Minggu, 10 Februari 2013

ASKEP HEPATITIS



BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolism. Disfungsi hati terjadi akibat kerusakan sel-sel parenkim hati yang bisa secara langsung disebabkan oleh penyakit primer hati atau secara tidak langsung oleh obstruksi aliran empedu atau gangguan sirkulasi. Kerusakan sel hati dapat terjadi karena infeksi, seperti hepatitis ( A,B,C,D,dan E) dan hepatoma.
60% sampai 90% dari kasus hepatitis berlangsung tanpa dilaporkan. Penyakit hati yang kronis, termasuk hepatoma berada dalam urutan kesembilan sebagai penyakit yang paling sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Kurang lebih 46% dari kematian tersebut berkaitan dengan konsumsi alkohol. Angka penyakit hati kronik untuk laki-laki dua kali lipat lebih tinggi daripada wanita.
Kerusakan hati yang akut dapat menyebabkan kegagalan hati, dapat pulih kembali secara total atau dapat pula berlanjut menjadi penyakit hati yang kronis. Hasil akhir kerusakan hati yang kronis adalah sirosis, yang ditandai oleh penggantian sel-sel parenkin hati dengan jaringan fibrotik.
Implikasi keperawatan adalah perawat terutama dapat merawat penderita dengan  gangguan sistim hepatic, dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang sanitasi dan komunitas yang baik. Kesadaran yang terus menerus akan hygiene perorangan, praktik yang aman dalam menyiapkan dan membagikan makanan, penyediaan pelayanan kesehatan yang efektif disekolah, asrama, fasilitas perawatan yang diperluas, program pendidikan kesehatan yang berkelanjutan, pelaporan setiap kasus hepatitis kepada departemen setempat.




B.       Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep teori gangguan pada system hepatik ( hepatitis dan hepatoma) dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system hepatik hepatitis dan hepatoma.

C.      Tujuan
1.      Tujuan Umum
Memahami konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan kelainan hepatik hepatitis dan hepatoma
2.      Tujuan Khusus
a)      Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang serta pengobatan gangguan hepatik hepatitis dan hepatoma.
b)      Menjelaskan asuhan keperawatan klien dengan gangguan hepatik hepatitis dan hepatoma

D.      Manfaat
Melalui pembelajaran ini , kita dapat mengetahui berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan hati dan fungsinya, serta dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system hepatik hepatitis dan hepatoma.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      ANATOMI DAN FISIOLOGI
Hati, saluran empedu dan pankreas berkembang dari cabang usus depan fetus dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum, ketiganya terkait erat dengan fisiologi pencernaan. Hati berada dikuadran kanan atas rongga abdomen dan merupakan organ terbesar ditubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal (price dan wilson, 2006). Hati melakukan banyak fungsi penting yang berbeda-beda dan bergantung pada sistem aliran darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat khusus. Ketika hati rusak maka semua sistem tubuh terpengaruh. Corwin (2009).
 
Hati terbungkus oleh sebuah kapsul fibroelastik yang disebut kapsul glisson dan secara makroskopik dipisahkan menjadi lobus kiri dan kanan. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritonium fiseralis kecuali darah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritonium membantu menyokong hati. Dibawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula glisson,yang meliputi permukaan seluruh organ. Bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masukna vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika.
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh dan merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
1.       Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karohidrat, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk / biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2.       Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
a.       Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
b.      Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
c.       Pembentukan cholesterol
d.      Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3.       Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
4.       Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5.       Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6.       Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7.       Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.
8.       Fungsi hati sebagai hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah

Sel-sel hati memiliki kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Dalam 3 kali 24 jam setelah transplantasi, organ hati (liver) telah dapat pulih. Namun jika hati mengalami kerusakan yang terus-menerus atau berulang-ulang maka akan terbentuk banyak jaringan ikat yang akan mengacaukan struktur hati, yaitu suatu keadaan yang dikenal sebagai sirosis (cirrhosis) atau pengerasan hati. Jika sirosis (cirrhosis) telah terjadi maka terganggulah seluruh fungsi hati yang penting untuk kehidupan.

B.       DEFINISI HEPATITIS
Hepatitis adalah penyakit radang hati yang disebabkan oleh virus hepatitis. Sebelumnya hepatitis dibedakan menjadi 3, yaitu hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis (non A dan non B ). Saat ini sudah ditemukan virus C, D, E, F, G dan lainnya. Virus hepatitis G ditemukan pada tahun 1996. Hepatitis yang prevelensinya tinggi adalah hepatitis A dan B. (Sabatine, 2004)
Secara sederhana, hepatitis menurut Luckman (1990) adalah radang hati yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau zat beracun. Icterus biasanya terjadi. Manifestasi sistemik lainnya terjadi, tapi kehadiran mereka tergantung pada jenis agen penyebab dan derajat gangguan. Hepatitis terjadi di seluruh dunia.
Ada beberapa jenis hepatitis. Ini termasuk hepatitis virus, hepatitis toksik, hepatitis yang merupakan komplikasi dari penyakit virus dan bakteri lainnya, hepatitis aktif kronis dan hepatitis alkoholik.
1.         Hepatitis Virus
                        Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati merupakan organ target utama dengan kerusakan yang berupa inflamasi atau nekrosis hepatosit serta infiltrasi ponlobular oleh sel mononuclear. Dengan kemajuan dibidang biologi molecular, saat ini identifikasi dan pengertian pathogenesis hepatitis virus menjadi lebih baik. Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama infeksi akut, yaitu hepatitis A, B, C, D, E dan G. Semuanya member gejala klinis hampir sama, bervariasi mulai dari asimtomatis, bentuk klasik, sampai hepatitis fulminan yang dapat menyebabkan kematian. Kecuali virus hepatitis G yang memberikan gejala sangat ringan, semua infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis dapat berlanjut dalam bentuk subklinis atau penyakit hati yang progresif dengan komplikasi sirosis atau timbulnya karsinoma hepatoselular. Virus hepatitis A, C, D, E, dan G adalah virus RNA sedang virus Hepatitis B adalah virus DNA. Virus Hepatitis A dan Virus hepatitis E tidak menyebabkan penyakit kronis sedangkan virus Hepatitis B, D, dan C dapat menyebabkan infeksi kronis. (sjamsul arif)

2.         Hepatitis Toksin 
                        Peran utama hepar adalah metabolisme zat – zat asing yang masuk dalam tubuh. Oleh karena itu, sering kali hepar mengalami hepatitis toksik. Zat – zat asing yang dapat menimbulkan toksik adalah obat – obat tertentu, toksin industry, dan racun tanaman.
                        Toksik yang dapat diprediksi dan langsung mengakibatkan hepatitis dengan pasti dan persentasi kerusakan hepar sangat tinggi, zat nya mempengaruhi langsung sel – sel hepar, sehingga terjadi perubahan struktur pada hepar.

ETIOLOGI HEPATITIS
1.         Hepatitis Virus
a)      Hepatitis A
Hepatitis A adalah endemik di beberapa daerah  didunia, terutama daerah dengan sanitasi kurang. Hepatitis A merupakan penyakit Self – limiting dan memberikan kekebalan seumur hidup. (Sjamsul Arief, 2010).        Hepatitis A  (HAV) dahulu disebut hepatitis infeksius. Penyakit ini ditularkan terutama kontaminasi oral fekal akibat hygiene yang buruk atau makanan yang tercemar. Individu yang tinggal ditempat-tempat yang padat yang higiennya mungkin tidak adekuat, misalnya tempat penitipan anak, rumah sakit jiwa, penjara, dan penampungan gelandangan, beriko mengidap penyakit ini. Virus kadang-kadang ditularkan melalui darah. Dibeberapa Negara, infeksi HAV tersebar endemic. ( corwin, 2009 ).
Waktu antara pajanan dan awitan gejala (masa tunas) untu HAV adalah 4-6 minggu. Pengidap penyakit ini dapat menularkan sampai 2 minggu sebelum gejala muncul. Antibody terhadap hepatitis A akan timbul saat gejala muncul. Virus hepatitis A dijumpai pada awitan gejala. Penyakit biasanya berlangsung sekitar 4 bulan setelah pajanan. Tidak ada stadium pembawa (carrier), yaitu individu tetap menularkan secara periode tertetu setelah penyakit akut mereda dan tidak terjadi stadium fulminan setelah penyakit akut. Infeksi HAV akut pada pasien pengidap Hepatitis C (HCV) kronis dapat memperparah penyakit tersebut. (corwin, 2009)
b)     Hepatitis B
Hepatitis B disebut hepatitis serum. Penyakit ini bersifat serius yang tersebar diseluruh dunia. Penderita resiko tinggi pengidap HBV adalah pengguna suntikan, petugas kesehatan serta heteroseksual dan homoseksual yang sering berganti ganti pasangan yang belum divaksinasi. Penularan pada saat membuat tato atau menindik tubuh pada individu yang belum divaksinasi juga dapat terjadi apabila kebersihannya buruk. (corwin,2009)
c)      Hepatitis C
Hepatitis C disebut juga hepatitis non-A, non-B, biasanya ditularkan melalui transfuse darah atau produk darah, biasanya dari donor darah yang tanpa gejala. Hepatitis ini umumnya menyerang pengguna obat-obatan HIV, pasien dialisa ginjal, dan tenaga kesehatan. HCV adalah bentuk yang paling umum dari hepatitis pasca transfusi. Sekitar 50% kasus hepatitis berkembang menjadi penyakit hati kronis, dan sedikitnya 20% berkembang menjadi sirosis.
d)     Hepatitis D
Hepatitis D atau hepatitis delta disebabkan oleh virus RNA defektif yang membutuhkan kehadiran hepatitis B-yang secara spesifik adalah antigen permukaan hepatitis B (HBsAg)- untuk bereplikasi. Oleh sebab itu, HDV terjadi bersamaan dengan HBV atau dapat menimbulkan superinfeksi pada karier HBV kronis, dan tidak dapat muncul lebih lama daripada infeksi hepatitis B. Hepatitis ini terutama terjadi pada pengguna obat-obatan IV atau pasien yang mendapat transfusi ulang.
e)      Hepatitis E
Hepatitis tipe E disebabkan oleh virus RNA rantai tunggal yang tidak terselubung. Ditularkan melalui rute fekal-oral, tetapi sulit untuk dideteksi karena tidak konsisten berada dalam feces.

2.         Hepatitis toksik
Beberapa penyebab hepato toksin :
a)      Toksin Industri
Karbon tetraklorida (dapat diprediksi dan langsung) merupakan zat yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis. Zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun
b)      Racun tanaman
Keracunan jamur (dapat diprediksi dan langsung)
c)      Obat – obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.
Tetrasiklin (dapat diprediksi dan langsung)
Asam para-amino salisilat ( tidak dapat diprediksi)
Isoniazid (INH) (tidak dapat diprediksi)
Cliorpromasin ( Tidak dapat diprediksi)
Sulfonamind (Tidak dapat diprediksi)
Kontrasepsi oral (Tidak dapat diprediksi)
Media kontras kolesistografik (dapat diprediksi, tidak langsung).
d)     Alkohol
Pada para pecandu alkohol, peradangan sebagian sel dan nekrosis yang diakibatkannya biasanya timbul setelah minum alkohol dalam jumlah besar. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk akhir metabolisme alkohol terutama asetal dehida dan ion hidrogen.(corwin, 2009)
 
PATOFISIOLOGI HEPATITIS
Virus – virus yang menyebabkan hepatitis dapat menyebabkan cedera hepatosit terutama dengan merangsang reaksi peradangan dan imun sel inang yang akhirnya merusak hepatosit. Meski pada beberapa keadaan virus tersebut dapat secara langsung mencederai sel – sel tersebut. Reaksi peradangan melibatkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin, pembentukan setokin, aktivitas komplemen, lisis sel – sel terinfeksi dan sel – sel disekitarnya serta edema dan pembengkakan interstisium. Respon imun yang timbul kemudian mendukung respons peradangan. Perangsangan komplemen dan lisis sel lebih lanjut serta serangan antibodi langsung terhadap antigen virus menyebabkan destruksi sel terinfeksi. Hati menjadi edematosa sehingga kapiler kolaps dan aliran darah berkurang, yang menyebabkan hipoksia jaringan. Akhirnya terbentuk jaringan ikat dan fibrosis di hati. (corwin, 2009)
Hepatitis virus menyebabkan inflamasi yang menyebar ke jaringan – jaringan hepar melalui infiltrasi. Inflamasi, degenerasi, dan regenerasi dapat terjadi serentak. Inflamasi yang disertai pembengkakan dapat menekan cabang vena porta. Transamine serum akan meningkat dan masa protombin memanjang.
Manifestasi fisik dari virus hepatitis mencerminkan kerusakan sel hati. hepatosit adalah kerusakan oleh respon kekebalan tubuh terhadap virus, yang mengubah fuction selular. Tingkat kerusakan fuctional tergantung pada jumlah kerusakan hepatoseluler. Retikulum endoplasma (bertanggung jawab untuk sintesis protein dan konjugasi glukuronida steroid dan detoksifikasi) merupakan organel pertama yang mengalami perubahan. Hati fungsinya yang bergantung pada proses ini diubah, dengan derajat kerusakan tergantung pada jumlah kerusakan pada retikulum endoplastic. Sel Kupfer akan meningkat dalam ukuran dan jumlah. Jaringan pembuluh darah dan ductule mengalami perubahan inflamasi. Hepatosit umumnya sembuh dalam 3 sampai 4 bulan.

Patofisiologi hepatitis menurut penyebabnya :
1.      Hepatitis Virus
·         Hepatitis A
     Antibodi terhadap hepatitis A terdiri dari dua jenis. Antibodi IgM berkembang segera setelah infeksi dan tetap dalam tubuh selama 6 sampai 8 minggu, IgM  dijadikan sebuah indikator infeksi saat ini. Sedangkan Antibodi IgG terhadap hepatitis A berkembang beberapa minggu setelah infeksi dan menetap selama bertahun-tahun, memberikan kekebalan terhadap penyakit, dijadikan indikator infeksi masa lalu.
Klien yang sehat biasanya sembuh dari hepatitis A tanpa
sisa gejala mayor. Meskipun hepatitis A memiliki tingkat kematian rendah, fulminan hepatitis A dapat terjadi. Bentuk menyerupai gagal hati fulminan akut. Hal ini menyebabkan penyakit parah dan bahkan kematian.
·         Hepatitis B
Virus Hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel Dane. Virus ini memiliki sejumlah antigen inti dana antigen permukaan yang telah diketahui secara rinci dan dapat diidentifikasi dari sampel darah hasil pemeriksaan laboratorium. Antigen virus yang biasanya terukur  pertama kali dari suatu sampel darah adalah antigen .permukaan di selubung virus yang disebut HbsAg pada infeksi primer. Kemudian hal ini diikuti dengan antibodi  terhadap antigen inti anti HBV ( antibodi anti – HBc) ; pada stadium awal infeksi antibodi terutama adalah IgM. Adanya virus dalam darah ( viremia) dapat diketahui dengan mudah pada saat terbentuk antibodi, sehingga menjadikan stadium akut dari infeksi ini merupakan masa penularan yang tinggi.  Identifikasi antigen inti (HBcAg) atau DNA hepatitis itu sendiri dalam serum, bersifat diagnostik untuk infeksi HBV aktif. Donor darah secara rutin ditapis untuk mencari antigen HBV.
Sebagai respon terhadap adanya berbagai antigen virus, individu membentuk bermacam- macam antibodi dalam suatu rangkaian yang dapat diperkirakan, dimulai dari stadium akut penyakit sampai awal pemulihan. Sebagian antibodi terhadap HBV menetap seumur hidup setelah pasien pulih dari penyakitnya. Namun apabila seseorang terus membawa HBV, antigen virus akan terus terbentuk termasuk antigen inti ke 2, HbeAg ;pembentukan kembali antigen virus, menunjukkan orang tersebut menderita hepatitis kronik. Dengan teknik assay baru yang amat peka, individu yang mengidap infeksi menetap masih dapat diukur antibodi virus yang dapat diukur. Oleh karena itu siapa pun yang membawa antigen permukaan atau inti virus, tanpa memperhatikan status antibodinya harus dianggap mengalami viremia menetap. Meski pada orang dewasa sebagian besar infeksi primer dapat sembuh, tetapi sekitar 5 % infeksi akan menjadi infeksi menetap. Persentasi ini akan lebih tinggi pada bayi dan anak – anak. (corwin, 2009)
·         Hepatitis C
Sedikit informasi spesifik yang tersedia tentang hepatitis C. Baik antigen maupun antibodi specifik juga belum ditemukan. Tidak seperti hepatitis B, hepatitis C jarang menjadi hepatitis fulminan. Tetapi angka infeksi kronis yang tidak terdiagnosis selama bertahun tahun tinggi. Selain itu infeksi peyerta ko-infeksi pada pengidap HCV dan human imunodefisiensi virus (HIV) sering terjadi. Antibodi terhadap HCV dan virus itu sendiri dapat dideteksi dalam darah sehingga penapisan donor darah efektif. Meski menawarkan waktu pemeriksaan yang labih tepat dari pemeriksaan virus, pemeriksaan antibodi dapat memberikan hasil negatif palsu apabila dilakukan pada awal perjalanan penyakit, karena individu mungkin tidak merasa atau tampak sakit dan karena jeda waktu yang relatif lama antara saat seorang individu pengidap penyakit menjadi menularkan dan saat ia mulai membentuk antibodi. Adanya antibodi terhadap HCV tidak berarti stadium kronis tidak terjadi. Saat ini belum tersedia vaksin untuk HCV. (corwin, 2009)
·         Hepatitis D
Atau agens hepatitis delta yang merupakan suatu virus defektif yg jika sendirian tidak dapat menginfeksi Hepatosit untuk menimbulkan hepatitis. Virus ini melakukan ko- infeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV bertambah parah. Infeksi oleh HDT juga dapat timbul belakangan pada individu yang mengidap infeksi kronis HBV. Agen hepatitis delta ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis fulminan, kegagalan hati dan kematian. Hepatitis D ditularkan seperti HBV. Antigen dan antibodi HDV dapat diperiksa pada donor darah. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari HBV. (corwin 2009)
JENIS
PENULARAN
PROGNOSIS
DIAGNOSIS
Hepatitis A
Oral / fekal
Biasanya sembuh sendiri
Antibody hepatitis A: IgM (stadium dini), IgG (stadium lanjut)
Hepatitis B
Ditularkan melalui darah, khususnya dari ibu ke anak. Juga ditularkan melalui hubungan kelamin.
Biasanya sembuh sendiri. 10% diiantaranya dapat menjadi hepatitis kronis atau fulminan
Antigen permukaan hepatitis B (HbsAg)  dan antigen inti ( HbeAg) yang diikuti dengan antibody terhadap antigen permukaan hepatitis B (HbsAb)


Hepatitis C
Dikeluarkan melalui darah (angka penularan melalui hubungan kelamin rendah)
50% dapat menjadi infeksi kronis
Antibody hepatitis C

Hepatitis D
Ditularkan melalui darah. Ko-infeksi hanya dengan hepatitis B
Meningkatkan kemungkinan perburukan hepatitis B
Antigen hepatitis D antibody hepatitis D
Hepatitis E
Air tercemar, oral / fekal
Biasanya sembuh sendiri, tetapi menimbulkan angka kematian tinggi pada wanita hamil
Pengukuran virus hepatitis E

2.      Hepatitis toksik
Perubahan morfologis pada hepar akan dipengaruhi oleh hepatotoksin tertentu. Misalnya, karbon tetraklorida yang menyebabkan infiltrasi lemak dalam hepar atau nekrosis pada hepar. Kontrasepsi oral dan media kontras kolesistografik menyebabkan kolestasis dan inflamasi portal.
Pada hepatitis alkohol, infiltrasi neutrofil hati dan sekresi sitosin, tumor nekrosis faktor alpha (TNF- α) mendorong terjadinya peradangan tersebut. Sel – sel hati dirangsang untuk mengalami apoptosis (sel terpogram) yang dapat menyebabkan jaringan parut dan fibrosis. (corwin, 2009)
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan urine berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal dan ikterus.

TANDA DAN GEJALA HEPATITIS
       Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai penyakit yang mencolok, gagal hati dan kematian. Terdapat 3 stadium pada semua jenis hepatitis : Stadium Prodromal, Stadium Ikterus, dan Periode Konvalesens ( pemulihan).
       Stadium Prodromal, disebut periode pra ikterus, dimulai setelah periode masa tunas virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda – tanda penyakit. Stadium ini disebut pra ikterius karena ikterus belum muncul, individu akan sangat infeksius pada stadium ini. Antibodi terhadap virus biasanya belum dijumpai, stadium ini biasanya berlangsung 1 - 2 minggu dan ditandai oleh :

·         Malaise umum
·         Rasa lelah
·         Gejala infeksi saluran nafas atas
·         Mialgia ( nyeri otot)
·         Kurang nafsu makan.
       Stadium ikterus adalah stadium kedua hepatitis virus, dan dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih. Pada sebagian besar orang, stadium ini (sesuai namanya) ditandai oleh timbulnya ikterus. Manifestasi lain adalah :
·         Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal
·         Pembesaran dan nyeri tekan hati
·         Splenomegali
·         Mungkin gatal (Pruritus) dikulit
       Stadium pemulihan adalah stadium ketiga hepatitis virus dan biasanya terjadi dalam 4 bulan untuk HBV dan HCV, dan dalam 2 – 3 bulan untuk HAV. selama periode ini :
·         Gejala mereda, termasuk ikterus
·         Nafsu makan pulih.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA HEPATITIS
3.      Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab hepatitis dan menilai fungsi organ hati (liver). Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi hepatitis terdiri dari :
·         Tes serologi
Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen maupun antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis.
Virus penyebab hepatitis dapat diketahui melalui pemeriksaan serologi.


a)      Diagnosis Hepatitis A
untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap vius hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai positif pada awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika telah pasien telah sembuh, antibodi IgM akan menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul.
Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar, jika seseorang terkena hepatitis A maka hasil pemeriksaan laboratorium akan seperti berikut:
ü  Serum IgM anti-VHA positif
ü  Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT dan AST meningkat.
Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total bilirubin meningkat.
b)      Diagnosis Hepatitis B
Diagnosis pasti hepatatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan:
ü  HBsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B) merupakan material permukaan / kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.
ü  Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit hepatatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
ü  HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.
ü  Anti-Hbe (antibodi HbeAg) merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
ü  HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
ü  Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B) merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB.
c)      Diagnosis Hepatitis C
ü  Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi untuk menilai kadar antibodi. Selain itu pemeriksaan molekuler juga dilakukan untuk melihat partikel virus. Sekitar 80%  kasus infeksi hepatitis C berubah menjadi kronis. Pada kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya enzim alanine aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate aminotransferase (AST).
ü  Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA VHC. Tes ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan untuk mengkonfirmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan juga menilai respon terapi. Tes ini juga berguna bagi pasien yang anti-HCV-nya negatif tetapi memiliki gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang belum teridentifikasi jenis virus penyebabnya.
ü  Tes kuantitatif sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu metode dengan teknik branched-chain DNA dan teknik reverse-transcription PCR. Tes kuantitatif ini berguna untuk menilai derajat perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini pula dapat diketahui derajat viremia. Sedangkan biopsi hati (pengambilan sampel jaringan organ hati) dilakukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati (liver).

·         Tes Biokimia Hati
     Tes biokimia hati adalah pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan jaringan hati (liver). Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati (liver) dapat dinilai.
     Beberapa jenis parameter biokimia yang diperiksa adalah AST (aspartat aminotransferase), ALT (alanin aminotransferase), alkalin fosfate, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. Pemeriksaan ini biasa dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi perkembangan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan hati (liver).
Beberapa parameter biokimia hati yang dapat menilai fungsi hati (liver) antara lain:

Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadap adanya kerusakan sel hati (liver). Keduanya sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati (liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati (liver). Namun demikian derajat ALT  lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver) dibanding AST.
ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain dapat ditemukan di hati (liver) juga dapat ditemukan di otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang mengandung AST. Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST.
Enzim ALP ditemukan pada sel-sel hati (liver) yang berada di dekat saluran empedu. Peningkatan kadar ALP menunjukkan adanya penyumbatan atau pada saluran empedu. Peningkatan kadar ALP biasanya disertai dengan gejala fisik yaitu warna kuning pada kulit, kuku ataupun bagian putih bola mata.
3.    Serum protein
ü Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati (liver). Serum-serum tersebut antara lain albumin, globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan serum-serum protein tersebut dilakukan untuk mengetahui fungsi biosistesis hati (liver).
ü Adanya gangguan fungsi sintesis hati (liver) ditunjukkan dengan menurunnya kadar albumin. Namun karena usia albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini kurang sensitif untuk digunakan sebagai indikator kerusakan hati (liver).
ü Globulin adalah protein yang membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe, yaitu Ig G, Ig M dan Ig A. Masing-masing tipe sangat membantu pendeteksian penyakit hati kronis tertentu.
ü Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah disintesis di hati (liver). Umur faktor-faktor pembekuan darah lebih singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6 hari. Pengukuran faktor-faktor pembekuan darah lebih efektif untuk menilai fungsi sintesis hati (liver). Ada lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam pembekuan darah, salah satunya adalah protrombin. Adanya kelainan pada protein-protein pembekuan darah dapat dideteksi dengan menilai waktu protrombin. Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan protrombin menjadi trombin. Lamanya waktu protrombin ini tergantung pada fungsi sintesis hati (liver) serta asupan vitamin K. Adanya kerusakan sel-sel hati akan memperpanjang waktu protrombin. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada sintesis protein-protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada kasus hepatitis kronis dan sirosis waktu protrombin menjadi lebih panjang.
4.  Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati (liver). Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang melalui feses.
Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlan bilirubin direk dan indirek.
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya penyakit pada hati (liver) atau saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirek jarang terjadi pada penyakit hati (liver).
·         USG
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk diagnosis hepatitis adalah pemeriksaan dengan USG (ultrasonografi). USG adalah alat yang digunakan untuk mengetahui adanya kelainan pada organ dalam. USG hati (liver) dilakukan jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis, sedangkan keluhan klinis pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hal sebaliknya. Jadi pemeriksan USG dilakukan untuk memastikan diagnosis kelainan hati (liver).
Melalui pemeriksaan USG hati, dapat dilihat adanya pembesaran hati serta ada tidaknya sumbatan saluran empedu. Pembesaran hati (liver) dilihat dengan mengamati bagian tepi hati. Tepi hati (liver) yang tumpul menunjukkan adanya pembesaran hati (liver). Selain untuk melihat ada tidaknya fibrosis (jaringan ikat), USG juga dapat digunakan untuk melihat peradangan hati (liver) dengan mengamati densitas (kepadatan) hati (liver) yang lebih gelap.
     USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis. Pada hepatitis akut atau pada proses awal penyakit yang belum mengakibatkan kerusakan jaringan, pemeriksaan USG tidak akurat. Pemeriksan USG juga dapat digunakan untuk mengungkap diagnosis lain yang terkait kelainan hati (liver), seperti tumor hati (liver), abses hati (liver), radang empedu, dan lain-lain.

4.      Pemeriksaan Tambahan
·    Laparoskopi
·    Biopsi hati

PENATALAKSAAN HEPATITIS
Terapi secara medis dapat berupa terapi suportif, simtomatis dan kausatif.
·      Terapi suportif adalah terapi yang membantu agar fungsi-fungsi penting tubuh tetap bekerja dengan baik.
·      Terapi simtomatis diberikan pada pasien untuk meringankan gejala penyakit.
·      Sedangkan terapi kausatif berguna untuk menghilangkan penyebab dari penyakit hepatitis itu sendiri, biasanya berupa antivirus pada kasus penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus.
Terapi medis untuk kasus hepatitis B kronis bertujuan untuk menekan replikasi virus hepatitis B (VHB). Tujuan jangka pendek pengobatan ini adalah membatasi peradangan hati dan memperkecil kemungkinan fibrosis (jaringan ikat) pada hati maupun sirosis. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah mencegah meningkatnya kadar serum transminase dan komplikasi hepatitis yang lebih buruk.
Terapi medis yang biasa diberikan pada penderita penyakit hepatitis diantaranya adalah:
Penderita penyakit hepatitis harus menjalani istirahat di tempat tidur saat mengalami fase akut. Jika gejala klinis cukup parah, penderita perlu dirawat di rumah sakit. Penderita harus mengurangi aktivitas hariannya. Tujuan dari istirahat ini adalah memberi kesempatan pada tubuh untuk memulihkan sel-sel yang rusak.
2.      Pola makan sehat
Tidak ada larangan spesifik terhadap makanan tertentu bagi penderita penyakit hepatitis. Sebaiknya semua makanan yang dikonsumsi pasien mengandung cukup kalori dan protein. Satu-satunya yang dilarang adalah makanan maupun minuman beralkohol.
Biasanya penderita penyakit hepatitis akut merasa mual di malam hari. Oleh karena itu sebaiknya asupan kalori diberikan secara maksimal di pagi hari. Jika penderita mengalami rasa mual yang hebat atau bahkan muntah terus menerus maka biasanya makanan diberikan dalam bentuk cair melalui infus
Penderita penyakit hepatitis diberi obat untuk mengatasi peradangan yang terjadi di hati. Selain itu pada kasus penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus, penderita diberi antivirus dengan dosis yang tepat. Tujuan pemberian antivirus ini adalah untuk menekan replikasi virus.
Virus membutuhkan sel inang untuk melakukan replikasi (menggandakan diri). Sel inang dalam kasus hepatitis adalah sel-sel hati. Proses replikasi virus melalui beberapa tahapan. Tahap pertama virus melakukan penetrasi (masuk) ke dalam sel inang (sel hati). Tahap kedua virus melakukan pengelupasan selubung virus. Tahap ketiga adalah sintesis DNA virus. Tahap keempat adalah tahap replikasi. Tahap terakhir adalah tahap pelepasan virus keluar dari sel inang dalam bentuk virus-virus baru. Virus-virus baru inilah yang siap menginfeksi sel-sel hati lainnya.
Antivirus bekerja menghambat salah satu tahapan tersebut, tergantung jenis antivirusnya. Beberapa macam antivirus diantaranya adalah interferon, lamivudin, ribavirin, adepovir dipivoksil, entecavir, dan telbivudin. Antivirus diberikan berdasarkan hasil tes darah dan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi antivirus akan lebih efektif pada kasus hepatitis aktif.
Fungsi hati dan ginjal harus terus di monitor selama terapi antivirus, sehingga efek samping dapat dicegah sedini mungkin. Pada kasus hepatitis C, kombinasi terapi interferon dan ribavirin adalah yang dianjurkan.
Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem imun tubuh sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit, atau sel kanker. Ada tiga jenis interferon yang memiliki efek antivirus. Ketiganya adalah interferon alfa, beta dan gamma. Efek antivirus yang paling baik diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa bekerja hampir pada setiap tahapan replikasi virus dalam sel inang.
Interferon alfa digunakan untuk melawan virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Interferon diberikan melalui suntikan. Efek samping interferon timbul beberapa jam setelah injeksi diberikan. Efek samping dari pemberian interferon diantaranya adalah rasa seperti gejala flu, demam, mengigil, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi. Setelah beberapa jam, gejala dari efek samping tersebut mereda dan hilang. Efek samping jangka panjang yang dapat timbul adalah gangguan pembentukan sel darah yaitu menurunnya jumlah sel granulosit (granulositopenia) dan menurunnya jumlah trombosit (trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.
Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang menghambat enzim reverse transcriptase yang dibutuhkan dalam pembentukan DNA. Lamivudin diberikan pada penderita hepatitis B kronis dengan replikasi virus aktif dan peradangan hati. Pemberian lamivudin dapat meredakan peradangan hati, menormalkan kadar enzim ALT dan mengurangi jumlah virus hepatitis B pada penderita. Terapi lamivudin untuk jangka panjang menunjukkan menurunnya resiko fibrosis, sirosis dan kanker hati. Namun lamivudin memiliki kelemahan yang cukup vital yaitu dapat menimbulkan resistensi virus. Efek samping yang mungkin muncul dari pemberian lamivudin antara lain rasa lemah, mudah lelah, gangguan saluran pencernaan, mual, muntah, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, demam, serta kemerahan pada. Efek samping yang berbahya lainnya adalah radang pankreas, meningkatnya kadar asam laktat, dan pembesaran hati. Namun umumnya efek samping tersebut dapat ditolerir oleh pasien. Terapi lamivudin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
Ribavirin dapat menghambat replikasi RND dan DNA virus. Ribavirin tersedia dalam bentuk tablet, spray (semprot), dan suntikan. Pada penderita hepatitis C, ribavirin biasanya ditujukan sebagai terapi kombinasi bersamaan dengan terapi interferon alfa. Efek samping pada penggunaan ribavirin spray adalah iritasi ringan pada mata, bersin-bersin dan kemerahan pada kulit. Sementara terapi ribavirin tablet dan injeksi dapat menimbulkan efek samping berupa nyeri kepala, gangguan saluran pencernaan, kaku badan, dan mengantuk. Pemakaian jangka lama ribavirin dapat menyebabkan anemia, limfopenia serta berkurangnya pembentukan sel darah. Ribavirin ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan pasien hepatitis C dengan kerusakan ginjal.
Adepovir dipivoksil berfungsi sebagai penghenti proses penggandaan untai DNA (DNA chain terminator), meningkatkan jumlah sel yang berperan dalam sistem imun (sel NK) dan merangsang produksi interferon dalam tubuh. Kelebihan adepovir dipivoksil dibandingkan dengan lamivudin adalah jarang menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain adalah nyeri pada otot, punggung, persendian, dan kepala. Selain itu terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual atau diare, gejala flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan kadar alanin aminotransfrase. Gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada dosis berlebih.
Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang dibutuhkan dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah jarang menimbulkan resistensi virus setelah terapi jangka panjang. Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah nyeri kepala, pusing, mengantuk, diare, mual, muntah, nyeri pada ulu hati dan insomnia.
Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi telbivudin diberikan pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus dan peradangan hati yang aktif. Telbivudin berfungsi menghambat enzim DNA polymerase yang membantu proses pencetakan material genetic (DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum didukung data yang cukup bahwa telbivudin aman bagi ibu hamil, sebaiknya terapi telbivudin tidak diberikan pada ibu hamil mupun menyusui. Efek samping dari terapi telbivudin antara lain adalah mudah lelah, sakit kepala, pusing, batuk, diare,mual, nyeri otot, dan rasa malas.

Pasien dirawat bila :
-    Dehidrasi berat dengan kesulitan masukkan peroral.
-    Kadar SGPT – SGOT > 10 X nilai normal.
-    Penanggulangan prilaku atau penurunan kesadaran akibat enrefalopati hepatits fulmenan, prolong atau relapsing hepatitis.

Tidak ada terapi medikamentosa khusus karena pasien dapat sembuh sendiri.
-    Permeriksaan kadar SGOT – SGPT dan bilirubin terkonjugasi diulang pada minggu ke 2 untuk melihat penyembuhan dan bulan ke 3 untuk memungkinkan prologed atau relapsing hepatitis.
-    Pembatasan aktivitas fisik terutama yang bersifat kompetitis selama kadar SGPT – SGOT masih > 3 X batas nilai normal.
-    Obat-obatan yang diberikan pada px hepatitis biasanya lembiset, sistenol, hepasil, infeksi rantin dll.

PENCEGAHAN HEPATITIS
Penyakit hepatitis sebenarnya dapat dicegah. Dengan mengetahui penyebab hepatitis dan cara penularannya kita dapat mencegah penyebaran penyakit ini.
5.         Pencegahan Hepatitis A
Pencegahan dapat dilakukan dengan tepat jika kita mengetahui cara-cara penularan berbagai penyakit hepatitis. Hepatitis A menular melalui makanan dan minuman yang tercemar feses penderita hepatitis A. Kebiasaan jajan makanan dan minuman di sembarang tempat meningkatkan resiko tertular penyakit hepatitis A. Makanan mentah maupun setengah matang berpotensi terkontaminasi virus ini.
Beberapa cara pencegahan terhadap penyakit hepatitis A
a)      Imunisasi 
Imunisasi sangat efektif mencegah infeksi suatu penyakit. Setelah imunisasi tubuh akan menghasilkan antibodi yang merupakan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut. Imunisasi hepatitis A diberikan pada anak-anak usia antara 2 hingga 18 tahun sebanyak satu kali. Orang dewasa membutuhkan imunisasi ulang (booster) setelah 6 hingga 12 bulan imunisasi pertama. Kekebalan yang didapat dari imunisasi ini dapat bertahan selama 15 hingga 20 tahun. Namun seseorang yang telah diimunisasi dapat terkena hepatitis A jika ia terinfeksi VBA antara waktu 2 hingga 4 minggu setelah imunisasi, karena pada saat itu tubuh belum menghasilkan antibodi dalam jumlah cukup. 
Mereka yang sebaiknya mendapatkan imunisasi ini adalah:
·         Pekerja restoran atau yang biasa menangani makanan
·         Remaja yang tinggal di asrama pelajar yang mengalami kontak erat dengan teman-temannya.
·         Pekerja dan anak-anak pada tempat penitipan anak.
·         Orang yang menderita penyakit hati menahun
·         Pekerja laboratorium
b)      Imunitas sementara
Mereka yang sering bepergian ke daerah lain sebaiknya mendapatkan kekebalan sementara untuk mencegah infeksi VHA terutama jika daerah tujuannya adalah daerah endemik hepatitis A atau daerah yang sanitasinya buruk. Imunitas sementara dapat diperoleh dengan pemberian immunoglobulin (Ig). Ig untuk pencegahan hepatitis A berisi antivirus hepatitis A yang sangat efektif setelah 2 minggu pemberian. Untuk mereka yang harus menetap di daerah endemic, Ig anti VHA sebaiknya diulang setiap 3 hingga 5 bulan.



c)      Menjaga kebersihan 
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun  setiap kali selesai buang air besar dan kecil sangat dianjurkan untuk menghambat penularan VHA. Hal yang sama perlu dilakukan pula pada saat sebelum makan, mengolah dan menyiapkan makanan. Awasi dan berikan pngertian pada anak-anak agar tidak memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya. 

6.         Pencegahan Hepatitis B
Pencegahan terhadap hepatitis B dapat dilakukan dengan beberapa sebagai cara berikut: 
a)      Imunisasi
Imunisasi lengkap hepatitis B dapat mencegah infeksi VHB selama 15 tahun. Imunisasai hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi pertama dan kedua diberikan dalam jarak 1 bulan. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan 5 bulan setelah imunisasi kedua. Pemberian imunisasi hepatitis B sebaiknya sedini mungkin yaitu saat bayi hendak pulang dari rumah bersalin.
Bagi orang dewasa sebelum diimunisasi, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan untuk melihat kadar anti HBS. Anti HBS adalah antibodi terhadap antigen permukaan VHB (HBs-Ag). Dengan begitu dapat dinilai apakah tubuh telah memiliki kekebalan terhadap hepatitis B atau tidak. Jika tubuh telah memiliki cukup kekebalan terhadap hepatitis B maka imunisasi hepatitis B tidak diperliukan lagi. Namun pada kenyataannya pemeriksaan kadar anti-HBs lebih mahal daripada harga vaksin hepatitis B. Dengan begitu bagi mereka yang beresiko tinggi tertular VHB imunisasi bisa langsung diberikan. 
Imunisasi hepatitis B sangat dianjurkan untuk kelompok orang berikut:
    • Bayi baru lahir
    • Anak dan remaja yang belum mendapat imunisasi hepatitis B
    • Keluarga yang salah satu anggota keluarganya terinfeksi virus hepatitis B
    • Pekerja medis
    • Pekerja laboratorium
    • Penderita gangguan penyakit yang sering cuci darah atau mendapat transfusi darah.
    • Pekerja seks
    • Pengguna narkoba
    • Pecinta tato
b)      Tidak menggunakan barang orang lain
Barang-barang yang dapat menyebabakan luka dapat menjadi media penularan virus hepatitis B. Barang-barang tersebuat antara lain pisau cukur, gunting kuku, sikat gigi, dan lain-lain.
c)      Melakukan hubungan seks yang sehat dan aman
Melakukan hubungan seks dengan bergonta ganti pasangan beresiko tinggi tertular hepatitis B. Jika suami atau istri terinfeksi hepatitis B maka sang suami wajib menggunakan kondom saat berhubungan seksual. 
d)     Jika terinfeksi hepatitis B jangan mendonorkan darah
Palang merah Indonesia akan melakukan serangkaian pemeriksaan pada darah yang di donorkan. Jika ternyata sejumlah darah pada bank darah terinfeksi virus hepatitis B maka darah tersebut akan dimusnahkan. 
e)      Bersihkan ceceran darah
Jika ada ceceran darah meski sedikit harus segera dibersihkan. Penggunaan larutan pemutih pakaian diyakini dapat membunuh virus. 

7.         Pencegahan Hepatitis C
Hingga saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah hepatitis C. Sedangkan pencegahan lainnya dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti pada pencegahan infeksi virus hepatitis B yaitu: 
a)      Tidak menggunakan barang orang lain
Barang-barang yang dapat menyebabkan luka dapat menjadi media penularan virus hepatitis C. Barang-barang tersebuat antara lain pisau cukur, gunting kuku, sikat gigi, dan lain-lain. 
b)      Melakukan hubungan seks sehat dan aman
     Hubungan seks dengan bergonta ganti pasangan beresiko tinggi dalam penularan hepatitis C. Jika suami atau istri terinfeksi hepatitis C maka sang suami wajib menggunakan kondom saat berhubungan seksual. 
c)      Jika terinfeksi hepatitis C jangan mendonorkan darah
     Palang merah Indonesia akan melakukan serangkaian pemeriksaan pada darah yang di donorkan. Jika ternyata sejumlah darah pada bank darah terinfeksi virus hepatitis C maka darah tersebut akan dimusnahkan. 
d)     Bersihkan ceceran darah
Jika ada ceceran darah meski sedikit harus segera dibersihkan. Penggunaan larutan pemutih pakaian diyakini dapat membunuh virus.

KOMPLIKASI HEPATITIS
·      Komplikasi hepatitis adalah timbulnya hepatitis kronis yang terjadi apabila individu terus memperlihatkan gejala dan antigen virus menetap lebih dari 6 bulan. Gejala hepatitis aktif kronis atau fulminan mungkin mencakup gagal hati, dengan kematian timbul dalam 1 minggu sampai beberapa tahun kemudian. Hepatitis kronis adalah infeksi penyerta yang paling sering terjadi pada HCV dan HBV
·      Individu yang daya tanggap imunnya rendah hasil akhirnya buruk
·      Individu yang terinfesi oleh HBV dan HCV beresiko tinggi mengalami sirosis, karsinoma hepatoselular, dan kematian. Penapisan harus sering dilakukan kepada pasien yang mengidap infeksi kronis untuk melihat tanda – tanda penyakit hati stadium lanjut.

1 komentar:

  1. Peringatan Hari Hepatitis Sedunia

    Kesadaran dan kewaspadaan akan penyakit Hepatitis masih kurang di lingkungan/masyarakat kita, melalui Aksi Peduli Hepatitis tanggal 08 September 2013, kami mengajak warga masyarakat, untuk turut serta meningkatkan kepedulian masyarakat serta meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan peran masyarakat akan penyakit hepatitis. Yuukk … kita peduli akan penyakit Hepatitis, dengan tujuan : 1. Meningkatkan Kepedulian Masyarakat (Awareness), 2. Meningkatkan Kesadaran & Peran Serta Masyarakat, 3. Sosialisasi Pencegahan & Pengobatan, 4. Menghilangkan Stigmata Akan Hepatitis, 5. Menyehatkan Masyarakat.

    Aksi Peduli Hepatitis 08 September 2013, Lokasi acara di Monas, dengan suasana : 1. Olah raga (fun bike & jalan sehat), 2. Family day, 3. Komunitas, 4. Budaya. Dan di isi dengan kegiatan : 1. Jalan Sehat, 2 Fun Bike, 3. Quiz (ada hadiahnya loh …), 4. Hiburan, 5. Penyebaran Informasi dan Edukasi.

    Dan masih banyak lagi kegiatan yang lainnya dalam “Aksi Peduli Hepatitis, pada tanggal 08 September 2013”

    Pendaftaran : 021-96009305
    Email : aksihepatitispphi@gmail.com

    BalasHapus