BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Kornea
Brunner
and Suddarth, (2001) mengemukakan bahwa kornea (berasal dari bahasa latin
Cornum: seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea ini disisipkan di sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan
ini disebut sulkus sklelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm
di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi,
dan diameternya sekitar 11,5 mm. Kornea terdiri atas lapis :
1. Epitel
Tebalnya
50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih. Satu lapis se; basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal
terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel
sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel poligon di depannya melalui desmosom dan
makula okluden. Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak
di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya
regenerasi.
3. Stroma
Terdiri
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sela stroma kornea
yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan
membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang
terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.
5. Endotel
Berasal
dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 – 40 μm. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okiuden. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan
dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif
pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting
daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Trauma atau penyakit yang
merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya
regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana
40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor
agvaeus, dan air mata. Kornea superficial juga mendapatkan oksigen sebagian
besar dari atmosfer.
2.3 Pengertian
Menurut
Arif Mansjoer (2000), keratitis adalah peradangan pada kornea. Keratitis
merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh (Ilyas, 2001 ).
Gambar 2.3.1 Keratitis
2.4 Klasifikasi
Radang
kornea biasanya diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Keratitis Pungtata
Keratitis
yang terkumpul di daerah membran Bowman, dengan infiltrat berbentuk
bercak-bercak halus. Keratitis Pungtata terbagi lagi yaitu Keratitis Pungtata
Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel. Keratitis yang terkumpul di
daerah membran Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus.
Keratitis Pungtata terbagi lagi yaitu Keratitis Pungtata Superfisial dan
Keratitis Pungtata Subepitel.
2.
Keratitis Marginal
Merupakan
infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus.
3.
Keratitis Interstisial
Ditemukan
pada jaringan kornea yang lebih dalam.
4.
Keratitis Bakterial
5.
Keratitis Jamur
Biasanya
dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting, pohon, daun dan
sebagian tumbuh-tumbuhan.
6.
Keratitis Virus
Pada
keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya
gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut. Keratitis virus antara lain:
Keratitis herpetic, keratitis dendritik, keratitis disiformis, dan keratokonjungtivitis
epidemi.
7.
Keratitis Dimmer atau Keratitis
Numularis
Bentuk
keratitis dengan ditemukannya infiltrat yang bundar berkelompok dan di tepinya
berbatas tegas sehingga memberikan gambaran halo.
8.
Keratitis Filamentosa
Keratitis
yang disertai adanya filament mukoid dan deskuamasi sel epitel pada permukaan
kornea.
9.
Keratitis Alergi.
Keratokonjungtivitis
flikten merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
10.
Keratitis Fasikularis
Keratitis
dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah
kornea.
11.
Keratitis Konjungitivitis vernal
Merupakan
penyakit rekunen, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva bilateral.
12.
Keratitis Lagoftalmus
Keratitis
yang terjadi akibat adanya lagoftalmus di mana kelopak tidak dapat menutup
dengan sempurna sehingga terdapat kekeringan kornea.
13.
Keratitis Neuroparalitik
Merupakan
keratitis akibat kelainan saraf trigeminus, sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
14.
Keratokonjungtivitis Sika
Suatu
keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva.
15.
Keratitis Sklerotikan
Kekeruhan
berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai radang sklera atau skleritis.
2.5 Penyebab
Arif
Mansjoer (2000), mengemukakan penyebab sehingga terjadinya keratitis, antara
lain :
1.
Bakteri, seperti: Staphylococcus,
streptococcus, pseudomonas dan pneumococcus
2.
Virus, seperti: Virus herpes simpleks
dan virus herpes zoster
3.
Jamur, seperti: Candida dan aspergillus
4.
Hipersensitif: toksin/allergen
5.
Gangguan hervus trigeminus
6.
Idiopatik
2.6 Manifestasi Klinis
Ihsan
(2009), berpendapat bahwa manifestasi klinis pasien dengan peradangan pada mata
khususnya keratitis sering dijumpai, yaitu :
1.
Mata sakit, gatal dan silau
2.
Gangguan penglihatan (visus menurun)
3.
Mata merah dan bengkak
4.
Hiperemi konjungtiva
5.
Merasa kelilipan
6.
Gangguan kornea (sensibilitas kornea
yang hipestesia)
7.
Fotofobi, lakrimasi, blefarospasme
8.
Pada kelopak terlihat vesikel dan
infiltrat filament pada kornea.
2.7 Patofisiologi Narasi
Kornea
berfungsi sebagai membran pelindung yang uniform dan “jendela” yang dilalui
berkas cahaya retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang
uniform, avaskuler, dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relative
jaringan kornea, dipertahankan oleh fungsi sawar epitel. Epitel adalah sawar
yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea dan merupakan
satu lapis sel-sel pelapis permukaan posterior kornea yang tak dapat diganti
baru. Sel-sel ini berfungsi sebagai pompa cairan dan menjaga agar kornea tetap
tipis dan basah, dengan demikian mempertahankan kejernihan optiknya. Jika
sel-sel ini cedera atau hilang, timbul edema dan penebalan kornea yang pada
akhirnya mengganggu penglihatan
(Ilyas, 2001).
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Vera,
H.D dan Margaret R.T, (2000), mengemukakan bahwa pemeriksaan penunjang meliputi :
1.
Pemulasan fluorescein
2.
Kerokan kornea yang kemudian dipulas
dengan pulasan gram maupun giemsa.
3.
Kultur untuk bakteri dan fungi.
4.
Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 %
terhadap kerokan kornea.
5.
Uji fluoresein
Untuk
mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat erosi, keratitis
epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau pada
defek tersebut
6.
Uji sensibilitas kornea
Untuk
mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang berkaitan dengan penyakit mata
akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes zooster ataupun akibat gangguan
ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes simpleks
7.
Uji fistel
Untuk
melihat kebocoran kornea atau fistel akibat adanya perforasi kornea
8.
Uji biakan dan sensitivitas
Mengidentifikasi
patogen penyebab
9.
Uji plasido
Untuk
mengetahui kelainan pada permukaan kornea
2.10
Pencegahan
1.
Antibiotic topical diberikan secara
rutin setelah trauma kornea (juga pada tindakan bedah).
2.
Pencegahan kontaminasi perlu dilakukan
terhadap penggunaan obat-obatan topical dan sterilitas penggunaan lensa kontak
2.11
Komplikasi
Komplikasi
yang paling ditakutkan adalah penipisan kornea, descemetocele sekunder dan perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophthalmitis
dan hilangnya penglihatan
2.12
Prognosis
Prognosis
bergantung pada beberapa factor:
1.
Virulensi organism.
2.
Lokasi dan perluasan ulkus kornea.
3.
Vaskularisasi dan deposit kolagen.
4.
Diagnosis awal dan terapi tepat dapat
membantu mengurangi kejadian hilangnya penglihatan.
2.11 Penatalaksanaan Medis
Ihsan
(2009), mengemukakan bahwa pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat
untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba
dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara seksama
adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan
yang melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu
diberikan kompres dingin. Pasien dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin
diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan midriatik
mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch)
dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol,
karena justru dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan defek epitel.
Vera,
H.D dan Margaret R.T., (2000) mengatakan bahwa pada pasien dengan infeksi
kornea berat dirawat untuk pemberian tetes antimikroba seperti gentamisin
5mg/ml, tobramisin15mg/ml, atau sefuroksim 50 mg/ml setiap 30 menit sekali dan
pemeriksaan berkala, untuk keratitis yang disebabakan oleh virus herpes
simpleks pasien perlu diberikan virustatika seperti IDU trifluorotimidin dan
acyclovir sedangkan untuk keratitis akibat herpes zooster pasien diberikan obat
simptomatis saja seperti analgetika, vitamin dan antibiotika topikal. Selain
itu tameng mata ( patch ) dan lensa kontak perlu dilepas dahulu sampi infeksi
terkontrol, karena akan memperkuat pertumbuhan mikroba.
Sedangkan
pasien dengan konjungtivitis biasanya hilang sendiri tapi tergantung dengan
jenis penyebabnya. Penatalaksanaan pasien dengan kongjungtivitis bakteri sebelum terdapat pemerikaan mikrobiologi,
klien dapat diberikan antibiotik unggal spektrum luas sepertigentamisin,
kloramfenikol, polimiksin. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat dengan
diberi penisillin salep dn suntikan untuk bayi dosisnya 50.000 unit/kg BB
selama 7 hari. Sekret dibersihkan engan kapas yang dibasahi air rebus bersih
atau garam fisiologis setiap 15 menit dan diberi salep penisillin. Selain itu
pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat
atau orang lain, menanjurkan untuk tidak menggosok mata yang sakit kemudian mata
yang sehat, menganjurkan untuk mencuci tangan setipa memegng mata yang sakit,
menggunakan handuk, lap dan sapu tangan yang terpiah. Untuk konjungtivitis
viral, penatalaksanaan bersifat simptomatik dan antibiotik diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, untuk konjungtivitis herpetik diberikan
antivirus asiklovir 400mg/hari selama 5 hari.sedangkan untuk konjungtivitis
alergi biasanya akan sembuh sendiri, pengobatan ditujukan untuk menghindarkan
penyebab dan menghilangkan gejala, sedangkan konjungtivitis sika diberikan air
mata buatan.
Penatalaksanaan
untuk uveitis, terapi perlu segera dilakukan untuk mencegah kebutaan, diberikan
steroid tetes mata pada siang hari dan salep pada malam hari.
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
Keluhan utama
Tanyakan
kepada klien adanya keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah, silau dan
sekret pada mata
b.
Riwayat penyakit sekarang
Informasi
yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan,
trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri, mata terasa
gatal, silau, terjadinya gangguan penglihatan, mata merah dan bengkak, hiperemi
konjungtiva, dan merasa kelilipan.
c.
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan
pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes mellitus, harpes
zooster, dan herpes simpleks.
d.
Pengkajian fisik penglihatan
1)
Ketajaman penglihatan
Uji
formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data dasar
pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata ( snellen ) yang diletakkan 6
meter, menggunakan light pen, dan menggunakan lambaian tangan.
2)
Palpebra superior
Merah,sakit
jikaditekan
3)
Palpebra inferior
Bengkak,
merah, ditekan keluar secret
4)
Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi
adanya :
a)
Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva
yang berwarna merah dengan pembuluh darah ditengahnya
b)
Membran,sel radang di depan mukosa
konjungtiva yang bila iangkat akan berdarah, membran merupakan jaringan
nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang
lebih dalam dan berwarna abu – abu.
c)
Pseudomembran, membran yang bila
diangkat tidak akan berdarah
d)
Litiasis, pembentukan batu senyawa
kalsium berupa perkapuran yang terjadipada konjungtiviti kronis.
e)
Sikatrik, terjadi pada trakoma.
5)
Konjungtiva
bulbi
a)
Sekresi
b)
Injeksi konjungtival
c)
Injeksi siliar
d)
Kemosis konjungtiva bulbi, edema
konjungtiva berat
e)
Flikten peradangan disertai
neovaskulrisasi
6)
Kornea
a)
Erosi kornea, uji fluoresin positif
b)
Infiltrat, tertibunnya sel radang
c)
Pannus, terdapat sel radang dengan
adanya pembuluh darah yang membentuk tabir kornea
d)
Flikten
e)
Ulkus
f)
Sikatrik
7)
Bilik depan mata
a)
Hipopion, penimbunan sel radang dibagian
bawah bilik mata depan
b)
Hifema, perdarahan pada bilik mata depan
8)
Iris
a)
Rubeosis, radang pada iris
b)
Gambaran kripti pada iris
9)
Pupil
a)
Reaksi sinar, isokor
b)
Pemeriksaan fundus okuli dengan
optalmoskop untuk melihat
adanya
kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan
badan kaca.
2. Diagnosa Keperawatan
Ihsan
(2009), mengemukakan bahwa diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
dengan keratitis, yaitu :
a.
Nyeri
berhubungan dengan iritasi atau infeksi pada mata
b.
Gangguan Sensori Perseptual :
Penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
c.
Resiko tinggi
penyebaran infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat atau mata
orang lain
d.
Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan
: adanya nyeri; kemungkinan / kenyataan kehilangan penglihatan.
3. Intervensi Keperawatan
a.
Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan
dengan iritasi atau infeksi pada mata.
Tujuan
: Setelah dilakukanya tindakan keperawatan secara komprehensif selama 1 x 24
jam diharapkan bahwa nyeri teratasi.
Kriteria
hasil : Nyeri berkurang, pasien merasa nyaman
Intervensi
:
1)
Anjurkan klien untuk mengompres mata
dengan air hangat.
Rasional
: Untuk menurunkan bengkak pada mata.
2)
Anjurkan pasien untuk tidak menggosok –
gosok mata yang sakit terutama dengan tangan.
Rasional
: Dapat mengurasi iritasi pada mata dan mengurangi nyeri.
3)
Anjurkan pasien menggunakan kacamata
pelindung jika bepergian.
Rasional
: Agar tidak terinfeksi atau iritasi pada mata.
4)
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian analgetik dan antibiotic topical.
Rasional
: Mengurangi nyeri dan mengatasi infeksi yang terjadi.
5) Evaluasi skala nyeri klien.
Rasional : Dapat mengetahui skala nyeri
klien.
b. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman,
gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya terhadap rangsang.
Tujuan : Setelah dilakukanya tindakan
keperawatan secara komprehensif selama 1 x 24 jam diharapkan bahwa pasien dapat
beraktivitas dengan baik.
Kriteria
hasil :
Pasien
akan : Meningkatkan ketajaman
penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan, dan mengidentifikasi / memperbaiki potensial
bahaya dalam lingkungan.
Intervensi
:
Mandiri
1)
Orientasikan pasien terhadap lingkungan,
staf, orang lain di areanya.
Rasional
: Pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
2)
Lakukan tindakan untuk membantu pasien
menangani keterbatasan penglihatan seperti kurangi kekacauan, ingatkan memutar
kepala ke subjek yang terlihat dan perbaiki sinar suram.
Rasional
: Membantu pasien dalam beraktivitas.
3)
Perhatikan tentang suram atau
penglihatan kabur dan iritasi mata dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes
mata.
Rasional
: Dapat mengidentifikasi intervensi lanjutan.
4)
Evaluasi ketajaman penglihatan pasien,
catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
Rasional
: Mengetahui ketajaman penglihatan pasien.
c. Resiko
tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat
atau mata orang lain.
Tujuan : Setelah dilakukanya tindakan
keperawatan secara komprehensif selama 1 x 24 jam diharapkan bahwa infeksi
penyebaran tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat
waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam, serta mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Intervensi:
1)
Berikan therapi sesuai program dokter.
Rasional
: Mencegah / mengurangi iritasi mata pasien.
2)
Anjurkan penderita istirahat untuk
mengurangi gerakan mata.
Rasional
: Mengurangi resiko penyebaran infeksi mata.
3)
Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat
penyembuhan
Rasional
: Dapat mempercepat penyembuhan mata.
Mandiri
4)
Diskusikan pentingnya mencuci tangan
sebelum menyentuh/mengobati mata.
Rasional
: Mencegah terjadinya resiko infeksi
5)
Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat
untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan bola kapas untuk tiap usapan,
ganti balutan.
Rasional
: Mengurangi resiko infeksi mata.
6)
Tekankan pentingnya tidak
menyentuh/menggaruk mata yang sakit kemudian yang sehat
Rasional
: Mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
7)
Anjurkan untuk memisahkan handuk, lap
atau sapu tangan.
Rasional
: Mencegah terjadinya infeksi lanjut.
8)
Evaluasi tanda-tanda infeksi
Rasional
: Mengetahui apakah infeksi masih terjadi atau tidak.
d. Diagnosa Keperawatan : Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan
: adanya nyeri; kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.
Tujuan
: Setelah dilakukanya tindakan keperawatan secara komprehensif selama 1 x 24
jam diharapkan bahwa pasien tidak merasa cemas.
Kriteria
hasil :Pasien tampak rileks dan
melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
Intervensi
:
1)
Berikan informasi yang akurat dan jujur.
Rasional
: Pasien mendapatkan informasi yang akurat mengenai penyakitnya.
2)
Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan
dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
Rasional
: Pasien memahami tentang pengobatan yang akan dijalaninya.
3)
Dorong pasien untuk mengakui masalah dan
mengekspresikan perasaan.
Rasional
: Mengetahui tingkat kecemasan pasien.
4)
Identifikasi sumber / orang yang dekat
dengan klien.
Rasional
: Meningkatkan koping pasien.
5)
Evaluasi tingkat ansetas, derajat
pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional
: Mengetahui tingkat kecemasan pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar