adanya infiltrat.
-          Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.
c.       Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
-          Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB Paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 % Px TB yang dapat di diagnoisis berdasarkan pemeriksaan ini.
-          Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu (SPS).
d.      Pemeriksaan mantoox test / uji tuberkulis
-          Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.
a).     Indurasi 10 mm atau lebih : reaksi positif.
b).    Indurasi 5 mm – 9 mm : reaksi meragukan.
c).     Indurasi 0-5 mm : reaksi negatif.
-          Tes Tuberkulin dapat negatif pada Px HIV / AIDS, malnutrisi berat, TB milier, morbili meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis.

3. 2 ANALISA DATA
a.          Data Subyektif
-          Px batuk kurang lebih 3 minggu.
-          Px batuk disertai darah.
-          Px sesak nafas dan rasa nyeri dada.
-          Anoreksia.
-          Demam meriang.
b.         Data Obyektif
-          Px tampak panas yang naik turun.
-          Berat badan menurun, mual, muntah.
-          Batuk, ada darah, batuk ada sputum.
-          Px biasanya lemah dan lesu.
-          TTV :
o   Suhu terjadi peningkatan.
o   RR biasa terjadi peningkatan.
o   TD : tidak ada peningkatan TD.
o   Nadi : pada Px TBC bisa terjadi takikardi.
c.          Kemungkinan Penyebab
Infiltrasi bakteri mycobacterium tuberkulosa keseluruh tubuh.

3.3  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang kental
2.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.       Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum atau batuk, dyspnea atau anoreksia.
4.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer/ sistem imun, penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.
5.       Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.

3.4  INTERVENSI
DX 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang kental
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria Hasil :
1).    Sesak nafas pasien berkurang dalam waktu 1 x 24 jam.
2).    Batuk berkurang dalam waktu 2 x 24 jam.
3).    Mampu melakukan batuk efektif
4).    Suara nafas vesikuler
5).    RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
Rencana Tindakan :
1).    Jelaskan kx tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernafasan.
R / : pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan kx terhadap rencana teraupetik.
2).    Ajarkan kx tentang metode yang tepat pengontrolan batuk efektif.
R / : batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3).    Nafas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R / : memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4).    Lakukan pernafasan diafraqma.
R / : pernafasan diafraqma menurunkan frekuensi nafas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5).    Tahan nafas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan nafas kedua, tahan dan batukan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R / : meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekret.
6).    Auskultasi paru sebelum dan sesudah kx batuk.
R / : pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk kx
7).    Ajarkan kx tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : memperthankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 samapi 1500 cc / hari bila tidak kontraindikasi.
R / : sekresi kental sulit untuk encerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8).    Lakukan fisio Tx dada clapping / vibrasi.
R / :  dengan gaya gravitasi sekret akan keluar ke alveoli besar dan memudahkan pengeluaran sekret.
9).    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisiologi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R / :  expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi kx atas pengembanga parunya.
DX 2 :   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : pertukaran gas efektif Blood gas (pH, pCO2, pO2)
Kriteria Hasil :
1).    BGA dalam batas normal (pH : 7.35- 7.45, pCO2 : 35-45, pO2 : 80-100)
2).    Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif.
3).    Tidak ada gejala distress nafas

Rencana Tindakan :
1.Kaji dyspnea, tachypnea, bunyi pernafasan abnormal, peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
   R/   : Tubercolusis paru dapat menyebaban meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
                2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
                Perubahan warna kulit, membran mukosa dan warna kuku.
                R/   : Akumulasi secret dapat menganggu oksigenasi di organ vital dan
                Jaringan.
                3.Demonstrasikan / anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir di
                Disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan
                Parenkim.
                4.Anjurkan untuk tirah baring, batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien
                Sesuai kebutuhan.
                R/   : Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
                5. Kolaborasi -à Monitor pemeriksaan BGA dan oxymeter
                R/   : menurunnya saturasi oksigen (pO2) atau meningkatnya pCO2
                Menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekwat atau perubahan
                Terapi.
                6. Berikan oksigen tambahan yang sesuai
                R/   : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi terhadap
                Penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar.


DX 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk/produksi secret, dispnea, anoreksia dan ketidakcukupan sumber keuangan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria Hasil :
1).    Menunjukkan berat badan meningkat dan bebas dari malnutrisi,
2).    Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat.
Rencana Tindakan :
1).    Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R / : dengan membantu kx memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupeutik
Berikan  perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafan
R/   : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
.Anjurkan dan berikan periode istirahat sering
R/   : Menghemat energy khususnya bila kebutuhan metabolic meningkat saat demam.
2).    Pastikan pola diet pasien, yang disukai dan tidak disukai
R / :     Membantu identifikasi kebutuhan, pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3).    Observasi anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat.
R / :      Dapat mempengaruhi diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrisi.
4).    Anjurkan pasien makan makanan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat (TKTP).
R / :      Memaksimalkan masukan  nutrisi dan menurunkan iritasi daripada lambung.

5).    Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut :
a.       Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b.       Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c.       Thiamiru (kacang-kacang, buncis, oranges).
d.      Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayur hijau, kacang segar).
R / : masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jaringan hepar.
6)      Kolaboratif -à kosultasikan ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
R/: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolic dan diet.
7)      Konsul untuk pemberian terapi 1-2 jam sebelum / sesudah makan.
R/: Dapat memebantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pada perut yang penuh.
8)      Konsul untuk pemeriksaan laboratorium seperti BUN, protein serum dan albumin.
R/: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/perubahan program terapi
9)        Konsul untuk pemberian antipiretik.
R/: Demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan juga konsumsi kalori.

Dx 4 : Resiko  penyebaran infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekwat, penurunan kerja silia/stasis secret.
Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi selama dalam perawatan
Kriteria hasil :
1.      Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat (menutup mulut ketika batuk atau bersin)
2.      Tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan
3.      Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita.
Rencana tindakan :
1.      Kaji patologi penyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi melalui udara selama pasien batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, dll.
R/  :  Untuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh pasien sudah terbebas dari kuman tubercolusis.
2.      Mengidentifikasi resiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien.
R/  :  Mengurangi resiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien.
3.      Menganjurkan pasien untuk membuang sputum dengan wadah tertutup yang berisi clorin, mereview pentingnya mengontrol infeksi, misalnya dengan menggunakan masker.
R/ :  Penyimpanan sputum pada wadah yang terdesinfeksi dan penggunaan masker dapat meminimalkan penyebaran infeksi melalui droplet.
4.      Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
R/   :   Periode singkat terakhir 2-3 hari setelah terapi awal tetapi pada adanya penyakit luas-sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
Anjurkan pentingnya mengikuti kultur ulang secara periodic terhadap sputum untuk lamanya terapi.
R/: Untuk pengawasan efek dan keefektifan obat dan respons pasien terhadap terapi.
Kolaborasi -à Konsultasi dengan dokter untuk pemberian OAT
R/: Untuk mempercepat proses kesembuhan pasien

DX. 5: Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.
Tujuan  : Pasien mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi, terapi dan dapat mencegah penularan kepada orang lain.
Kriteria hasil :
1.      Mampu  menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
2.      Mampu mengidentifikasi/melakukan pola hidup yang perlu atau perubahan perilaku untuk mencegah terulangnya/terjadinya komplikasi.
Rencana tindakan :
1)      Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien
R/ Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan tingkatkan pada tahapan individu
2)      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat. Contoh: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
R/ Dapat menunjukkan kemajuan dalam pengetahuan pengaktifan penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut,
3)      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, kaji potensial interaksi dengan obat lain.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai dengan kondisi klien
4)      Kaji efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
R/ Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program
5)      Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada klien ntuk rujukan. Contohnya jadwal obat
R/ Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan dapat menguatkan ingatan klien.



BAB 4
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008). Gejala yang biasa ditunjukkan antara lain batuk,batuk darah, sesak napas, demam, nyeri dada, muntah darah dan kadang epitaksis. Diagnosa keperawatan yang bisa diambil untuk pasien TB Paru ini yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang kental, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran oiveolar-kapiler, perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum atau batuk, dyspnea atau anoreksia, resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi. Serta kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.

4.2 Saran
1.      Bagi pasien
Pasien mengerti tentang penyakitnya dan pasien mau kontrol rutin dan berobat jalan sesuai advis dokter. Pasien juga diharapkan mengerti dan mengetahui gejala pada tuberkulosis paru.
2.      Bagi perawat
Dalam melakukan asuhan keperawatan perlu adanya pendekatan untuk menciptakan hubungan saling percaya agar pasien itu mau mengungkapkan masalahnya sehingga perawat dapat menjalankan asuhan keperawatan dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. Jakarta. Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A dan Mary P. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit . Edisi 6. Jakarta. Buku Kedokteran ECG
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika
Wibisono, M. Yusuf, dkk. 2010. Buku Ajar Penyakit Paru. Surabaya. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar