BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperplasia adrenal
kongenital merupakan suatu penyakit herediter yang mengakibatkan dampak sangat besar
bagi penderita, keluarga dan lingkungannya. Tetapi karena manifestasi gejala
maupun berat ringannya penyakit yang sangat bervariasi, maka sering kali
terjadi keterlambatan atau salah diagnosis. Perbedaan manifestasi ini
tergantung dari usia dan jenis kelamin penderita, serta berat ringannya
gangguan hormon yang terkait. Karena tingginya hormon androgen, maka pada bayi
perempuan terjadi genetalia ambigiua. Pada bayi baru lahir, genetalia ambigua
menjadi masalah besar karena penentuan jenis kelamin berdasarkan pada fenotip
bayi. Setelah itu degan pertambahan usia, genetalia ambigua akan makin
menimbulkan beban psikologis bagi penderita dan keluaganya. Masalah lain yang mungkin menyusul pada minggu setelah
kelahiran adalah kolabs kardiovaskuler dan adanya kehilangan garam karena
produksi hormon glukokortikoid dan mineralo kortikoid yang sangat kurang (salt-losing).
Di Indonesia data mengenai penyakit ini belum banyak
dilaporkan. Di bagian anak RSUD.Dr Soetomo didapatkan 10 kasus hiperplasia
adrenal kongenital pada 10 tahun terakhir, 3 anak dengan pubertas prekoks dan 7
anak dengan genetalia ambigua dimana 2 diantaranya berupa tipe hilang garam.
Keterlambatan dan kesalahan diagnosa hiperplasia adrenal
kongenital pada bayi laki-laki lebih sering terjadi karena tidak adanya
genetalia ambigua yang pada bayi wanita dapat dipakai sebagai rambu akan
kemungkinan adanya penyakit ini. Namun pubertas prekoks yang terjadi pada anak
laki-laki dapat merupakan suatu manifestasi dari kelainan ini. Ancaman
terjadinya insufisiensi adrenal akut pada keadaan-keadaan tertentu seperti
sakit dan pembedahan yang merupakan beban lain yang harus dihadapi. Namun
dengan penanganan yang tepat banyak penderita kasus berat dapat hidup dengan
baik sampai usia tua. Dengan cepat menentukan jenis kelamin dan melakukan
koreksi bedah genetalia ambigua, kita membantu menempatkan kembali penderita
dalam kelompoknya. Dengan mengenal penyakit ini lebih jauh maka akan banyak
kasus yang dapat terdeteksi secara dini dan mendapatkan terapi yang sesuai
sehingga dampak yang lebih buruk dapat dihindari dan dikurang. Selain itu
dengan pemeriksaan dan pengobatan prenatal, genetalia ambigu pada anak
perempuan dapat dicegah.
1.2
Tujuan
Memperoleh
pemahaman serta mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada
pasien dengan Congenital Adrenal Hiperplasia.
1.3
Manfaat
1.3.1
Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat lebih
memahami hal-hal yg berhubungan dengan Congenital Adrenal Hiperplasia
1.3.2
Bagi perawat
Perawat memiliki
pengetahuan yang lebih luas tentang CAH sehingga dapat melakukan asuhan
keperawtan secara profesional.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
CAH
merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif. Penyakit ini
ditandai oleh defisiensi enzim yang terlibat dalam jalur steroidogenesis pada
kelenjar adrenal. Penyakit ini dapat terjadi pada wanita dan laki-laki dan
merupakan penyebab interseksual terbanyak pada individu dengan 46,XX ( Wilson,
2009)
2.2 Etiologi
CAH dapat disebabkan karena hal-hal
berikut ini:
1. Defisiensi enzim 21-hidroksilase
2. Defisiensi enzim 11-hidroksilase
3. Defisiensi enzim 3 -hidroksisteroid dehidrogenase
4. Defisiensi enzim 17-hidroksilase
5.
Mutasi protein
Steroidogenic acute regulatory (StAR)
2.3 Klasifikasi
1. Hiperplasia
Adrenal Kongenital Non Klasik
Frekuensi hiperplasia adrenal kongenital
nonklasik 10 kali lebih banyak daripada bentuk klasik. Bayi perempuan
dilahirkan dengan genitalia eksterna yang normal. Manifestasi somatik dari
kelebihan androgen lebih ringan dibanding bentuk klasik. Manifestasi paling
dini ditemukan pada anak perempuan usia 6 buan yang telah menunjukkan
pertumbuhan rambut pubis. Pada masa anak-anak atau remaja, simptom pada wanita
dapat berupa hirsutisme, kebotakan temporal, akne kistik yang berat,
keterlambatan menarche, gangguan menstruasi dan infertilitas. Meningkatnya hormon androgen menyebabkan fusi epifisis
yang dini. Secara klinis akan didapatkan usia tulang (bone age) yang lebih tua,
kecepatan pertumbuhan liniar yang meningkat dan tinggi badan akhir yang lebih
pendek dari estimasi tinggi midparental.
2. Hiperplasia
adrenal congenital klasik “ non salt –losing”
Karena fungsi adrenokortikal mulai
aktif pada janin usia kehamilan 3 bulan, maka janin dengan gangguan ini
mengalami peningkatan hormon androgen justru pada masa kritis berlangsungnya
diferensiasi seksual. Oleh sebab itu bayi perempuan mungkin lahir dengan
genetalia ambigua. Pada kasus yang berat maskulinisasi dapat terjadi dengan
sangat nyata, sehingga uretra terbentuk sebanyak falus dan sercara fenotipik
sulit dibedakan dengan laki-laki normal. Namun demikian, pada umunya fenotip
genetalia yang ditemukan adalah pembesaran klitoris dengan fusi lipatan labios
krotal. Pembentukan 2/3 bagian distal dari vagina dan uretra ada dibawah
kontrol androgen, Oleh karena itu mungkin terbentuk sinus urogenital.
Perkembangan organ genetalia interna adalah normal. Bayi laki-laki mempunyai
genetalia eksterna yang normal, oleh sebab itu diagnosis difisiensi
21-hidroksilase pada bayi laki-laki dan perempuan yang keliru dianggap
laki-laki sering terlambat sampai terlambat timbulnya firilisasi yang
progresif. Bayi-bayi ini menunjukkan pembesaran falus dan pada masa anak-anak
dapat timbul pubertas prekoks acne, suara besar dan berat, percepatan
pertumbuhan tinggi dan muskuloskeletal. Disusul dengan fusi prematur epifisis.
Jadi walaupun pertumbuhan tinggi sangat cepat, potensi untuk mencapai tinggi
yang sharusnya menjadi berkurang dan anak-anak ini akan mempunyai perawakan
pendek.
3. Hiperplasia
adrenal kongenital klasik “ salt – losing
Kehilangan
garam terjadi sebagai akibat terjadi dari kurangnya produksi aldosteron yang
dibutuhkan untuk membantu tubulus renalis distal mereabsorbsi natrium. Bentuk
ini terjadi pada 70-75% dari semua kasus defisiensi 21 hidroksilase klasik.
Gejala klinis lain pada bentuk ini sama
seperti pada defisiensi 21-hidroksilase klasik non salt-losing. Hilangnya garam
dapat lebih berat karena adanya efek matri uresis pada prekursor kortisol.
Kehilangan garam dan volume plasma disertai dengan hiperkalemia dapat menuju
krisis adrenal. Dehedrasi dan syok karena hilangnya garam dapat terjadi pada minggu
I-IV kehidupan. Pada saat dimana diagnosis sering kali baru ditegakkan atau
pada saat timbul pencetus seperti misalnya infeksi sistemik. Bayi laki-laki
mempunyai resiko tinggi untuk jatuh dalam krisis adrenal karena tidak
didapatkannya genetalia ambigua yang dapat dipakai sebagai rambu. Pencegahan
krisi adrenal merupakan salah satu alasan diperlukannya program skrening bayi
baru lahir dan diagnosis
2.4 Manifestasi Klinis
1. Salt losing/wasting HAK
-
Hiponatremia
-
Gagal tumbuh
-
Dehidrasi
-
Hiperkalemia
-
Krisis adrenal:
-
bayi tidak mau minum, muntah, diare, BB turun drastis, dehidrasi, hiperkalemia, hiponatremia, asidosis, hipoglikemia, hiperpigmentasi
a. Ambigous Genitalia
-
Pseudohermafoditisme dengan klitoromegali
-
Fusi partial komplet lipatan labioskrotal
-
Gradasi dengan skala Prader
-
Biasanya ada korelasi antara gambaran genitalia dengan ada/tidaknya salt
losing atau kadar hiponatremia
b. Postnatal
virilization
-
Laki-laki:
Terdiagnosa usia 3-7 tahun
isoseksual prekok
Usia
tulang maju
Karakterisktik
prapubertas prekok
-
Remaja dan wanita dewasa:
Klitoromegali,
virilisasi, hirsutisme, menstruasi iregular, infertilisasi, jerawat
Cryptic
c. Pertumbuhan Linear
-
Percepatan laju pertumbuhan
-
Umur tulang maju
-
Mempercepat penutupan epifisis
-
Tinggi dewasa pendek
-
Efek androgen
Mengurangi tinggi potensi dewasa
- Efek glukokortikoid
d. Fungsi
reproduksi
-
Oligocy, amenore, menstruasi iregular, infertilisasi
-
Androgen pranatal wanita
seperti laki-laki
-
Laki-laki tidak diterapi
o
defisiensi spermatogenesis
-
Simple virilization
-
Bayi laki-laki tidak
terdiagnosis, diagnosis setelah kelebihan androgen
-
Bayi wanita tanda-tanda
seks ambigus
2. Tipe Non klasik
-
Pubertas prekoks, usia tulang maju, pertumbuhan yang pesat
-
Perempuan:
ovarium polikistik, hirsutisme, menstruasi
tidak teratur, perawakan pendek, fertilitas menurun
-
Heterozigot
Kelebihan androgen walaupun ringan
2.5 Patofisiologi
Hiperplasia adrenal kongenital
disebabkan karena defisiensi dari salah satu enzim pada biosintesis kortisol
dari kolesterol. Jenis defisiensi enzim yang menyebabkan hiperplasia adrenal
kongenital:
a.
Defisiensi enzim
21-hidroksilase (90%)
b.
Defisiensi 11-hidroksilase (1%)
c.
Defisiensi 3-hidroksi steroid
dehidrogenase (jarang)
d.
Defisiensi 17-hidroksilase
(jarang)
Pada kurang lebih 90% kasus terdapat
defisiensi 21-hidroksilase di zona fasikulata korteks adrenal sehingga
17-deoksikortisol dan pada akhirnya produksi kortisol rendah. Secara histologis
ditemukan adanya hiperplasia dan hal ini disebabkan karena rangsangan kronis
dari adrenokortikotropin (ACTH) terhadap korteks adrenal. ACTH meningkat
sebagai respon terhadap rangsangan umpan balik dari kurangnya produksi
kortisol.
Pada gangguan ini terjadi produksi
berlebihan dan akumulasi dari prekursor kortisol terutama 17-OHP proksimal dari
hambatan dan menyebabkan produksi androgen adrenal terlalu berlebihan sehingga
terjadi virilisasi.
Defisiensi enzim 21-hidroksilase akan
mengakibatkan:
1.
Defisiensi
hidrokortison lemah, nausea,
muntah, diare, hipoglikemia, hipotensi dan syok.
2.
Defisiensi
mineralokortikoid dehidrasi,
hiponatremia, hiperkalemia dan azotemia.
3.
Androgen berlebihan virilisasi
Melibatkan
3 steroid penting:
1.
Kortisol (glukokortikoid)
2.
Aldosteron (mineralokortikoid)
3. Androgen adrenal
(testosteron)
Defisiensi enzim pada sintesis hidrokortison kadar
hidrokortison rendah ACTH disekresi
secara berlebihan oleh hipofisa janin hiperplasia
adrenal kongenital.
2.6 Penatalaksanaan
1.
Glukokortikoid
Semua pasien defisiensi 21-hydroxylase klasik
dan non klasik diobati dengan glukokortikoid. Pemberian terapi ini menekan
sekresi CRH dari hipotalamus dan ACTH dari hipofisis yang berlebihan dan
mengurangi kadar steroid seks. Pada anak dipilih hidrokortison dengan dosis
10-20 mg/M2/hari dibagi dalam dua atau tiga kali sehari. Dosis suprafisiologis
ini (pada keadaan fisiologis sekresi kortisol pada anak dan remaja 6-7
mg/M2/hari) dibutuhkan untuk menekan androgen adrenal secara adekuat dan
meminimalkan kemungkinan terjadinya insufisiensi adrenal.
Pada
remaja dan dewasa dapat diberikan terapi prednison dosis rendah (5-7,5 mg/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian) atau deksametason dosis rendah (dosis total
sebesar 1,25-1,5 mg diberikan dosis tunggal atau berbagi dalam dua kali
pemberian). Pasien harus dimonitor secara cermat adanya tanda-tanda sindroma
cushing iatrogenik seperti kenaikan berat badan yang cepat, striae dan
osteopenia.
2.
Mineralokortikoid
Bayi dengan defisiensi 21-hydroxylase tipe salt
wasting membutuhkan pemberian mineralokortikoid (fludrokortison, biasanya
0,1-0,2 mg dapat sampai 0,4 mg/hari) dengan suplemen natrium klorida (1 sampai
2 gram per hari, tiap gram natrium klorida mengandung 17 mEq natrium).
3.
Farmakologis
4.
Adrenalektomi
Bilamana terapi hormonal tidak adekuat atau
tidak berkesinambungan pada perempuan yang virilisasinya terus melanjut dan
adanya gangguan pertumbuhan liniar, adrenalektomi melalui laparoskopi merupakan
salah satu alternatif untuk mengurangi terapi glukokortikoid. Dengan pertimbangan
karena penyakit addison lebih mudah diatasi dengan pemberian glukokortikoid dan
mineralokortikoid dosis rendah dibandingkan adanya kelenjar adrenal yang
mensekresi steroid seks berlebihan.
5.
Terapi gen
6.
Pembedahan Korektif
7.
Konseling Psikologi
Orang tua harus ditawarkan uinggi anak
perempuan ntuk konseling psikologi segera setelah anak didiagnosis HAK
ditegakkan. Selanjutnya, dilakukan penilaian pada keluarga secara berkala
seperti pada penyakit lain, ini sangat berguna untuk memprediksi masalah di
masa mendatang. Karena anak tersebut akan berkembang menjadi dewasa maka mereka
harus secara berkala mendapatkan informasi mengenai keadaan mereka oleh orang
tuanya dan dokter yang bersangkutan sesuai dengan usia anak tersebut. Bila
dilakukan psikoterapi maka pelaksana terapi medis dan psikolog harus saling
berkomunikasi sehingga keduanya memahami keadaan pasien dan keluarganya.
Meskipun
perkembangan psikoseksual pada perempuan dengan HAK klasik masih belum dipahami
secara baik namun konseling harus segera dilakukan mengingat ada kecenderungan
tinggi anak perempuan yang menderita HAK akan muncul perilaku tomboy dan
cenderung memiliki kesukaan pada permainan yang bersifat maskulin.
8.
Penatalaksaan pubertas dini
Diagnosis pasti pubertas dini membutuhkan uji
stimulasi GnRH. Kadar LH dan FSH yang diukur sebelum pemberian GnRH secara
bolus dan 30 menit sesudahnya akan menunjukkan peningkatan kadar LH lebih besar
daripada FSH.
Keadaan
ini membutuhkan terapi supresi dengan pemberian analog GnRH. Tujuan terapi
adalah untuk menekan gonadotropin hipofisis, maka terjadi supresi produksi
steroid seks gonad, disamping itu untuk menambah tinggi badan saat dewasa
dengan mencegah fusi epifisis secara dini.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1.1 PENGKAJIAN
Anamnesa :
Keluhan,riwayat
kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri.
Review Of
Sistem:
B1 : Asidosis,
sianosis, RR meningkat
B2 : Hipotensi,
nadi irreguler
B3 : Penurunan
kesadaran
B4 : Mual, muntah,
diare
B5 : Oliguria,
diuresis
B6 : akral dingin dan
pucat, memar, edema
Psikososial :
fungsi mental, suasana hati, tingkat depresi. Keluarga klien merupakan sumber
terbaik untuk mendapatkan informasi tentang perubahan ini.
3.1.2 DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan keseimbangan elektrolit
b/d kekurangan natrium dan kelebihan kalium
2.
Kekurangan volume cairan tubuh
b/d intake dan output yg tidak seimbang
3.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat
4.
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
5.
Gangguan gambaran diri b/d
perubahan dalam perubahan fungsi dan karakteristik tubuh
6.
Resti infeksi b/d kelemahan
3.1.3 INTERVENSI
1. Gangguan
Keseimbangan Elektrolit
berhubungan
dengan kekurangan
natrium dan kelebihan kalium
Kriteria hasil :
- Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg
BB/jam)
- TTV (Dalam Batas Normal)
- Turgor kulit elastis
- Pengisian kapiler naik kurang
dari 3 detik
- Membran mukosa lembab
- Warna kulit tidak pucat
- BB ideal (TB 100) – 10% (TB –
100) – H
- Hasil lab
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan
tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
R/ Hipotensi pastoral merupakan bagian dari hipovolemia akibat
kekurangan aldosteron.
2) Ukur dan
timbang BB klien
R/ Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan
natrium yang berhubungan dengan pengobatan steroids
3) Kaji pasien mengenai rasa haus,
kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang, turgor kulit jelek, membran
mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume
pengganti
4) Periksa adanya status mental dan
sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan
terutama jaringan otak
5) Auskultasi bising usus ( peristaltik khusus) catat
dan laporan adanya mual muntah dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran
cerna meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit.
Kolaborasi
6) Berikan cairan, antara lain :
a) Cairan Na Cl 0,9 %
R/ kebutuhan cairan pengganti 4 – 6
liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 % melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat
mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi
b) Larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
7) Berikan obat sesuai dosis
a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg
intravena setiap 6 jam untuk 24 jam, Mineral kartikoid, flu dokortisan,
deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral
R/ Dosis hidrokortisol yang tinggi mengakibatkan retensi garam berlebihan yang
mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit
8) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ Menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun
lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
9) Pantau hasil laborat
a) Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi
terjadinya hemokonsentrasi yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya
dehidrasi pada tubuh
b) Ureum / kreatin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
indikasi terjadinya kerusakan
tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
c) Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui
urin yang berlebihan katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
d) Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan
natrium dan air sementara itu kalium tertahan sehingga
2. Kekurangan volume cairan tubuh b/d intake dan output yg tidak seimbang
Tujuan:
Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria Hasil
-
TTV dalam batas normal.
-
Mukosa
bibir lembab
-
Mata tidak cowong
-
Turgor baik
-
Produksi
urin 1 cc/kg BB/jam
Intervensi
a.
Jelaskan
pada klien tentang akibat dari kurang cairan dan elektrolit.
R/ : Klien mengerti dan kooperative dengan
perawat
b.
Lakukan obs.TTV Klien.
R/ : deteksi terus menerus keadaan
pasien.
c.
Lakukan obs. tanda-tanda
dehidrasi.
R/ : mengetahui derajat dehidrasi klien
d.
Lakukan obs. intake dan out
put.
R/ : menghindari defisit dan overload
e.
Lakukan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perinfus.
R/ : membantu menambah intake cairan
3.
Perubahan
nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d
masukan nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan:
kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 3 hari
Kriteria Hasil:
- BB
naik
- Hb
> 12 gr/dl
- Alb
3,5 gr/dl
- Menunjukkan
pernbaikan nafsu makan
- Mual
muntah tidak ada
Intervensi
a.
Beri
penjelasan terhadap pentingnya nutrisi bagi tubuh dan proses penyembuhan
R/ : Pengetahuan yang meningkat
dapat meningkatkan perilaku hidup sehat
b.
Berikan
makanan yang menarik dan merangsang selera makan
R/ : Untuk meningkatkan selera
makan sehingga meningkatkan intake bagi tubuh
c.
Berikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/ : Makanan dalam porsi besar lebih
sulit dikonsumsi pasien saat anorexia
d.
Berikan diit tktp rendah lemak
R/ : Meningkatkan asupan gizi yang
adekuat mempercepat proses penyembuhan
e.
Timbang berat badan tiap 2-3
hari
R/ : Megetahui perkembangan tubuh
f.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian nutrisi parenteral dan
robaransia
R/ : Dibutuhkan bila intake tidak
mencukupi dan efek farmakologis roboransia untuk meningkatkan nafsu makan.
4.
Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan
Tujuan : meningkatkan toleransi aktivitas
Kriteria hasil:
-
Klien menentukan
dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan
Inteervensi :
1.
Kaji tingkat
kelelahan, kemampuan untuk melakukan ADL
R/ : memberikan informasi tentang
energi cadangan dan respon untuk beraktifitas
2.
Berikan
periode istirahat dan tidur yang cukup
R/ : meningkatkan istirahat dan
menghemat energi
3. Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan
kursi saat mandi, sisir rambut.
R/ : Mencegah terjadinya
kelelahan
4. Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara
bertahap jika dapat ditoleransi.
R/ : Membantu penyesuaian tubuh terhadap perubahan aktivitas
5. Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
R/ : Aktivitas mandiri membantu dalam perubahan kebutuhan hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar